Mohon tunggu...
Yusminiwati
Yusminiwati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Langkah besarmu di masa depan dimulai dari langkah kecilmu hari ini.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hikmah dari Langit

28 November 2018   21:30 Diperbarui: 28 November 2018   21:36 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

merupakan salah satu judul artikel/kisah dari 78 judul dalam Buku berjudul Hikmah dari Langit (Refleksi Kebijaksanaan Sehari-hari) karangan Ust. Yusuf Mansur dan Budi Handrianto.

Allah SWT memberikan pelajaran kehidupan kepada umat manusia. Pelajaran dari Allah itulah yang dinamakan hikmah. Kita sering menerjemahkan hikmah dengan kebijaksanaan atau bijaksana. Dan di dalam Al-Qur'an istilah hikmah yang merupakan langsung dan asli dari Al-Qur'an disebut sebanyak 20 kali. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2: 269) yang artinya:

"Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari Firman Allah)."

Hikmah yang mengendap di dalam pikiran dan hati sanubarinya, akan menjadi penggerak dan memandu hidupnya ke arah yang lebih positif. Hikmah ada bertebaran dimana-mana, tinggal bagaimana kita pandai-pandai melihat dan memanfaatkannya. Rasulullah SAW bersabda,

"Hikmah adalah harta milik kaum muslimin. Di mana pun kamu temui, boleh kamu memungutnya." (Al-Hadits)

Sir Bernard Shaw, seorang pujangga Inggris pernah berkata, "Jika saya punya sebuah apel dan Anda punya sebuah apel pula, lalu apel itu kita pertukarkan, maka masing-masing kita punya satu apel. Namun, bila saya dan Anda masing-masing punya sebuah hikmah, lalu hikmah itu kita pertukarkan, maka masing-masing kita punya dua hikmah, atau bahkan lebih.

Persoalannya, meskipun hikmah itu ada dimana-mana, tidak gampang seseorang untuk mengambilnya. Ada kalanya memang susah untuk diambil, terkadang pula seseorang malas untuk mengambil. Kemampuan mengambil hikmah juga tergantung masing-masing individu.

Yahya bin Mu'adz ar-Razi berkata, "Hikmah itu turun dari langit. Ia masuk ke dalam hati setiap insan, terkecuali hati empat macam, yaitu:

  • yang condong pada harta dunia,
  • yang risau rezeki esok hari,
  • yang hasud akan saudara,
  • yang Cuma mengejar posisi duniawi."
  • Yahya bin Mu'addz ar Razi juga berkata, "Seorang yang punya akal sempurna akan mengerjakan tiga sebelum menjadi tiga.
  • Meninggalkan dunia sebelum ditinggalkannya
  • Membangun kuburnya sebelum dimasukkannya
  • Mengerjakan apa yang Allah ridha sebelum menghadap-Nya

Penjelasan tentang orang-orang yang tidak dapat menerima hikmah:

Pertama, orang yang hatinya condong pada kehidupan dunia. 

Apa yang dipikirkan selalu menyangkut harta kekayaan. Penghitungannya selalu untung rugi. Logika yang dipakai adalah logika materialisme. Ia sama sekali tidak memperhatikan aspek spiritual atau ruhani. Tentu orang seperti ini tidak dapat memetik hikmah. Dirinya sudah berusaha sekuat tenaga. Contoh: Ia mencoba membangun bisnis kuliner. Setelah persiapan dan pengorbanan yang cukup besar, warungnya tidak laku. Ia sama sekali tidak mau menerima kegagalan yang diterimanya. 

Baginya, kalau orang berusaha pasti akan mendapatkan laba. Padahal jika dia mau membuka hati dan melepaskan belenggu duniawinya banyak sekali hikmah yang dapat dipetik dari kegagalannya. Dengan demikian ia akan dapat merasakan hikmah yang nilainya lebih berharga daripada segala keberhasilan bisnisnya.

Kedua, orang yang selalu risau dengan rezeki Allah

Ia selalu khawatir apakah besok ia dapat hidup. Bagaimana besok saya makan? Orang yang risau dengan rezeki Allah sama dengan tidak percaya dengan kemahakuasaan Allah SWT. Ia lupa bahwa Allah yang memberikan rezeki. Dengan kerisauan hatinya akan rezeki Allah maka dirinya akan sulit mendapatkan hikmah. 

Orang seperti ini harus mengubah paradigma yang selama ini ada di benaknya. Ia harus mengubah keyakinannya dari apa-apa yang dia usahakan sendiri menjadi Allah sebagai penentu. Ia harus yakin bahwa Allah akan memberikan rezeki kepada semua makhluk termasuk kepada dirinya. Bahkan binatang melatapun sudah Allah atur rezekinya. Dengan paradigma keyakanan yang baru inilah pintu hatinya akan membukakan hikmah yang sangat berharga bagi dirinya.

