Mohon tunggu...
Yusnaeni
Yusnaeni Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

https://yusnaeni.com/

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Liburan Sambil Belajar di Kota Bogor, Seru Banget!

28 Oktober 2022   23:39 Diperbarui: 29 Oktober 2022   20:06 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pengrajin kain perca. Dok. Pri

Sebagai daerah wisata yang tak jauh dari ibukota, Bogor selalu menjadi pilihan alternatif untuk saya melepas penat kala hari libur. Keindahan alam, kekayaan budaya dan kuliner yang menggugah selera, serta keramahan warganya, selalu menarik hati untuk datang lagi dan lagi.

Dulu sebelum pandemi, saya sering nongkrong di Gunung Pancar bersama teman - teman. Hanya sekadar menyeruput kopi dan menikmati semangkuk Indomie di bawah pohon pinus yang rindang. Setelah itu, biasanya saya tak langsung pulang. 

Mampir dulu ke Gang Aut di Jalan Surya Kencana untuk menyantap laksa atau toge gorengnya yang lezat. Pulang - pulang bawa Martabak Encek. Saya suka sekali dengan martabak itu. Rasa manisnya pas, dimasak pakai arang, dan konon sudah ada sejak tahun 1970-an.

Tak ayal, saat saya mendengar kabar Kotekasiana menggelar trip di Kota Bogor, saya langsung mendaftar. Beruntungnya, kali ini saya kembali mendapatkan kesempatan untuk ikut dalam one day trip bersama sekitar 24 blogger. 

Berkat trip ini saya jadi tahu, ternyata Bogor kaya akan tempat -tempat bersejarah, unik dan menarik.

Perjalanan dimulai dari Stasiun Bogor. Stasiun ini memiliki dua arsitektur berbeda. Sisi barat yang terhubung dengan Jalan Mayor Oking bergaya modern. Sementara, sisi timur yang terhubung dengan alun -alun Bogor bergaya kuno. 

Baik itu sisi barat maupun sisi timur Stasiun Bogor memiliki sejarahnya masing - masing. Tapi bagi saya, sisi timur dari stasiun yang sudah beroperasi sejak tahun 1873 ini, sangatlah menarik.

Di sana ada sebuah bangunan bertuliskan 1881. Bangunan tersebut kental dengan nuansa Eropa dan memiliki dua lantai dengan unsur berbagai motif. Sementara kusen pintu masuk dan jendelanya terbuat dari kayu. Menurut informasi pramuwisata, Arief, di dalam bangunan tersebut ada prasasti David Maarschalk. 

Prasasti tersebut merupakan hadiah dari karyawan sebagai ucapan selamat pagi kepada David yang telah berjasa dalam pengembangan jalur kereta api di Jawa.

Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Kampung Batik, Pulo Geulis, Kampung Labirin, Desa Wisata Mulyaharja, dan Kampung Perca. 

Kali ini kami menggunakan bus Uncal, sarana transportasi wisata gratis milik pemerintah Kota Bogor. Uncal sendiri merupakan singkatan dari Unforgettable City Tour Loveable City. Dalam bahasa Indonesia memiliki arti tur kota yang tidak akan terlupakan di kota yang paling dicintai.

Menaiki Uncal ternyata seru sekali. Selain karena bentuknya yang unik, dengan Uncal kami bisa melihat langsung dan merasakan suasana Kota Bogor di sepanjang perjalanan. 

Angin sepoi - sepoi yang masuk melalui jendela Uncal tak lantas membuat kami mengantuk, karena pramuwisata menjelaskan berbagai tempat di Kota Bogor yang ternyata memiliki sejarahnya tersendiri.

Setidaknya ada sekitar 680 bangunan bekas kolonial Belanda yang sampai saat ini masih berdiri. Bogor yang dulu bernama Buitenzorg merupakan kota peristirahatan berudara sejuk, sehingga banyak petinggi - petinggi pemerintah Kolonial Belanda yang tinggal di sini dan mendirikan bangunan.

Sebagai contoh Kantor Polres Bogor Kota yang berada tak jauh dari pintu keluar stasiun adalah bekas Hotel du Chemin Fer milik The Netherlandsch-Indische Escompto Maatschapppij, salah satu bank dagang yang beroperasi di era penjajahan Belanda.

Contoh lainnya adalah Balai Kota. Di masa pemerintahan Hindia - Belanda, bangunan tersebut bernama De Societeit atau The Club, tempat berkumpulnya kaum sosialita Belanda yang menetap di kota. 

Belajar Ngebatik di Cibuluh

Pengrajin batik tulis di Kampung Batik Cibuluh. Dok. Pri
Pengrajin batik tulis di Kampung Batik Cibuluh. Dok. Pri

Tidak hanya Yogyakarta, Pekalongan, Solo, Semarang, Cirebon dan Rembang saja yang memiliki Kampung Batik. Kini, Bogor juga memiliki Kampung Batik. Letaknya ada di Jalan Neglasari Kelurahan Cibuluh, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat.

Kampung Batik Cibuluh diresmikan pada 24 Agustus 2019 oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI. Kampung batik ini melibatkan sekitar 40 pengrajin yang terbagi menjadi 10 kelompok, di antaranya Cherry, Sedulur, Melinda, Bumiku, Melangit, dan Pancawati.

Setiap galeri memproduksi batik dengan corak yang berbeda. Namun proses pembuatannya hampir sama, ada batik tulis dan juga cap. Untuk batik tulis, lama produksinya bisa mencapai satu bulan. Sedangkan batik cap, hanya memerlukan waktu satu minggu saja.

"Setiap satu garis batik tulis, dihasilkan dari satu tarikan napas," ujar Ibu Sinta, salah satu pengrajin batik.

Tak heran harga batik tulis lebih mahal dibandingkan batik cap. Harga batik tulis berkisar Rp500 ribu - Rp3 juta, sedangkan batik cap dimulai dari Rp175 ribu - Rp350 ribu.

Para pengrajin juga memproduksi berbagai kerajinan batik seperti pakaian, jaket, tas, dan boneka. Harganya pun terjangkau dan cocok untuk dijadikan oleh - oleh. Kami pun tak lupa mengabadikan momen sebelum beranjak dari Kampung Batik Cibuluh, karena di sini terdapat banyak dinding mural batik yang estetik.

Belajar Toleransi dari Pulo Geulis

Phan Ko Bio, klenteng tertua di Kota Bogor. Dok. Pri
Phan Ko Bio, klenteng tertua di Kota Bogor. Dok. Pri

Selanjutnya kami menjelajah Desa Wisata Pulo Geulis. Desa ini merupakan kampung tematik yang lokasinya tak jauh dari pusat kuliner Suryakencana. Sama seperti dengan Kampung Batik, desa ini juga menyuguhkan aneka mural di dinding pemukiman penduduk. Sebagian mural tersebut menceritakan sejarah awal terbentuknya Pulo Geulis.

Selain itu, desa ini juga menyuguhkan pemandangan mempesona karena letaknya membelah aliran Sungai Ciliwung. Meski airnya bewarna keruh, sungai di desa ini cukup bersih. Jarang sekali ditemukan sampah plastik.

Di sini juga terdapat salah satu klenteng tertua di Bogor, yakni Phan Ko Bio. Uniknya, klenteng ini tidak hanya menjadi tempat peribadatan umat Buddha saja, melainkan semua agama, termasuk muslim.

"Klenteng merupakan peribadatan secara tradisi, bukan agama. Siapapun mereka yang memiliki keyakinan terhadap Tuhan bisa berdoa di klenteng," ujar salah satu pengelola Klenteng Phan Ko Bio.

Klenteng ini menyediakan tempat salat, bahkan rutin menjadi tempat pengajian. Sementara menurut Arief, setiap menjelang Hari Raya Imlek, patung - patung dewa dicuci oleh warga yang beragama apapun. Di Pulo Geulis, warga hidup berdampingan mengajarkan kita tentang toleransi.

Begitu indahnya perbedaan bila dirayakan, bukan untuk diperdebatkan.

 

Tersesat di Kampung Labirin

Wisata air di Kampung Labirin. Dok. Pri
Wisata air di Kampung Labirin. Dok. Pri

Tidak jauh dari Desa Wisata Pulo Geulis, terdapat kampung tematik binaan Astra, bernama Kampung Labirin. Sesuai namanya, Kampung Labirin memiliki banyak gang yang rata - rata lebarnya sekitar 1,5 hingga 2 meter. Jika enggan bertanya, bukan tidak mungkin kita bisa tersesat di dalam kampung ini.

Kampung Labirin sebenarnya tak berbeda dengan kampung - kampung yang ada di perkotaan. Memiliki ciri khas padat penduduk dan rumah - rumah yang saling berhimpitan. Namun yang menjadikan kampung ini istimewa adalah terdapat pusat belajar dan budaya bagi anak -anak, fasilitas wisata air, serta sentra UMKM keripik jengkol.

Di kampung ini juga terdapat banyak program termasuk kegiatan hidroponik atau aquaponik, sehingga bisa mendorong kita untuk lebih peduli lingkungan dan mandiri dalam hal pangan.

Santap Siang Masakan Sunda di Persawahan

Desa Wisata Mulyaharja. Dok. Pri
Desa Wisata Mulyaharja. Dok. Pri

Tiba saatnya santap siang. Kali ini kami dibawa ke Desa Wisata Mulyoharjo untuk menikmati makanan khas Sunda di pinggir sawah. Sungguh nikmat di tengah cuaca yang cukup syahdu. Meski awan mendung, disertai hujan rintik kami tetap bisa menikmati segarnya udara dan indahnya sawah, serta pegunungan.

Desa Wisata Mulyoharjo sendiri terletak di Desa Mulyoharjo, Kecamatan Bogor Selatan. Tempat ini merupakan area persawahan terluas di Bogor saat ini. Dengan berbagai fasilitas yang tersedia, seperti kafe, restoran, penginapan, serta track sepeda, Desa Wisata Mulyoharjo bisa menjadi pilihan tepat bagi keluarga untuk berlibur.

Kita juga bisa belajar bertani di sini, dari membajak sawah hingga menanam padi.

Kampung Perca, Sayonara!

Para pengrajin kain perca. Dok. Pri
Para pengrajin kain perca. Dok. Pri

Selanjutnya kami menuju destinasi terakhir, yaitu Kampung Perca. Kampung ini terletak di Gang Raden Alibasyah, Sindangsari, Kecamatan Bogor. Waktu tempuhnya sekitar 45 menit dari Desa Wisaya Mulyaharja.

Setibanya di sana, kami disambut dengan bir pletok dan manisan buah pala segar. Ibu Titik Wahyono menjelaskan awalnya bir pletok hanya dikonsumsi pribadi sebagai obat Covid-19. Ternyata banyak yang sembuh setelah mengonsumsi ini. Sejak itu, Ibu Titik terus memproduksi minuman sehat ini.

Bir pletok tersebut menggunakan campuran kapu laga, secang, cengkeh, biji pala, biji lada dan kayu manis.

Selain memproduksi bir pletok, Ibu Titik juga memberdayakan perempuan -perempuan di daerah tersebut. Ia mendirikan usaha kerajinan kain perca yang diberi nama Galeri Kriwil.

"Awal berdirinya galeri ini pada saat pandemi. Saat itu banyak orang yang kehilangan mata pencaharian. Kebetulan bu lurah memiliki keterampilan membuat kerajinan perca, lalu memberi pelatihan kepada ibu - ibu di sini. Itulah hikmah pandemi, dari yang tidak bisa menjahit jadi bisa menjahit," cerita Ibu Titik.

Saat ini jumlah pengrajin di Kampung Perca sudah mencapai puluhan dan ada beberapa galeri lainnya. Menurut Titik, kain - kain perca itu mereka peroleh dari konvensi. Kemudian, kain perca itu mereka olah menjadi berbagai produk, antara lain baju, tas, sarung bantal, boneka, keset, topi, selimut, hiasan bunga, dan sebagainya.

Pada akhirnya perjalanan ini harus berakhir. Kampung Perca menjadi destinasi akhir yang memberikan banyak pelajaran berharga bahwa manusia memang diberi kemampuan untuk beradaptasi. Kita bisa mengubah kesulitan menjadi peluang untuk melahirkan karya - karya hebat dan bermanfaat bagi umat manusia.

Sampai bertemu lagi Bogor. Saya pasti akan kembali lagi, karena berlibur ya #LebihSeruDiKotaBogor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun