Harus diakui tidak mudah menemukan seorang pemimpin yang sempurna baik, bak seorang malaikat penolong dan penyelamat dalam segala situasi dan membawa keberhasilan yang terus menerus tiada batas bagi perusahaan yang dimpimpinnya.
Keunikan menjadi seorang pemimpin menjadi sebuah misteri yang terus diungkap sepanjang sejarah hingga kini, namun yang ditemukan adalah formula yang hanya sekedar acuan belaka, sebab ketika implementasi akan teruji seberapa efektif model atau gaya yang dipilih.
Salah satu hal yang harus disadari adalah perubahan yang terus terjadi, dan akan semakin sulit diprediksi untuk jangka panjang, menjadi alasan mengapa tidak mudah menemukan seorang pemimpin yang jempolan. Pun terus melatih dan dilatih serta diterjungkan dalam beragam situasi, tidak menjadi jaminan menemukan pemimpin yang hebat.
Pendidikan kemiliteran menjadi salah satu rujukan yang sangat bagus untuk melatih para calon pemimpin dan pimpinan puncak yang memiliki dasar-dasar yang kokoh membentuk karakter sebagai seorang pemimpin. Walaupun membutuhkan harga yang mahal, tetapi memberikan kapasitas jangka panjang mengubah sebuah organisasi perusahaan menjadi yang terbaik.
Pelatihan Membuang Sifat Buruk
Adalah "Charm School"  merupakan sebuah program pelatihan yang diadakan setiap tahun oleh U.S Army dan diperuntukkan  bagi orang-orang  terpilih dipromosikan  menjadi petinggi dalam kemiliteran.
Menarik untuk dicermati pelatihan yang diberikan, karena nampaknya sederhana tetapi sungguh sangat mendasar. Sebab yang menjadi target dari pelatihan Charm School ini adalah menghilang sifat  buruk seorang pemimpin dan mendorong peningkatan kapasitas kepribadian sebagai seorang patriot.
Ini sangat bagus, karena sifat buruk ini menjadi sumber banyak persoalan yang dilakukan oleh para pemimpin dalam banyak organisasi, baik perusahaan maupun organisasi publik dan pemerintahan. Â Artinya, kalau sifat buruk yang mendasar ini dapat dihilangkan, maka semua aspek lain tentang kepemimpinan akan menjadi kuat dan hebat.
Program pelatihan pada Charm School ini dirancang untuk mengingat  semua persertanya bahwa menjadi seorang pemimpin  yang hebat dan berkualitas harus  mampu untuk (i) peduli kepada bawahannya, (ii). Menghindari pelanggaran etika, (iii). Memiliki keberanian moral yang tinggi, dan (iv). Saling menghargai.
Keempat hal itulah yang sekaligus menjadi sumber penyakit seorang pemimpin yang membuat kinerja tidak pernah maksimal, bahkan bisa jadi gagal dalam melaksanakan perannya, dan perusahaan pada akhirnya mengalami kerugian, stagnasi dan kemunduran yang pada akhirnya bangkrut.
Sifat buruk pertama, tidak peduli bawahan
Apa jadinya bila seorang pemimpin tidak peduli kepada karyawan di dalam perusahaan yang dipimpinnya? Sulit membayangkan apa yang akan terjadi dan bagaimana masa depan dari perusahaan itu.
Pemimpin semacam ini, memiliki pemahaman yang sangat keliru tentang karyawan sebagai sumber daya manusia yang memiliki karakteristik  berbeda dengan sumber daya lainnya seperti bahan baku, mesin-mesin, informasi, bahkan uang atau modal yang dimiliki. Sebab semua sumberdaya lain itu sifatnya "mati", dan tidak akan memiliki kekuatan kalau karyawan tidak mengelola dengan benar dan baik.
Pemimpin tidak peduli artinya tidak ada perhatian untuk memberikan dorongan dan motivasi agar si bawahan melakukan pekerjaannya dengan lebih baik, berprestasi cengan baik serta melakukan inovasi yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Tidak mempedulikan karyawan menjadi indikasi kuat perilaku pemimpin yang buruk dalam hal komunikasi, pengambilan keputusan serta relasi antar karyawan. Serta budaya ketakutan yang diwarnai dengan segala macam ancaman bila karyawan tidak menuruti apa maunya si pemimpin.
Sifat buruk kedua, pelanggaran etika.
Sesungguhnya isu etika menjadi sangat penting dan sentral dalam memajukan sebuah perusahaan dalam keterkaitan dan keterikatan dengan lingkungan sekitar, dunia industry, jaringan pemasaran local dan internasional serta regaluasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pelanggaran etika oleh seorang pempin menjadi sumber persoalan akut yang mengancam keberlangsungan kegiatan perusahaan. Kalau saja pemimpin berani tidak taat dengan aturan dan lingkugan yang dihadapi, maka dipastikan juga akan banyak pelanggaran yang dilakukan secara internal. Mulai dari persyaratan operasi perusahaan sampai pelanggaran  hak-hak dari karyawan di dalamnya.
Pada umumnya, pelanggaran etika terjadi hanya karena kepentingan sesaat oleh pemimpin perusahaan, untuk menghindari biaya jangka pendek, efisiensi, dan demi profitabilitas yang harus tercapai. Akhirnya, segala cara dilakukan termasuk pelanggaran beragam etika yang berlaku.
Sifat buruk ketiga, tidak memiliki keberanian moral
Seorang pemimpin yang hebat dan sukses membawa perubahan yang baik bagi perusahaan dan juga bagi lingkungan bahkan untuk sebuah komunitas bangsa dan negara adalah yang memiliki keberanian moral yang tinggi.
Keberanian moral menunjukkan seorang pemimpin melaksanakan tugas bukan semata untuk kepentingan diri sendiri tetapi untuk kepentingan orang lain, kepentingan karyawan, kepentingan masyarakat dan bahkan juga kepentingan bangsa dan negara nya sendiri. Keberanian moral hendak menunjukkan jati dirinya sebagai pembawa perubahan yang mendasar dalam segala asapek.
Inilah bagian berat yang tidak mudah bagi seorang pemimpin, sebab dalam praktek yang terjadi adalah memelihara perilaku yang keberanian moralnya sangat rendah bahkan cenderung menghindar dari tanggungjawab moral yang lebih besar.
Ketika pemimpin berada pada titik rendah dengan keberanian moralnya, maka dipastikan akan menjadi sumber persoalan yang dihadapi perusahaan, tidak saja dari dalam dengan operasi bisnisnya, tetapi juga tekanan dari lingkungan perusahaan, pertauran pemerintah dan bahkan tuntutan perubahan global yang harus disesuaikan oleh si pemimpin.
Sifat buruk keempat, tidak saling menghargai.
Saling menghargai merupakan simpul kunci yang menyatukan semua orang dalam sebuah organisasi bahkan juga dengan seluruh stake holder-nya. Dan menjadi benang merah yang membangun team work yang super kuat untuk menghasilkan sinergi yang melampaui segala target yang diinginkan.
Bayangkan kalau seorang pemimpin memiliki sikap yang tidak menghargai orang lain, apa yang terjadi? Â Akan banyak persoalan akan muncul dan menghambat optimalisasi pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki.
Ketika seorang pemimpin tidak membangun sikap saling menghargai maka budaya kerja yang terbangun menjadi penuh ketegangan, mungkin juga ada ketakutan, dan semua orang saling berhati-hati agar tidak melanggar ketentuan si pemimpin.
Dan karenanya, situasi menjadi jauh dari kondusif untuk mengembangan kemampuan dan talenta yang dimiliki oleh setiap orang sebab tidak ruang yang disediakan oleh pemimpin untuk menghargai satu dengan lainnya.
Leading with Head dan Heart
Ricahar L Daft, dalam Chapter#05 buku teksnya berjudul The Leadership  Experience (2018) menyebut dengan Leading with Head and Heart, memimpin dengan Hati dan Kepala agar sifat buruk seorang pemimpin bisa dihilangkan.
Memimpin dengan kepala saja tidak cukup, tetapi harus diimbangi oleh memimpin dengan hati. Harus ada keseimbangan yang memadai antara kepala yang mencerminkan pikiran, rasionalitas, obsesi dan target, dengan hati yang menunjukkan emosi, perasaan, hubungan, dihargai, dimanusiakan.
Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan yang sedang terjadi saat ini menempatkan seorang pemimpin yang harus menempatkan kasih sayang dalam memimpin, dan bukan menciptakan ketakutan yang hanya menguras potensi dan peluang yang sangat berharga.
Yupiter Gulo, 20 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H