Allah menjamin rezeki makhluknya, terutama rezeki manusia. Hanya saja, Allah juga mewajibkan manusia untuk bekerja dan berupaya untuk 'memburunya'. Rasulullah SAW membuat analogi orang yang mencari rezeki dengan seekor burung yang mencari makanan. Beliau bersabda:

"Andai kalian bertawakkal kepada Allah secara benar, tentu Dia akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Burung pergi di waktu pagi dalam kondisi perut kosong dan kembali dengan perut yang kenyang" (HR. Tirmidzi)

Orang yang meyakini bahwa Allah adalah pengatur dan pemberi rezeki menunjukkan bahwa orang tersebut mempunyai iman yang kokoh kepada-Nya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-A'raf(7: 96), yang artinya: "Andai penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, tentu Kami bukakan untuk mereka pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi."

Suatu ketika Nabi Sulaiman AS ingin mengetahui bagaimana Allah memberikan rezeki kepada seluruh makhluk-Nya di dunia ini. Untuk itu, ia bertanya kepada seekor semur, berapa banyak rezeki yang Allah berikan kepadanya dalam setahun. Semut itu menjawab bahwa ia memperoleh rezeki sebesar kepalan tangan sang Nabi.

Mengetahui hanya sebesar itu rezeki yang diperoleh semur, Nabi Sulaiman merasa tidak kesulitan untuk memberikannya kepada semut tersebut. Nabi Sulaiman lantas membuat kesepakatan dengan semut tersebut agar mau masuk ke dalam botol yang telah diisi dengan makanan sebesar kepalan tangan beliau. Semut pun setuju.

Setelah semut masuk ke dalam botol, mulut botol itu ditutup. Setahun kemudian, Nabi Sulaiman ingin melihat keadaan semut tersebut. Ketika ia membuka tutup botol, ternyata semut itu hanya memakan sebagian makanan yang telah disiapkan. Nabi Sulaiman heran, kemudian bertanya kepada semut mengapa makanan tidak dihabiskan. Bukankah ia mengatakan bahwa rezekinya dalam satu tahun sebesar kepalan tangan Nabi Sulaiman?

Mendengar pertanyaan itu, semut menjawab, "Wahai, Nabi yang Mulia! Memang benar apa yang aku katakan, bahwa aku memperoleh rezeki sebesar kepalan tangan dalam satu tahun. Namun, itu terjadi ketika aku tidak berada di dalam botol ini. Ketika itu, aku sangat yakin Allah akan memberikan rezeki kepadaku dan Dia tidak akan melupakanku walau sedetik pun. Tetapi kini, aku yang lemah ini terkurung dalam botolmu. Apakah kau bisa menjamin bahwa dirimu tidak akan lupa memberiku makanan setelah satu tahun berlalu? Apakah kau berani menjamin hidup dan rezekiku dengan tanganmu?"

Mendengar jawaban tersebut, Nabi Sulaiman tertegun. Ia kemudian bersujud dan memohon ampun kepada Allah serta melepaskan semut dari botol itu.

Kisah di atas seharusnya membuat kita sadar bahwa selama kita yakin Allah Maha Pemberi Rezeki, kita tidak pantas khawatir  kekurangan rezeki untuk melanjutkan kehidupan ini.

Berikutnya, ketiga, orang yang tidak dapat menerima hikmah yang Allah curahkan di muka bumi adalah orang yang hasud terhadap saudaranya.

Ia iri dengki terhadap apa saja yang dilakukan oleh saudaranya atau orang yang tidak dia sukai. Kalau orang yang dia tidak sukai itu sedih atau tertimpa musibah, dirinya akan senang. Hatinya menjadi ceria atas kedukaan orang yang dia dengki. 

Sebaliknya, kalau orang tersebut gembira, berhasil atau mendapatkan kemenangan, dirinya sedih. Bahkan mungkin sampai jatuh sakit karena penyakit iri dengkinya sudah sangat merasuk jiwa. Orang yang demikian tidak dapat menerima hikmah dan kebenaran. Melepaskan diri dari penyakit hati ini akan menyebabkan dirinya tenang. Ketenangannya akan mempermudah dirinya menerima kebenaran dari siapa pun. Maka pintu hatinya akan dapat menerima hikmah.

Keempat, orang yang tidak dapat menerima hikmah adalah orang yang selalu mengejar posisi duniawi.

Orang ini sangat ambisius sehingga segala cara diterjang. Tujuannya cuma satu yaitu mendapatkan jabatan yang diinginkan. Tak peduli caranya itu halal atau tidak, yang penting tujuannya tercapai. Ia tidak memperdulikan orang lain akan sengsara atau menderita dengan sepak terjangnya. Ketidakpedulian dia inilah yang akan menutup hatinya menerima hikmah. Bagi orang seperti ini sudah selayaknya disadarkan. Jika Allah SWT menghendaki kita menduduki suatu posisi/jabatan, akan mudah bagi-Nya untuk meloloskan kita. Demikian pula sebaliknya.

Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran (3: 26) yang artinya:

"Katakanlah: Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Jika orang tersebut sudah dapat menerima dan memahami makna ayat ini, Insya Allah hatinya akan terbuka. Hikmah akan selalu tercurah kepada dirinya.

Mereka yang berbahagia bukanlah yang hidupnya tanpa masalah. Tapi mereka yang mampu mengubah setiap masalah menjadi penuh hikmah. 

Semoga Allah membimbing kita agar senantiasa mampu mengambil hikmah, sehingga dapat mengambil pelajaran dan istiqomah di dalam keimanan dan kebenaran. Amin Ya Rabbal Alamin. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun