Di dalam kamar Raisa.
Malam Minggu hampir tiba, Raisa tersenyum bahagia. Sebentar lagi keinginannya pergi bersama Reno akan terwujud. Sudah lama ia ingin melakukan pedekate.
Reno itu cowok baru di kelas Raisa. Anaknya cukup supel, tampan, dan anak band. Kesibukannya banyak. Pulang sekolah ia harus syuting, latihan nyanyi atau les. Itulah sebabnya Reno tidak punya waktu untuk bergaul dengan teman-temannya di luar jam sekolah.
Raisa bersyukur, Reno ternyata punya waktu luang Malam Minggu besok. Rencananya mereka akan makan malam di suatu cafe terkenal di Jogja.Â
Bukan pergi berdua sih, tapi Raisa akan berangkat bersama Tia, Yosi, Ken dan Damar. Sementara Reno pergi bersama Glen, Viktor dan Hari. Mereka akan ketemuan untuk membicarakan bansos yang akan diadakan sekolah guna membantu orang yang terdampak pandemi.
Raisa senyum-senyum sendiri sampai tak terasa matanya tertutup pelan dan dengkuran halus keluar dari dirinya.Â
Sabtu Pagi.
Kehebohan terjadi di kamar Raisa. Pasalnya Raisa kaget banget ada butiran merah nongol di hidungnya. Semakin Raisa memperjelas pandangannya, jerawat itu semakin besar seperti monster yang siap menerkam.Â
Pecah tangis terdengar dari kamar Raisa membuat mamanya yang sedang memasak kaget.Â
"Raisa, kamu kenapa Nak?" Seru mamanya. Ia cukup khawatir dengan putri kesayangannya yang baru masuk di kelas satu SMA.Â
"Nggak mah, nggak papa," sahut Raisa di sela isak tangisnya. Ia berusaha tenang.Â
Ia ingat kata-kata papanya bahwa apapun yabg terjadi kita harus tetap tenang. Terutama saat menghadapi suatu masalah.Â
"Tapi jerawat ini kenapa tiba-tiba nongol Waktunya nggak tepat lagi! Hiks," gumamnya pelan ia kembali sedih.Â
Apa aku harus batal datang? Reno gimana?Â
Eh, tunggu kenapa aku nggak searching skincare jerawat aja? Raisa punya ide bagus.Â
Di klinik kecantikan.
"Mbak pokoknya aku mau treatment jerawat yang paling bagus di sini. Jerawat ini harus hilang hari ini juga. Bisa, kan?" Ujar Raisa.Â
"Raisa, perawatan di sini mahal lho! Apalagi buat treatment jerawat kayak gitu," bisik Tia.Â
"Aku bawa uang tabungan kok! Pokoknya aku mau jerawatku ilang biar Reno nggak illfeel sama aku," sahut Raisa.Â
Tia membelalakkan mata, nggak nyangka ternyata sahabatnya menaruh hati sama Reno. Ia tersenyum menggoda Raisa.Â
Yang digoda baru sadar mulutnya keceplosan tadi.Â
"Kalo gitu aku punya ide yang tepat, Sa. Udah lupakan treatment. Yuk, pergi dari sini!" Ajak Tia.
Sorenya. Di kamar Tia.
Tia puas memandangi muka Raisa. Ia berdecak kagum akan kemampuannya sendiri. Meski tidak memakai kosmetik mahal, hasil make upnya terlihat cukup halus.Â
"Gimana?" Tia menyodorkan cermin pada Raisa.Â
Raisa terkejut sekaligus senang. Ia memeluk Tia sambil menjerit histeris, "Tia ini beneran kan? Bukan mimpi?"Â
Tia mengangguk.Â
"Makasih ya, kamu sahabatku yang terbaik!" Raisa memeluk Tia lagi lebih erat. Tia membalas pelukan itu sambil membisikkan sesuatu pada Raisa.Â
"Mengerti?"Â
"Iya, aman kok Tia. Tenang aja!"
Malamnya di cafe.Â
Raisa dan teman-temannya sudah berkumpul membicarakan secara serius acara bansos yang akan diadakan Minggu depan. Cukup dadakan memang. Mengingat situasi pandemi juga terjadi tanpa basa-basi melanda negeri. Maka bantuan juga harus dilakukan dengan sigap juga.Â
Dengan tetap melakukan protokol kesehatan ketat mereka terus membicarakan apa saja yang dibutuhkan untuk acara besok. Raisa terlihat tenang, ia menggunakan masker warna salem sepadan dengan bajunya.Â
Jerawat di hidungnya bersembunyi manis di balik masker dan make up hasil karya Tia. Tak ada yang tahu kejadian beberapa jam kemudian.Â
Cuaca cerah mendadak berubah menjadi mendung dan malam itu hujan turun dengan derasnya. Mengguyur taman yang sedang digunakan untuk berdiskusi.Â
Para anak remaja yang sedang asyik menikmati cemilan pun sontak berlarian mencari bagian dari cafe yang terlindungi dari air hujan.Â
Reno menggandeng Raisa berteduh di sebuah gasebo yang masih kosong.Â
Muka Raisa basah. Ia membuka maskernya yang juga basah. Mengeluarkan sapu tangan dan mengelap wajahnya.Â
Reno yang berdiri di sebelah Raisa memperhatikan. Ia tersenyum aneh. Lalu terbahak. Namun segera menahan setelah melihat Raisa yang kebingungan.Â
Tia yang juga ada di situ melihat wajah Raisa ikutan kaget.Â
Raisa panik. Ia ingat pesan Tia tadi sore, "kalau wajahmu basah jangan pernah menggunakan sapu tangan untuk mengeringkannya. Kosmetik yang kupakai tidak anti air."
Pasti saat ini Reno sudah tahu ada jerawat segede gaban di hidungnya. Raisa segera menutup hidung dan mulutnya dengan masker cadangan.Â
Kacau deh pedekateku kali ini, batin Raisa. Sementara Reno masih berusaha menahan tawa agar tidak keluar.Â
Hari Minggunya.Â
Tia menghampiri Raisa yang duduk sendiri di halaman gereja sambil menunggu jam ibadah selanjutnya.
"Hai, maafin aku ya, Sa," kata Tia sedikit ragu-ragu. Raisa terlihat cuek sambil memainkan HP-nya.Â
Tak lama Reno datang. Ia tersenyum ramah kepada mereka.Â
"Oh, kukira kamu ke gereja sendiri Sa, ternyata ada Tia juga, hai Tia!" Sapa Reno. Ia menyerahkan sebuah bingkisan untuk Raisa.Â
"Apa itu?" Tanya Tia penasaran. Raisa dan Reno beranjak memasuki gedung gereja. Mereka tampak terlihat akrab sekali.
Tia cemberut. Sebuah pesan masuk di HP-nya. Dari Raisa.
Berkat jerawat ini aku jadi bisa dekat sama Reno. Barusan dia kasih skincare buat aku coba. Nanti kalo cocok aku bakalan diendorse sama perusahaan kosmetik itu.Â
Senyum bahagia menghiasi wajah Raisa saat duduk berdampingan dengan Reno di dalam gereja.Â
Jerawatan nggak selamanya bikin malu. Tapi mendatangkan rezeki tak terduga. Dapat skincare bagus dan juga dekat sama Reno.
Makasih Tuhan dan jerawat, kata Raisa dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H