Mohon tunggu...
Yusi Nuraeni
Yusi Nuraeni Mohon Tunggu... Guru - Penulis Amatir

Penulis Amatir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan dalam Perspektif Feminisme Eksistensialis

18 Mei 2022   14:40 Diperbarui: 20 Mei 2022   10:53 4897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Freepik.com-wepik.com

Apa itu Feminisme eksistensialis?

Feminisme eksistensialis merupakan salah satu pemikiran feminis yang memiliki paham bahwa perempuan dapat mengeksistensikan dirinya. Feminisme eksistensialis sangat menekan bahwa perempuan mampu menjadi apa yang dia inginkan dan mensejajarkan dirinya dengan laki-laki. 

Pandangan mengenai feminisme eksistensialis diungkapkan oleh Simone de Beauvoir dalam bukunya The Second Sex (Arivia, 2003) memulai pertanyaan “Apa itu perempuan?” sebagian orang menganggap perempuan hanya tota mulier in utero yaitu perempuan adalah kandungan. Ia menjelaskan bagaimana sulitnya perempuan untuk menjadi dirinya sendiri. Lalu menjadi “yang lain” (the other).

Seperti yang mungkin sebagian orang ketahui bahwa perempuan sering kali dianggap sebagai objek, serta tidak memiliki kebebasan atas dirinya karena masih kuatnya sistem patriarki. Sehingga terdapat beberapa aturan yang dibentuk seperti perempuan kurang diperkenankan untuk bekerja selayaknya laki-laki. Hal tersebut menjadi perdebatan terutama dari sisi kebebasan untuk menentukan jati diri. Keterbatasan untuk menjadi subjek tentunya memiliki permasalahan yang kuat dari perspektif perempuan. 

Menurut Beauvoir (Tong, 2010), ada empat strategi yang dapat dilancarkan oleh perempuan, yaitu: 

Pertama

Perempuan dapat bekerja. Meskipun keras dan melelahkannya pekerjaan perempuan, pekerjaan masih memberikan berbagai kemungkinan bagi perempuan, yang jika tidak dilakukan perempuan akan menjadi kehilangan kesempatan itu sama sekali. Dengan bekerja di luar rumah bersama dengan laki-laki, perempuan dapat “merebut kembali transendensinya”. Perempuan akan secara konkret menegaskan statusnya sebagai subjek, sebagai seseorang yang secara aktif menentukan arah nasibnya. Menentukan arah nasib dapat memiliki artian luas yang tentunya menjadi hal penting bagi perempuan dalam meniti pekerjaan hingga mendapatkan capaian prestasi yang gemilang dalam kariernya. 

Kedua

Perempuan dapat menjadi seorang intelektual, yaitu menjadi anggota dari kelompok yang akan membangun perubahan bagi perempuan. Kegiatan intelektual adalah kegiatan ketika seseorang berpikir, melihat, dan mendefinisi, dan bukanlah nonaktivitas ketika seseorang menjadi objek pemikiran, pengamatan, dan pendefinisian. Kebebasan dalam memperoleh ilmu dan memiliki hak yang sama dalam pencapaian intelektual akan mampu mengubah pola pikir baik perempuan sebagai individu maupun sebagai anggota dalam kelompok tertentu. Hal menjadi seorang intelektual merupakan salah satu langkah bagi perempuan dalam membentuk serta mewujudkan nilai eksistensi dirinya.

Ketiga

Perempuan dapat bekerja untuk mencapai transformasi sosialis masyarakat. Beauvoir yakin bahwa salah satu kunci bagi pembebasan perempuan adalah kekuatan ekonomi. Jika seorang perempuan ingin mewujudkan semua yang diinginkannya, ia harus membantu menciptakan masyarakat yang akan menyediakannya dukungan material untuk mentransendensi batasan yang melingkarinya sekarang. Kekuatan ekonomi memang sangat berpengaruh serta dapat pula dikatakan sebagai kunci untuk pembebasan perempuan yang dapat diraih atau diwukudkan dengan bekerja. Bekerja merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh siapapun termasuk dalam bahasan ini ialah perempuan untuk mencapai transformasi sosialis yang pada akhirnya akan memberikan pengaruh yang luas bukan hanya pada dirinya sendiri tetapi juga lingkungannya. 

Keempat

Perempuan dapat menolak ke-liyanannya yaitu dengan mengidentifikasi dirinya melalui pandangan kelompok dominan dalam masyarakat. Sehingga satu-satunya cara bagi perempuan untuk menjadi diri dalam masyarakat adalah perempuan harus membebaskan diri dari tubuhnya, misalnya menolak untuk menghambur-hamburkan waktu di salon kecantikan jika ia dapat lebih memanfaatkan waktu dengan melakukan kegiatan yang lebih kreatif dan lebih berorientasi kepada pelayanan (Tong, 2010:275). Beberapahal yang melekat pada perempuan ialah kecantikan padahal kecantikan tidak hanya tentang fisik tetapi juga pada hati atau innerbeauty. Menolak ke-liyanan salah satunya ialah dengan menjadi diri sendiri serta memanfaatkan waktu untuk mengerjakan hal lain yang produktif tentunya yang terlepas dari perawatan kecantikan. 

Selanjutnya, Beauvoir dalam Tong (2010) juga menjelaskan bahwa setiap perempuan harus menggariskan nasibnya sendiri – harus dimengerti dengan hati-hati. Situasi hukum, politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan yang menghambat perempuan. semua itu tidak menjadikan batasan bagi perempuan untuk menentukan nasibnya, dalam artian perempuan memiliki kebebasan untuk mengeksistensikan dirinya.

-yN-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun