Mohon tunggu...
Yusma Alan Firmanda
Yusma Alan Firmanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jember

Jurusan Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekurangan Liberalisme dalam Ekonomi Politik Internasional dan Dampaknya terhadap Perekonomian

8 Maret 2023   18:49 Diperbarui: 8 Maret 2023   21:48 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber Ilustrasi : PEXELS/Pixabay

Liberalisme dalam ekonomi politik internasional selama beberapa dekade terakhir telah menjadi teori yang dominan dalam hubungan internasional. Para penganut liberalisme percaya bahwa pasar bebas, investasi asing, dan perdagangan bebas akan memperkuat perdamaian, keamanan, dan kemakmuran internasional. Akan tetapi seperti semua teori yang ada, liberalisme memiliki kekurangan dan dampak negatif yang tidak diinginkan dalam perekonomian internasional.

Salah satu kekurangan utama dari liberalisme adalah minimnya perhatian terhadap kesenjangan sosial dan ketidakadilan dalam distribusi kekayaan. Liberalisme percaya bahwa pasar bebas dan perdagangan bebas akan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran semua negara dan juga individu. Namun realita menunjukan hal sebaliknya, bahwa tidak semua orang atau individu dan negara dapat memanfaatkan liberalisme. Meskipun dalam tingkat makro terdapat bukti yang menunjukkan bahwa perdagangan bebas dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran. Akan tetapi distribusi kekayaan yang tidak merata pada tingkat mikro menimbulkan banyak konflik sosial dan ketidakadilan.

Sebagai contoh, perdagangan bebas yang terjadi sekarang seringkali memperkuat kemakmuran dan kekuatan perusahaan multinasional dari pada home country (negara tuan rumah) atau para pekerja lokal. Perdagangan bebas telah membuat terkonsentrasinya kekayaan pada segelintir orang kaya, sedangkan yang miskin tetap menjadi miskin. Disisi lain liberalisme juga tidak mengatasi masalah kesenjangan sosial dalam masyarakat secara keseluruhan. Contoh saja kesenjangan pendapatan dan akses ke sumberdaya lain seperti kesehatan dan pendidikan yang semakin memperkuat ketidakadilan yang sudah ada bahkan bisa memperburuknya.

Hal lain yang menjadi kekurangan liberalisme adalah kurangnya perhatian terhadap konsekuensi lingkungan dan sosial dari pembangunan ekonomi. Dalam upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, liberalisme sering sekali mendorong pertumbuhan industri-industri berat dan eksploitasi sumber daya alam berlebih yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan manusia itu sendiri. Pada akhirnya, biaya lingkungan dan sosial ini akan dibebankan kembali kepada masyarakat luas, termasuk generasi mendatang.

Liberalisme dapat memperburuk ketidaksetaraan global dan masalah ekonomi global. Liberalisme mengizinkan perusahaan-perusahaan multinasional untuk memanfaatkan perbedaan dalam upah dan standar kerja di berbagai negara. Hal tersebut kemudian memperkuat ketidaksetaraan global dan mendorong perpindahan lapangan kerja ke negara-negara dengan upah yang lebih rendah. Selain itu, liberalisme seringkali memperburuk masalah utang global dengan memperbolehkan negara-negara yang lebih kaya untuk memanfaatkan negara-negara yang lebih miskin, melalui jebakan utang dengan pembayaran bunga yang tinggi. Dampak dari kekurangan liberalisme terhadap perekonomian dapat sangat merusak dan berbahaya.

Studi Kasus Krisis Finansial Asia Tahun 1990-an Sebagai Akibat Buruk Liberalisme Ekonomi

Salah satu contoh nyata dampak negatif dari liberalisme terhadap perekonomian adalah krisis finansial Asia yang terjadi pada akhir 1990-an. Pada saat itu banyak negara di Asia, termasuk Indonesia, Thailand, Korea Selatan, dan lainnya mengalami krisis ekonomi yang sangat parah akibat dari kebijakan liberalisme yang berlebihan.

Pemerintah-pemerintah di negara Asia tersebut telah memperbolehkan masuknya modal asing dan perdagangan bebas secara bebas, tanpa di imbangi dengan pengawasan yang ketat dan praktik-praktik korporat yang tidak bertanggung jawab serta pergerakan modal spekulatif yang tidak terkendali. Hasilnya, sektor keuangan di negara-negara Asia tersebut terlalu bergantung pada modal asing dan terlalu rentan terhadap gejolak pasar global.

Ketika terjadi krisis finansial global pada tahun 1997 melanda Asia, para investor asing ramai-ramai menarik modal mereka secara tiba-tiba dari negara-negara tersebut. Akibatnya memicu kejatuhan nilai tukar mata uang lokal, tingginya inflasi, dan krisis keuangan. Bank-bank yang sudah ketergantungan pada modal asing tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang dan terpaksa mengalami kebangkrutan. Jutaan orang di Asia kehilangan pekerjaan dan kemakmuran yang mereka peroleh melalui liberalisasi ekonomi dan hancur dalam waktu singkat.

Di Indonesia, krisis finansial tersebut memicu kejatuhan pemerintahan Soeharto yang telah lama berkuasa. Bank-bank yang dimiliki negara dan perusahaan-perusahaan swasta terbesar di Indonesia seperti Grup Salim yang dimiliki oleh keluarga Soeharto, terlibat dalam praktik-praktik kotor korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang menguntungkan kelompok-kelompok tertentu. Krisis tersebut akhirnya memaksa pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan serius, termasuk melakukan devaluasi mata uang dan pemotongan anggaran, yang pada akhirnya juga mengakibatkan krisis sosial dan politik lebih dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun