Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Human Erorr di Balik Setiap Kecelakaan: Mengapa Dibiarkan?

12 April 2021   16:45 Diperbarui: 12 April 2021   17:13 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kecelakaan dimana-mana terjadi dan hampir setiap waktu. Akibatnya banyak korban berjatuhan. Beberapa tahun yang lalu dilaporkan, rata-rata 3 orang meninggal dunia setiap jam karena kecelakaan di jalan (kominfo.go.id). Menarik, 61% penyebabnya karena faktor kemampuan dan karakter supir, 9% karena faktor teknik kendaraan, dan sisanya 30% faktor prasarana jalan dan lingkungan.

Data korban kecelakaan ini sungguh mengerikan. Informasi yang hampir sama oleh tempo.co melansir data yang dikeluarkan oleh KNKT bahwa setiap hari ada 70 orang meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas. Jumlah korban yang melebihi korban meninggal akibat narkoba, dan cenderung naik. Keadaan ini berbeda dengan kejadian di negara AS dan Eropa yang data kematian kecelakaan setiap tahun cenderung menurun.

Dibandingkan dengan bencana alam seperti banjir misalnya, kelakaan yang memakan korban di jalan, dianggap sesuatu yang biasa saja dan tidak ada yang meributkan. Sesuatu yang yang aneh dan harusnya tidak boleh dibiarkan karena disana ada korban jiwa manusia dan harta benda.

Human Erorr

Kecelakaan maut Bus Tri Padma Kencana di Tanjakan Cane Kabupaten Sumedang pada Rabu 10 Maret 2021 yang lalu memakan korban jiwa 30 orang dari 66 penumpang bus yang baru pulang dari perjalanan ziarah dan berasal dari satu  daerah yaitu Cisalak Subang. Bus yang mereka tumpangi terjun ke jurang se dalam 10 meter tanpa ampun ketika sang supir tidak mampu mengendalikan kendaraan yang nampaknya rem-nya blong. 

Sebetulnya, rombongan keluarga-keluarga peziarah ini sudah menuju pulang, dan menginginkan jalan yang bebas kemacetan supaya cepat sampai lalu mengambil jalan pintas melewati desa yang mungkin tidak representatif dengan tanjakan, sempit, tikungan akhirnya berakhir naas di dasar jurang.

Polisi menyimpulkan adanya human error dalam kecelakaan tersebut seperti diberitakan oleh Harian Kompas (Sabtu 13 Maret 2021), ada sejumlah faktor yang memicu antara lain kondisi jalan yang menurun - menikung, tetapi yang paling potensial itu human error, pengemudinya kurang terampil, Dengan kondisi jalan diduga supir tidak mampu mengatur kerja kopling dan rem.

Jalan mulus dan lebar serta tanpa hambatan bukan jaminan bebas dari kecelakaan, pun di jalan sempit dan buruk tidak selalu kecelakaan terjadi. Data yang ada menjelaskan kalau sebagian besar, 61% kecelakaan karena supir pembawa kendaraan. Tidak saja pengetahuan tetapi juga skill dan terutama attitude-nya dalam melakukan tugas driver.

Supir tidak hanya bisa menginjak gas, dan rem serta kopling tetapi keseluruhan pengetahuan tentang kendaraan yang dibawanya. Mulai dari kondisi mesin, body kendaraan, semua instrumen yang minimum harus ada, tetapi juga tentang keadaan dan lingkungan jalan yang dilewati. Semuanya menyatu dalam diri seorang pengemudi agar mampu sampai ke tujuan dengan nyaman, aman dan selamat.

Literasi Risiko Mendesak

Tugas dan tanggungjawab sebagai pengemudi kendaraan sangat berisiko karena kalau kecelakaan terjadi maka taruhannya tidak hanya materi saja tetapi juga nyawa orang, baik si supir sendiri dan terutama penumpang yang berada dalam kendaraan. Kondisi kendaraan bisa sangat prima, tetapi situasi jalan yang dilewati bisa tidak baik atau lingkungan dan cuaca yang berat yang mendorong potensi kecelakaan terjadi.

Anehnya, kenyataan menunjukan, banyak orang mengambaikannya, dengan pengemudi yang sangat tidak memenuhi syarat. Pun, dalam banyak kasus sering tidak memiliki izin mengemudi misalnya, atau belum lulus kir untuk kendaraan publik. Dan banyak hal lain tentang mengabaikan persyaratan kunci sebagai upaya menghindari risiko kecelakaan.

Literasi tentang risiko menjadi jawaban untuk menurunkan angka kecelakaan dan korban jiwa yang terjadi dari kecelakaan di jalan. Saatnya pengemudi tidak sekedar memperoleh selembar kartu Surat Izin Mengemudi (SIM), tetapi dibutuhkan pengetahuan mereka tentang risiko apa saja yang harus dikuasai dan bagaimana cara memitigasi risiko itu.

Proses memperoleh SIM menjadi pintu kunci me-filter kelayakan memperoleh SIM bagi siapa saja. Tidak hanya itu, harus ada ujian ulang bagi mereka yang memperpanjang SIM itu. 

Memperoleh SIM dengan sangat mudah, bahwa masih saja juga terbuka jalur jalur kemudahan bagi siapa saja  menjadi indikasi dari ketidakpedulian atas tingginya kecelakaan di jalan yang memakan korban jiwa segtiap jam. Setiap orang harus memiliki kesadaran yang tinggi untuk tidak mudah mengemudikan kendaraan tanpa kesiapan yang prima karena disana ada taruhan jiwa bila kecelakaan  terjadi.

Masyarakat dan bangsa yang maju adalah yang memiliki kesadaran tinggi tentang risiko sehingga mempunyai budaya risiko yang tinggi dalam segala aspek kehidupan. Para CEO atau manajemen dalam suatu organisasi dan perusahaan selalu mengedepankan risiko dalam membuat perencanaan kegiatan perusahaan dan diikuti oleh semua orang yang ada dalam perusahaan. 

Hasilnya adalah perusahaan akan memiliki budaya organisasi yang kuat sebagai modal dasar untuk bisa berhasil dan memenangkan persaingan secara terus menerus. Banyak perusahaan bahkan organisasi selalu gagal karena aspek risiko tidak menjadi pertimbangan kunci dalam membuat rencana setiap tahun.

Yupiter Gulo, 12 April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun