Kita berpikir positif saja, yang terbiasa sinis dengan seseorang, mungkin karena kurang membaca atau belum membaca, atau karena faktor usia yang relatif muda. Sastri bukan orang baru dalam dunia sastra. Karya-karyanya sudah terhimpun dalam antologi cerpen Perempuan dalam Perempuan (penerbit Forum Sastra Wanita Tamening, 1995); Sajak Berdua (Forum Sastra Wanita Tamening, 1996); 26 Penyair Hawa (1997); Puisi 1999 Sumatera Barat (1999); Antologi Penyair Sumatera Barat (2000); ...Ungu Pernikahan (Kumpulan Cerpen Bersama Titi Said, Pipit Senja, dll (Penerbit Zikrul Hakim 2008);Â
Ada jug buku novel Kekuatan Cinta (Penerbit Zikrul Hakim, 2009); Novel Hatinya Tertinggal di Gaza (Penerbit Grasindo, 2011); Antologi puisi wanita penulis Indonesia Nyanyian Pulau-Pulau (Penerbit Yayasan Obor, 2010). Potongan Tangan di Kursi Tuhan (Penerbit RAhima Intermedia Yogyakarya, 2011); Menyirat Cinta Haqiqi (antologi puisi bersama Dato'Kemala, dll), terbit di Malaysia, 2012; Langit Terbakar di Saat Anak-Anak itu Lapar, Antologi puisi prosa liris 50 penyair Indonesia (Sastra Welang Pustaka, 2013); Kartini, Masih di Situkah Kau, kumpulan puisi (Penerbit D3M Kail, 2013); Kumpulan Puisi Hati Prajurit di Negeri Tanpa Hati (Fam Publishing, 2015); novel Sedikit di Atas Cinta; antologi puisi Sastra Sastri dalam Puisi, Antologi Puisi Syair Persahabatan Dua Negara (Pustaka Senja, 2015), Antologi Puisi Penyair Dunia The Gliding Snake (Penerbit WAAC Amerika), dan sejumlah buku lainnya.
 Sebagai seorang penyair, cerpenis dan novelis atau sastrawan, nama Sastri Bakry sudah ada dalam Leksikon Susastra Indonesia yang disusun Korie Layun Rampan (Penerbit Balai Pustaka, 2000); juga dalam buku Geo Sastra Minangkabau yang ditulis AA Navis. Di Wikipedia nama Sastri Bakry juga tersedia.
Dari data dan fakta di atas, terbukti Sastri Bakry sudah memulai kiprah kepenyairannya sejak tahun 1990-an dan sesungguhnya telah memberikan kontribusi bagi pemasyarakatan kesusastraan Indonesia dasawarsa tahun 1990-an sampai sekarang. Sastri dalam peta kepenyairan Indonesia bukalah kaum penghamba bakar alam. Sastri lahir dan membesar dalam lingkaran kelompok yang membaca, yang menyadari, bahwa kreativitas estetiknya menuntut wawasan, pengetahuan, informasi lain dari teks-teks yang lain.
Membaca puisi-puisi Sastri, saya melihat ada style, kekhasan atau penanda jadi dirinya, yang semuanya mengalir begitu saja, seperti seseorang yang ingat masa lalunya, lalu membuka file lama yang tersimpan dalam folder kesadaran estetiknya.
Karena itu, tidak salah Sastrawan Negara Dato' Dr Ahmad Khamal Abdullah (Kemala) yang juga Presiden Nusantara Melayu Raya (Numera) Malaysia, menilai bahwa Sastri Bakry tidak syak lagi sastrawati berbobot yang pernah dilahirkan oleh Sumatera Barat. Semenjak tiga dasa warsa yang lalu beliau mengabdi di tengah-tengah massa baik sebagai pimpinan badan sosial politik. Sebagai sastrawati Sastri sudah memamerkan belangnya yang berwarna warni. Ranah Minang dan Nusantara Melayu Raya (Numera) dan keluarga sastrawan di Malaysia merasa berbahagia karena kehadiran sastrawati yang prolifik ini.
Ketika saya membaca puisi-puisi dalam buku Hati Prajurit di Negeri Tanpa Hati (2015), yang berarti dihasilkan selepas Sastri punya pengalaman hidup setengah abad, ekspresi puitiknya telah terbentuk pada awal Sastri menunjukkan kiprah kepenyairannya di era 1990-an. Itulah yang saya maksud membuka file lama dari folder masa lalu.
 Aura magis puisi bergerak seputar suara hati dan denyut jiwa. Sastri menyadari bahwa hakikat puisi tidak hanya sekadar luapan emosi atau ekspresi jiwa. Selalu, di sana, ada sesuatu yang sengaja disembunyikan, ada pesan yang hendak diselusupkan. Periksa puisi Sastri berjudul  Surat untuk Tuan Presiden.
Tuan presiden
Ini surat-surat cinta dari mereka yang kita tinggalkan
Mereka yang kita banggakan