Mohon tunggu...
Yurri Nurnazila
Yurri Nurnazila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

Menyelam dalam kata, menyemai goresan pada tinta, menderma dalam makna. Si penyuka sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Daya Tarik Photocard sebagai Motif Budaya Konsumtif Kpopers

28 Juni 2021   13:05 Diperbarui: 28 Juni 2021   13:15 1811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis: Yurri N, Indriana S, Assifa, Mila N, Firdayanti, Dinda H.

Tanggal: 28 Juni 2021

Suksesnya Korea Selatan dalam industri seni kerap menjadi sebuah pertanyaan populer di antara masyarakat maupun pelaku seni di Indonesia. Bagaimana K-Pop dapat merasuki penggemarnya hingga rela mempertaruhkan harga dan kesenangan dari sebuah merchandise idolanya. 

Fenomena mengoleksi photocard sebagai salah satu merchandise 'wajib dimiliki' kini banyak dijumpai di kalangan kpopers. Harga yang ditawarkan untuk selembar kertas idola ini berkisar puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Angka yang tentunya sangat fantastis, melihat hanya sebuah kertas foto idola dan dapat diperjualbelikan dengan minat yang tinggi. . 

Photocard atau yang biasa disingkat PC ini merupakan salah satu merchandise berupa kertas yang dilaminasi, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 5,5 cm 8,5 cm. Photocard ini pada awalnya hanya bonus merchandise dari pembelian sebuah album. Namun, semakin berkembangnya minat dan daya tarik photocard, para penggemar Korean Pop pun menjadikan merchandise photocard sebagai bisnis dan ajang untuk bersaing mendapatkan Photocard limited edition. 

Koleksi Photocard, Antara Gaya Hidup atau Ikut-ikutan'

Pengakuan Putri, seorang K-Popers stan EXO yang merasakan kesenangan sekaligus bangga saat melakukan pembelian sebuah photocard idolanya. 

"Yang aku rasain ketika mengoleksi photocard ini ya ada kesenengan sendiri ketika kita bisa dapat photocard bias kita lengkap dan sebenarnya mau dapat photocard lainnya pun tidak masalah, tetapi dengan catatan kalo photocard itu memang diinginkan banyak orang juga. Jadi, bersaing untuk mendapatkan photocard rare biar yang lain iri" ungkap Putri. 

Zaini selaku Pengamat Kebudayaan Korea Universitas Indonesia, menjelaskan bagaimana fenomena KPopers dalam mengoleksi photocard. Menurutnya, fenomena ini merupakan bagian dari cara Kpopers untuk menyenangkan sendiri. 

"Di usia segitu memang sedang mencari identitas diri dan saya juga tidak tahu apakah orangnya sudah mempunyai pendirian sejak awal apa tidak. Bahkan bisa jadi mereka sambil berjalan mencari identitas dan akhirnya ketemu, ternyata saya suka dengan gaya seperti ini," ujar Zaini ketika diwawancara pada Sabtu, (26/6).

Sedangkan, kesukaan seseorang pada suatu produk disebut sebagai media interest dan para Kpopers tertarik untuk membelinya. Menurut zaini, semua dalam bentuk kesukaan hanya sebatas ajang 'ikut-ikutan saja' dan gaya hidup agar diakui sebagai grup Kpop.

"Mereka yang tidak sesuai dengan kebutuhannya bahkan juga tidak sesuai dengan karakter orang yang sudah dianggap terlalu serius dan membelinya sebagai lucu-lucuan saja sudah membuktikan ini menyukai dalam bentuk hanya ikut-ikutan" ungkap Zaini.

Peluang Bisnis dari Sebuah Photocard dan Dampak Konsumtivisme

Bagi non Kpopers akan bertanya-tanya mengenai apa yang menjadi daya tarik sebuah kertas berupa foto selfie wajah idol yang dijuluki "kertas ganteng" dan "kertas mahal". 

Hal yang bisa diketahui, pertama, photocard bukanlah sembarang kertas yang bisa dipalsukan dengan mudahnya, karena official photocard memiliki bahan print kertas dan juga laminating yang berbeda. Selain itu, terdapat photocard yang bisa dibilang eksklusif karena sulit didapatkan. Penyebab hal tersebut karena, hanya ada beberapa set di dunia dan hanya bisa didapatkan pada musim tertentu seperti "comeback" dan kolaborasi brand.

Photocard sendiri bisa menjadi sebuah investasi bagi pengoleksinya. Terlebih apabila idol grup tengah berada di kejayaan mereka, pastinya para penggemar akan berbondong-bondong memiliki photocard milik idol tersebut hingga rela mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk membeli photocard idola mereka.

Hal yang menjadi daya tarik dari photocard dibandingkan dengan merchandise lainnya menurut Putri, para penjual mengejar Kpopers yang tidak berpikir panjang, 

"Niatnya seperti mengoleksi untuk dipamerkan. Mereka tidak berpikir panjang untuk mengeluarkan uang sebesar apapun, yang penting saat dilihat temannya "gua punya semua", ujarnya. Sehingga photocard ini bisa menjadi peluang bisnis bagi para K-popers.

Menurut Putri, menjadi hal wajar jika photocard dijadikan sebuah peluang bisnis. Karena bagi para Kpopers, asal photocard tersebut official (red. asli/orginal) maka akan dibeli tanpa berpikir jauh tentang harga.

"Aku pun juga sama kalo ada orang yang beli ya aku jual ke mereka dengan harga yang gak dipikir. Karena mereka pun gak pernah membandingkan dengan seller lain dan sebagainya, yang penting official, ya dibeli. Padahal kan sebenarnya dengan dia beli photocard itu menurutku tidak menaikkan penjualan album si idol ini," ungkap Putri, pengoleksi juga penjual photocard.

Ekspansi Hallyu Wave Sebagai Industri Budaya Populer Manca Negara

Budaya Kpop menjadi suatu fenomena yang tidak begitu dirasakan sensasinya oleh penduduk Koreanya sendiri, tetapi begitu berdampak besar bagi penduduk di Negara lain. Menurut Zaini, Korea sangat strategikal dalam melakukan pendekatan melalui karya produksinya, salah satunya drama series. Drama-drama Korea dibuat dengan cara kreatif yang lebih mengakar pada tradisi. 

"Pada akhirnya, mereka (red. Korea Selatan) melakukan repositioning dan pengembangan kebudayaan. Ini menjadi suatu tren yang akhirnya berkembang," jelas Zaini pada saat diwawancarai Sabtu, (26/6). 

Hallyu atau 'korean wave' merupakan sebuah istilah yang merujuk kepada kebudayaan Kpop yang sangat dinamis. Berdasarkan pengamatan Zaini, istilah 'Hallyu' ini dipopulerkan oleh seorang mantan wartawan dari media Korea Dong-A Ilbo, Hojai Jung. Dia mengatakan, gelombang korea masuk ke Indonesia baru sekitar tahun 2002 dengan masuknya drama Korea di Indonesia.

Zaini yang diakui juga sebagai South Korean Culture Supporter menjelaskan, kebudayaan Korea muncul di waktu dan tempat yang sangat tepat ketika masyarakat sedang mengalami perubahan. 

Di Indonesia, kebudayaan Korea masuk dengan mudahnya. Hal ini tercermin dari negara Indonesia yang bersifat majemuk, yaitu sangat terbuka dan terbiasa dengan unsur asing. 

Selain itu, menurut Zaini, Indonesia merupakan emerging market bagi usia-usia produktif di mana umumnya sedang mencari identitas. Ini menjadi pasar terbesar yang membuat budaya Korea sangat diterima dan berkembang pesat di Indonesia. 

"Kpop ini umumnya digemari oleh mereka yang mencari identitas dan masih punya minat. Sehingga dengan dia misalnya mewujudkan minat itu, misalnya gemar akan suatu produk di dalamnya (red. Merchandise Kpop). Ini akhirnya menjadi suatu bagian yang ada di dalam masyarakat di mana kebudayaan itu masuk," jelas Zaini. 

Mengglobalnya kebudayaan Kpop, secara tidak langsung mengembangkan industri 'Hallyu' sebagai industri kreatif. Ada distribusi yang sangat dinamis di mana di dalamnya menjadi sesuatu yang menggairahkan dari segi ekonomi. 

"Jika ditanya, kapan ini akan berhenti? Jawabannya sulit karena selama kebudayaan ini masih banyak penggemarnya dan menerima masukan dari penggemar. Selama itu juga budaya akan terus berkembang," ujar Zaini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun