Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pengadilan
Dalam suatu negara hukum, lembaga peradilan memiliki peran penting sebagai tumpuan utama untuk menyelesaikan permasalahan hukum pada masyarakat. Dalam sistem peradilan di Indonesia, jaksa, hakim, pengacara dan polisi ditempatkan pada pilar pertama dalam penegakan hukum. Namun seringkali sistem peradilan ini mengecewakan banyak masyarakat terutama bagi mereka yang mencari keadilan. Seringkali keputusan para hakim dinilai kurang adil dan menciderai keadilan pada masyarakat, sehingga berdampak munculnya kekerasan pada hakim dan pengadilan.
Seringkali terjadi protes terhadap pengadilan dan protes tersebut banyak yang berujung pada tindakan kekerasan khususnya terhadap hakim. Misalnya putusan hakim yang dinilai tidak adil, tuduhan hakim menerima suap, kekerasan fisik di ruang sidang, dan perbuatan penghinaan pada pengadilan yang dilakukan dengan cara publikasi dan lainnya. Hal inilah yang disebut dengan tindakan Contempt of Court (CoC) / penghinaan terhadap kehormatan dan keluhuran hakim
Kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap pengadilan masih cukup rendah, karena Lambatnya proses peradilan, proses peradilan yang lambat dan berlarut-larut dapat menyebabkan ketidakpuasan masyarakat. Kasus-kasus yang tidak segera dituntaskan dan penundaan yang berkepanjangan mengesankan kurangnya efisiensi dan akses keadilan yang adil. Ketidakmerataan akses keadilan, ketidakmerataan akses keadilan dapat menjadi faktor yang mengurangi kepercayaan masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat memiliki akses yang sama terhadap pengadilan, baik karena keterbatasan ekonomi, geografis, atau sosial. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang sistem peradilan, kurangnya pemahaman masyarakat tentang proses peradilan dan mekanisme hukum dapat menyebabkan ketidakpercayaan. Jika masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang bagaimana pengadilan beroperasi, hal itu dapat menciptakan ketidakpastian dan keraguan terhadap keputusan yang dihasilkan.
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap peradilan seperti mekanisme komplain terhadap segala putusan hakim membuat masyarakat sering melakukan tindakan yang melanggar yang dapat merendahkan kehormatan martabat pengadilan.
Oleh karena itu pentingnya pemahaman antara advokat dan juga masyarakat yang sedang mencari keadilan. Sehingga segala bentuk putusan hakim nantinya tidak akan terjadi tindakan yang melanggar melainkan akan melakukan banding, kasasi dan lainnya jika putusan tidak sesuai yang diharapkan. Secara garis besar Contempt of Court pelakunya adalah aparat penegak hukum (APH) dan publik. Namun hakim juga dapat menjadi pelaku Contempt of Court karena salah satu faktor pencetusnya adalah perilaku hakim itu sendiri.
Maka dapat disimpulkan rendahnya budaya hukum masyarakat dan perilaku hakim itu sendiri dapat menjadi faktor yang akan menimbulkan adanya tindakan Contempt of Court. Jika masyarakat sudah banyak yang sadar hukum dan hakim juga semakin banyak yang profesional maka tindakan semacam Contempt of Court dan kekerasan akan semakin berkurang.
Upaya Meminimalisir PMKH
ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim (PMKH), dibawah ini adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan:
- Upaya yang pertama dari hakim itu sendiri, yaitu internalisasi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009; 02/SKB/P.KY/IV/2009 ) ada sepuluh prinsip. SKB berpedoman pada perilaku hakim dan kode etik guna menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim. Berikut Sepuluh Prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yaitu Berperilaku jujur, adil, bijaksana, berintegritas tinggi, mandiri, bertanggung jawab, disiplin, rendah hati, menjunjung harga diri dan bersikap profesional. Semua prinsip ini harus dipegang dan dilaksanakan dengan baik di dalam atau luar persidangan. Dalam menjalankan tugas seorang hakim, baik didalam persidangan maupun pada saat berinteraksi dengan masyarakat KEPPH harus dipegang teguh oleh seorang hakim karena KEPPH ini merupakan panduan utama bagi hakim. Penting untuk hakim berkehendak dan bertekad untuk selalu menjaga kehormatannya sendiri. Karena tanpa hakim menjaga kehormatanyna terlebih dahulu maka Contempt of Court tidak dapat dicegah.
- Upaya yang kedua dari melibatkannya perguruan tinggi. Dengan peran serta khususnya para mahasiswa fakultas hukum pada perguruan-perguruan tinggi ini yang nantinya akan dapat mencegah terjadinya praktik Contempt of Court sejak dini, karena pada perguruan tinggi inilah yang nantinya akan menghasilkan para calon-calon penegak hukum masa depan. Peran dosen yang sangat penting disini yaitu perlunya memberikan pengetahuan dan pemahaman yang baik sejak perkuliahan tentang kode etik profesi hukum. Sehingga nantinya mereka akan dapat bertugas dan bekerja dengan baik serta menjunjung tinggi kode etik.
- Upaya yang ketiga yaitu dengan cara mensosialisasikan hukum dan mengadakan penyuluhan kepada masyarakat untuk mencegah perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran hakim atau yang biasa disebut dengan Contempt of Court.
- Upaya yang keempat mengamankan jalannya pengadilan yaitu dengan menempatkan polisi khusus di Pengadilan untuk mengamankan dan meningkatkan sarana dan prasarana penanganan di Pengadilan.
- Upaya yang kelima yaitu dengan mempertegas sanksi terhadap pelaku Contempt of Court dan memberikan tindak lanjut terhadap pelaku di pengadilan.
- Upaya yang keenam yaitu dengan mengadakan koordinasi dan sinergitas yang rutin antara sesama aparat penegak hukum demi mewujudkannya peradilan yang bebas dari kekerasan dan Contempt of Court. Beberapa hal diatas merupakan bentuk-bentuk upaya untuk mewujudkan peradilan yang bebas dari kekerasan dan tindakan Contempt of Court.
DAFTAR PUSTAKA
Majalah