Tiga minggu silam, tepatnya 22 November 2021, menjadi viral berita tentang toilet SPBU milik PT Pertamana yang harus bayar Rp 2000 untuk buang air kecil dan Rp 4000 untuk BAB atau mandi. Berita ini menjadi hot karena yang menviralkan adalah orang No.1 di BUMN, yaitu Erick Thohir yang melakukan sidak di salah satu toilet SPBU milik Pertamina.
Rekaman video sidak yang dilakukan sang Menteri, tidak hanya dialog langsungnya dengan penjaga toilet di dalam ruangan toilet sendiri, tetapi instruksi yang disampaikan oleh penguasa Badan Usaha Milik Negera ini kepada Direksi PT Pertamina, yaitu agar toilet SPBU milik Pertamina digratiskan dan diperbaiki, berlaku juga untuk SPBU mitra perusahaan yang di dalamnya ada Ahok sebagai Preskom.
Pertanyaannya, apa yang terjadi setelah Erick Thohir mengontrol langsung "urusan toilet" ini? Menurut berita yang bisa dibaca toilet gratis!.Â
Saya sendiri telah mencobanya, menggunakan toilet di salah satu SPBU Pertamina di sekitar jalan Pekayon Bekasi, memang gratis. Semula uang Rp 2000 saya sudah siapkan sebelum masuk toilet, tetapi di sana tidak ada yang meminta. Yang berubah hanya satu saja yaitu tanpa petugas toilet yang memungut upeti. Sementara kotak uang, meja dan kursi dan peralatan lainnya tetap masih ada. "Aroma kebersihannya" juga tidak berubah.
Pertanyaan pentingnya adalah seberapa efektif fungsi controlling yang dilakukan langsung oleh Menteri Erick Thohir terhadap manajemen yang dilakukan oleh Direksi PT Pertamina?
Artinya, Erick Thohir sebagai representasi pemilik perusahaan Pertamina sudah melakukan dengan benar fungsinya. Sebab yang sesungguhnya memiliki tanggungjawab penuh terhadap urusan toilet ini berada di tangan Board of Director PT Pertamina. Erick terbatas pada posisi sebagai share-holders dan sekaligus reperesentasi dari stake-holders yaitu pengguna SPBU yaitu masyarakat.
Ahok sebagai Presiden Komisaris pun tidak punya kewenangan langsung untuk mengurus toilet SPBU, tetapi harus dia lebih bertanggungjawab tentang urusan toilet ini ketimbang Menteri BUMN sendiri. Itu sebabnya, bisa dipahami kalau sidak toilet SPBU ini menyentil sang Preskom Ahok Pertamina.Â
Fungsi Controlling menjadi Titik Lemah
Kenyataan menunjukkan bahwa controlling merupakan area kelemahan yang sangat serius untuk memberhasilkan sebuah perusahaan, sering sekali diabaikan sedemikian rupa sehingga ketika organisasi atau perusahaan terlilit dengan persoalan, baru rame-rame ribet sana ribut sini dan mencari kambing hitam.
Sejak lahirnya ilmu manajemen hingga kini, menegaskan bahwa fungsi manajemen belum dan tidak akan berubah, yaitu dari planning, organizing, leading dan controlling (isi buku teks Management olehRicahard Daft, 2018, 13ed). Fungsi-fungsi utama manajemen yang menjelaskan urutan kunci proses manajemen dalam praktek, dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya.Â
Artinya, kegagalan banyak manajemen perusahaan maupun organisasi pada umumnya bersumber dari implementasi fungsi-fungsi manajemen. Umumnya pemegang fungsi manajemen faham teorinya, tetapi miskin bahkan zero dalam implementasi dan yang terjadi adalah common sense sesuai dengan mood dan selera si manajer. Akibatnya ya, kalau tidak babak belur dan gagal, tetapi pencapaian tujuan tidak optimal.
Umumnya para manajer hebat dalam membuat perencanaan bahkan sangat keren dengan tampilan visualisasi yang sangat menarik, tetapi lemah di fungsi-fungsi berikutnya, pengorganisasian, pelaksanaan dan utamanya di pelaksanaan fungsi kontrol.
Apa yang terjadi di SPBU Pertamina, hanya contoh yang sangat luar biasa kecil, tetapi menjadi cerminan pelaku pimpinan perusahaan dalam menginterpertasikan dan mengeksekusi fungsi-fungsi manajemen secara utuh, menyeluruh dan tuntas.Â
Sesungguhnya, bukan saja tidak ada keluhan dari lapangan, dari pelanggan, dari konsumen serta stake-holders, tetapi "telinga" pada manajernya menjadi "tertutup" dan situasi buruk di "toilet" terus saja berlangsung dengan segala asesoris problem yang muncul. Dan apapun alasan para manajer, menjadi tidak ada gunanya, karena fakta yang ditunjukkan oleh si Erick Thohir menjelaskan semua proses manajemen dalam perusahaan.
Kebutuhan Membangun Budaya Manajemen yang Kuat
Bicara tentang controlling, sesungguhnya sangatlah sederhana. Bahkan dalam literatur manajemen, pembahasan tentang fungsi controlling ini tidak banyak, hanya satu bab dan isinya dua hal kunci dibahas disana yaitu Quality dan Performance. Betul, sangat sederhana, tetapi menjadi puncak dari seluruh jerih lelah, perjuangan dan kerja keras seluruh orang dalam perusahaan melalui tahapan proses manajerial.
Fungsi controlling merupakan tahapan yang memberikan jaminan/garansi bahwa seluruh proses pelaksanaan kegiatan dalam perusahaan berjalan secara benar on the right track menuju perwujudan tujuan yang ditetapkan.Â
Jadi, fungsi controlling meliputi dua aspek dalam implementasinya, yaitu fungsi monitoring dengan memantau terus menerus proses kegiatan, dengan menjawab pertanyaan apakah semua sudah di rel yang benar? Ini fungsi sederhana tetapi berlangsung sepanjang waktu operasi perusahaan. Bagi perusahaan yang tidak memiliki sistem untuk melakukan monitoring, dipastikan fungsi kontrolingnya amburadul.
Aspek kedua adalah, melakukan perbaikan atau koreksi apabila kegiatan tidak berada di rel yang benar dan penyimpangan tidak akan terus belangsung sedemikian rupa sehingga problemnya menjadi besar dan beranak pinak. Perlakuan korektif menjadi titik lemah terparah dalam banyak perusahaan, sehingga bila diperbaiki membutuhkan waktu, biaya, tenaga dan sumberdaya lainnya yang tidak sedikit. Pun banyak persoalan tidak terselesaikan menjadi faktor kemunduran sebuah perusahaan.
Tidak ada pilihan lain, budaya manajemen yang kuat menjadi jawaban agar pengelolaan peurahaan tetap baik dan lancar sesuai perubahan yang dihadapi dan terus terjadi. Pimpinan menjadi penanggungjawab penuh untuk membangun budaya manajemen yang kuat dan awet.
Perbedaan keberhasilan semua perusahaan yang hebat terletak pada area budaya perusahaan yang terbentuk secara turun temurun dalam perusahaan dan menjadi pengikat yang sangat kuat bagi semua orang dalam perusahaan maupun dengan stake-holdersnya.
Budaya perusahaan tidak nampak tetapi bisa dirasakan aura spiritual base-nya akan mengalir tak tertahakan ketika anda berada  di dalamnya bahkan ketika berinteraksi saja hal itu sudah terasa.
Datanglah di sebuah perusahaan, amati dan rasakan kekuatan magis yang dimiliki oleh perusahaan itu sebagai manifestasi dari budaya perusahaan yang dimiliki. Bila sebaliknya yang anda rasakan, itupun indikasi budaya perusahaan yang buruk, layaknya kondisi toilet di SPBU PT Pertamina.
Perlu diikuti dengan cermat, seberapa efektif fungsi controlling yang sudah diseksekusi oleh Menteri BUMN Erick Thohir, apakah perubahan akan terjadi ? Mungkin berubah, tetapi berapa lama akan bertahan perubahan itu? Bisa jadi, sebentar lagi, atau sebagian besar toilet itu sudah kembali seperti semua?
Yupiter Gulo, 14/12/21
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H