Â
"Gak, tahu nih. Papi tiba tiba jadi melow begini, Â menangis pas lihat Ka'bah,Â
Jadi Kepengin banget pergi haji".
Suatu hari  di Tahun 1999, menjelang matahari terbenam, sahabat masa kuliahku terlihat  menangis sesegukan sambil memandangi layar televisi tabung di ruang tamunya.  Saat Azan magrib berkumandang, dia terduduk  bersandar di kursi. Aku sangat heran dengan kelakuannya ini. Sebagai sesama  lelaki, apa yang terjadi saat itu  agak aneh. Tampang "gahar" kalau berkata sangat lantang namun tiba tiba menjadi seorang penyedih begitu.
"Gue kalau lihat gambar Ka'bah di manapun selalu sedih dan menangis". Begitu jawabnya sambil mengusap matanya, malu.Â
Singkat kata puluhan tahun kemudian, belum ada tanda - tanda kabar dia akan umroh atau pergi haji. Kemudian aku dapat informasi, dia lebih mendahulukan Ibu Kandungnya yang pergi haji ketimbang dirinya sendiri. Semua biaya perjalanan orang tuanya dia yang membiayainya. Alhamdulillah, senang sekali mendengar kabar tersebut.Â
Semoga dimudahkan rezeki untuk sahabatku ini agar pergi haji bareng keluarga intinya karena telah berlaku sholeh terhadap ibunya.Â
========
Tahun 2007, saat sedang naik Taxi ke rumah client, aku berbincang dengan sang supir. Sampai di suatu titik dia bercerita bahwa dia sudah mendaftar untuk pergi haji.Â
Kira - kira 7 tahunan lah dia akan berangkat dari kuota haji yang didapatkannya. Banyak teman temannya pesimis, bahwa keputusannya pergi haji itu tidak sesuai kemampuannya, namun ia tetap teguh.Â