Artinya, kegagalan banyak manajemen perusahaan maupun organisasi pada umumnya bersumber dari implementasi fungsi-fungsi manajemen. Umumnya pemegang fungsi manajemen faham teorinya, tetapi miskin bahkan zero dalam implementasi dan yang terjadi adalah common sense sesuai dengan mood dan selera si manajer. Akibatnya ya, kalau tidak babak belur dan gagal, tetapi pencapaian tujuan tidak optimal.
Umumnya para manajer hebat dalam membuat perencanaan bahkan sangat keren dengan tampilan visualisasi yang sangat menarik, tetapi lemah di fungsi-fungsi berikutnya, pengorganisasian, pelaksanaan dan utamanya di pelaksanaan fungsi kontrol.
Apa yang terjadi di SPBU Pertamina, hanya contoh yang sangat luar biasa kecil, tetapi menjadi cerminan pelaku pimpinan perusahaan dalam menginterpertasikan dan mengeksekusi fungsi-fungsi manajemen secara utuh, menyeluruh dan tuntas.Â
Sesungguhnya, bukan saja tidak ada keluhan dari lapangan, dari pelanggan, dari konsumen serta stake-holders, tetapi "telinga" pada manajernya menjadi "tertutup" dan situasi buruk di "toilet" terus saja berlangsung dengan segala asesoris problem yang muncul. Dan apapun alasan para manajer, menjadi tidak ada gunanya, karena fakta yang ditunjukkan oleh si Erick Thohir menjelaskan semua proses manajemen dalam perusahaan.
Kebutuhan Membangun Budaya Manajemen yang Kuat
Bicara tentang controlling, sesungguhnya sangatlah sederhana. Bahkan dalam literatur manajemen, pembahasan tentang fungsi controlling ini tidak banyak, hanya satu bab dan isinya dua hal kunci dibahas disana yaitu Quality dan Performance. Betul, sangat sederhana, tetapi menjadi puncak dari seluruh jerih lelah, perjuangan dan kerja keras seluruh orang dalam perusahaan melalui tahapan proses manajerial.
Fungsi controlling merupakan tahapan yang memberikan jaminan/garansi bahwa seluruh proses pelaksanaan kegiatan dalam perusahaan berjalan secara benar on the right track menuju perwujudan tujuan yang ditetapkan.Â
Jadi, fungsi controlling meliputi dua aspek dalam implementasinya, yaitu fungsi monitoring dengan memantau terus menerus proses kegiatan, dengan menjawab pertanyaan apakah semua sudah di rel yang benar? Ini fungsi sederhana tetapi berlangsung sepanjang waktu operasi perusahaan. Bagi perusahaan yang tidak memiliki sistem untuk melakukan monitoring, dipastikan fungsi kontrolingnya amburadul.
Aspek kedua adalah, melakukan perbaikan atau koreksi apabila kegiatan tidak berada di rel yang benar dan penyimpangan tidak akan terus belangsung sedemikian rupa sehingga problemnya menjadi besar dan beranak pinak. Perlakuan korektif menjadi titik lemah terparah dalam banyak perusahaan, sehingga bila diperbaiki membutuhkan waktu, biaya, tenaga dan sumberdaya lainnya yang tidak sedikit. Pun banyak persoalan tidak terselesaikan menjadi faktor kemunduran sebuah perusahaan.
Tidak ada pilihan lain, budaya manajemen yang kuat menjadi jawaban agar pengelolaan peurahaan tetap baik dan lancar sesuai perubahan yang dihadapi dan terus terjadi. Pimpinan menjadi penanggungjawab penuh untuk membangun budaya manajemen yang kuat dan awet.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!