Mohon tunggu...
Yupiter Sulifan
Yupiter Sulifan Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik di sekolah lanjutan atas negeri di Sidoarjo

Seorang pendidik yang minat di dunia pendidikan, fotografi, lingkungan, kesehatan, sejarah, agrobis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Program Merdeka Belajar dalam Mempersiapkan SDM Unggul Menuju Era Society 5.0

27 April 2022   19:36 Diperbarui: 27 April 2022   19:44 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok Mayang Pramesti, Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Surabaya 

Terdapat kurang lebih 7 milyar populasi manusia yang tinggal di bumi yang tidak pernah berhenti berputar hingga saat ini, perputaran bumi ini menjadi alasan evolusi-evolusi di dunia terjadi. Dunia selalu bergerak membawa isinya kearah perkembangan sehingga mampu mendorong manusia yang menempatinya untuk juga bergerak dengan perubahan.

Beberapa perubahan telah ditawarkan oleh manusia pada perkembangan dunia diantaranya penemuan mesin uap untuk memproduksi barang serta menyokong transportasi sehingga mampu memperluas kegiatan ekonomi di Inggris pada abad 18 menunjukkan awal mula eksistensi revolusi industri 1.0, hal ini menunjukkan perubahan yang cukup besar bagi peradaban manusia terutama bagi sektor pengelolahan sumber daya dan produksi barang.

Beranjak ke revolusi industri 2.0 pada abad ke 20 yang ditandai dengan penemuan tenaga listrik, pada masa ini mampu membuat sistem kerja listrik digunakan sebagai sumber penggerak mesin. 

Pada masa ini juga teknik kerja industri assambly line pertama kali muncul, selanjutnya revolusi industri 3.0 ditandai dengan penemuan sistem komputasi data dan hingga pada revolusi industri 4.0 ditandai dengan adanya trend didalam dunia industri yang sistemnya menggabungkan teknologi otomatis dengan teknologi berbasis cyber.  

Hingga sampailah dunia pada era baru yakni era masyarakat 5.0 atau yang lebih dikenal sebagai Society 5.0. Konsep Society 5.0 ini awalnya diperkenalkan oleh pemerintahan Jepang (Deguchi et al., 2018). 

Konsep revolusi industri sebelumnya cenderung fokus pada bidang manufaktur saja namun dengan konsep Society 5.0 ini juga berfokus pada permasalahan sosial dengan dengan bantuan integrasi ruang fisik dan virtual (Skobelev & Borovik, 2017).

Konsep ini berangkat dari kekhawatiran akan tergantikannya peran manusia dengan teknologi yang semakin berkembang pesat, sehingga dibutuhkan sebuah konsep yang betujuan lebih memberdayakan dan meningkatkan peran Sumber Daya Manusia (SDM) secara berkelanjutan. 

Sehingga dapat dikatakan bahwa Society 5.0 ini akan berdampak pada semua aspek kehidupan manusia seperti kesehatan, pertanian, tata kota dan lain sebagainya  tanpa memandang usia, jenis kelamin, asal muasal, dan bahasa.

Society 5.0 merupakan konsep ekstrim terbaru sebagai petunjuk dalam perkembangan masyarakat dan dapat berdampak pada segala aspek kehidupan (Hayashi et al., 2017). Dampak yang dapat ditimbulkan dari Society 5.0 ini adalah pada kualitas dan kesejahterahan social yang menjadi kunci dalam perkembangan inovasi di berbagai bidang  (Serpa et al., 2020).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyongsong era baru peradaban dunia ini adalah dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang menjadi pusat pelaksanaan era Society 5.0. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, salah satunya yaitu dalam dunia pendidikan. 

Pendidikan merupakan aspek penting dalam proses mempersiapkan sumber daya manusia untuk memasuki era baru Society 5.0. Dengan memberikan pendidikan maka proses penanaman poin-poin penting yang harus dimiliki seseorang untuk terjun dalam era baru dapat terlaksana secara menyeluruh dengan menarget generasi milenial dan juga generasi Z sebagai pelaku era baru Society 5.0.

Ada beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk mempersiapkan diri memasuki era Society 5.0 yaitu Problem Solving atau kemampuan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan, tidak hanya permasalahan pribadi namun juga permasalahan yang cukup kompleks terutama masalah yang berkaitan dengan masyarakat. 

Keterampilan kedua yang harus dimiliki adalah Critical Thinking atau kemampuan seseorang untuk berpikir kritis, tidak hanya mampu berpikir kritis didalam kelas melainkan juga mampu berpikir kritis dalam lingkungan bermasyarakat.

Selanjutnya adalah Thinking Creatively atau kemampuan untuk berpikir kreatif dan juga inovatif, mengingat perkembangan jaman berubah seiring dengan semakin besarnya tuntutan dunia akan hal-hal yang baru untuk itu berpikir kreatif menjadi salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam upaya menyongsong Society 5.0.

Program pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu cara dalam mendapatkan SDM yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan trasformasi social. Program pendidikan yang sudah berjalan berdasarkan peraturan dari Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim adalah Merdeka Belajar. 

Model pendidikan cross-border dirasa cukup untuk mempersiapkan SDM yang dapat hidup dan bertahan pada kehidupan Society 5.0.  Merdeka belajar memiliki tujuan untuk mneghasilkan lulusan yang kompetitif sesuai dengan kebutuhan zaman serta menjadi pemimpin bangsa dengan kepribadian unggul.

Konsep kampus merdeka lahir karena adanya sekat antara dunia pendidikan dan dunia nyata. Pembelajaran yang dilaksanakan seringkali tidak membawa realitas faktual yang sedang menjadi perbincangan. Dampaknya akan terjadi kesenjangan antara dunia perkuliahan dengan dunia pendidikan. 

Meminjam istilah Masdar Hilmy, pendidikan dan dunia nyata seolah menjadi dua entitas mandiri yang saling terpisah satu sama lain. Padahal semuanya saling bertautan. Dalam kehidupan sehari-hari, penddikan  menyediakan SDM sedangkan industry menyediakan sumber daya yang penting yang dapat digunakan untuk pendidikan  (Sigit, 2020).

Terdapat empat hal pokok dalam wacana kebijakan kampus merdeka yang dicetuskan oleh Kemendikbud. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pastinya memiiki dasar hukum. 

Kebijakan Pembukaan Program Studi Baru diatur dalam Permendikbud No.5 dan 7, Kebijakan Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi diatur dalam Permendikbud No.5, Perguruan Tinggi Badan Hukum pada Permendikbud No. 4 dan 6 serta Hak Belajar Tiga Semester di Luar Program Studi dipayungi Permendikbud No. 3 (Kampus Merdeka - Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, n.d.)

Kampus Merdeka merupakan bagian integral dari terobosan Merdeka Belajar yang digagas Kemendikbud beberapa waktu sebelumnya. Inovasi program pembelajaran yang sesuai dengan level perguruan tinggi. Kebebasan dan pemberian hak otonom dalam menjalani pembelajaran yang lebih efektif dan fleksibel. Melalui Konsep merdeka belajar, dunia pendidikan akan menciptakan ekosistem dan SDM yang sesuai dengan tuntutan Society 5.0.

Menurut Setiawan & Lenawati (2020) proses berjalannya Merdeka Belajar untuk meningkatkan SDM pada era Society 5.0 yang dilakukan oleh perguruan tinggi di Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain  perguruan tinggi merupaka tempat berbagai inovasi dan penelitian berkembang, Smart Campus dapat dijadikan patokan untuk terlaksanakannya Smart City. 

Kekurangannya antara lain masih banyaknya perguruan tinggi di Indonesia yang masih belum terakreditasi serta jumlah lulusan yang belum memenuhi kualifikasi dengan kebutuhan dunia.

Meski demikian, nyatanya pro dan kontra tetap mewarnai peluncuran kebijakan ini. Pihak pro mendukung kebijakan ini karena memandang bahwa relevansi materi pembelajaran yang selama ini dipelajari mahasiswa di kelas dengan kebutuhan dunia industry dan lapangan masih relatif rendah. Selain itu kebijakkan ini dinilai mampu membekali mahasiswa dengan berbagai pengalaman baru dan membuka lebih lebar dunia pengetahuan.

Adapun pihak yang kontra, beranggapan bahwa kebijakan ini akan berdampak; (1) kampus akan menjadi lahan kapitalisasi dan komersialisasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, (2) membuka peluang perusahaan menyewa tenaga dengan upah murah melalui pemanfaatan mahasiswa magang, (3) kesulitan dalam hal administrasi, apalagi di masa pandemi seperti ini mahasiswa disulitkan  berinteraksi dengan administrator karena terhalang oleh jarak, (4) spesifikasi keilmuan menjadi tidak terlihat karena mahasiswa diberikan kesempatan memasuki program studi atau bidang keilmuan yang lain, dan (5) mahasiswa tidak bisa bebas memilih mata kuliah karena mereka harus memahami pengantar mata kuliah yang diambil (Priatmoko & Dzakiyyah, 2020).

(Mayang Pramesti, Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Surabaya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun