Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Antara Uang, Motivasi, dan Kinerja Karyawan

22 September 2023   15:36 Diperbarui: 24 September 2023   00:44 1755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian untuk mencapai tujuannya, Taylor beralih ke insentif finansial, padahal waktu  itu, perusahaan hanya menerapkan rencana insentif tradisional namun tidak efektif, sebab pemberi kerja mengubah tingkat insentif secara sewenang-wenang dan tentu saja tidak menarik bagi pekerja, sehingga pekerja hanya memenuhi target kinerja minimal.

Oleh karena itu, Taylor merumuskan tiga hal penting, (i) perlunya merumuskan “fair day’s work” yaitu standar keluaran yang tepat untuk setiap pekerjaan, (ii) menerapkan gerakan manajemen ilmiah, yang menekankan peningkatan kerja melalui observasi dan analisis, dan (iii) Taylor mempopulerkan penggunaan pembayaran insentif untuk memberi penghargaan kepada karyawan yang berproduksi melebihi standar perusahaan.

Strategi, Kinerja, dan Pembayaran Insentif

Dalam praktek antara insentif dan gaji sering kali digunakan saling terkait, walaupun sesungguhnya, memiliki spesifikasi makna yang beda secara mendasar. Gaji insentif—yang mengaitkan gaji pekerja dengan kinerja—adalah hal yang populer. Masalahnya adalah melakukan hal ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Sebagai contoh, suatu kali perusahaan penerbangan United Airlines mencoba mengganti bonus triwulanannya dengan lotere. Alih-alih mendapatkan bonus triwulanan ketika United mencapai sasaran kinerjanya, karyawan yang memenuhi syarat justru berhak memenangkan, katakanlah, hadiah $100.000. Karyawan memberontak, dan United kembali ke rencana bonusnya. Rencana insentif lainnya, yang dibuat oleh perusahaan Levi Strauss, secara luas diasumsikan sebagai akhir dari kegagalan produksi Levi’s yang berbasis di AS.

Insentif (freepik)
Insentif (freepik)

Hasil penelitian mengenai pemberian insentif menemukan bahwa hanya 28% dari 2.600 pekerja di AS mengatakan bahwa rencana insentif perusahaan memotivasi mereka. “Karyawan tidak melihat hubungan yang kuat antara gaji dan kinerja, dan kinerja mereka tidak terlalu dipengaruhi oleh rencana insentif perusahaan”.

Alasan besar lainnya mengapa rencana insentif seringkali memberikan hasil yang buruk adalah bahwa insentif yang mungkin memotivasi beberapa orang tidak akan memotivasi orang lain.

Motivasi dan Insentif

Beberapa teori motivasi memiliki relevansi khusus untuk merancang rencana insentif yang harus dipahami oleh perusahaan agar karyawan memberikan kinerja terbaik mereka.

Harus dikenal dan diketahui teori yang bertolak belakang dari dua tokoh penting, Frederick Herzberg dengan teoeri motivator-nya, dan Edward Deci dengan Teori Demotivatornya.

Motivasi (qb-leadership.com)
Motivasi (qb-leadership.com)

Aspek Motivator dari Frederick Herzberg

Herzberg mengatakan cara terbaik untuk memotivasi seseorang bekerja adalah dengan memberikan tantangan dan pengakuan yang diperlukan untuk membantu memenuhi kebutuhan "tingkat yang lebih tinggi" seperti pengakuan dan penghargaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun