Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seberapa Berbahaya Pemimpin Kharismatik?

25 November 2020   06:02 Diperbarui: 25 November 2020   06:13 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kai.or.id/

Pertanyaan tentang seberapa berbahaya charismatic leader itu menjadi menarik dicermati ketika Jusuf Kalla menggunakan contoh Habib Rizieq Shibab sebagai pemimpin kharismatik yang mengisi kekosongan kepemimpinan nasional saat ini, dan menawarkan pilihan alternatif bagi publik.

Apa sesungguhnya kehebatan dan kelebihan tetapi juga kelemahan dari seorang pemimpin yang kharismatik? Bagaimana seorang charismatic leader memainkan perannya sehingga mampu memiliki banyak pengikut?

"...Karena ada kekosongan kepemimpinan nasional yang dapat menyerap aspirasi masyarakat secara luas. Adanya kekosongan itu, begitu ada pemimpin yang kharismatik, katakanlah kharismatik begitu, atau ada yang berani memberikan alternatif, maka orang mendukungnya. Ini suatu yang disebut masalah Habib Rizieg, ini sesuatu indikator, bahwa ada proses yang diperbaiki dalam sistem demokrasi kita.." Jusuf Kalla

https://www.tribunnews.com/
https://www.tribunnews.com/
Dalam sejumlah literatur kepemimpinan, menjelaskan bahwa charismatic leader memiliki sebuah pengaruh emosional, yaitu melibatkan emosi mereka dalam kehidupan pekerjaan sehari-hari, yang membuat mereka terlihat energik, antusias, dan menarik bagi orang lain serta dapat menginspirasi orang-orang dalam organisasi. 

Jadi, pemimpin kharismatik lebih fokus pada menanamkan kekaguman ketimbang meningkatkan Kerjasama dan pemberdayaan para pengikutnya.

Dalam buku teksnya berjudul Leadership (2017), Richard L Daft mengidentifikasi hal aspek tentang seorang pemimpin kharismatik, yaitu:

  1. Membangun perspektif bersama dan visi ideal agar bisa diterima sebagai  pemimpin yang disukai dan dianggap menjadi pahlawan terhormat yang layak untuk di identifikasi dan ditiru
  2. Dalam kontek relasi dengan status quo terus berusaha menciptakan suasana perubahan
  3. Menempatkan tujuan masa depan dalam visi ideal yang sangat berbeda dari status quo.
  4. Artikulasi visi dan motivasi yang kuat dan inspiratif untuk memimpin
  5. Menggunakan cara yang tidak konvensional untuk melampaui tatanan yang ada
  6. Dalam mengelola pengaruh, melampaui posisi; kekuatan pribadi berdasarkan keahlian dan rasa hormat serta kekaguman terhadap pemimpin

Kata kunci bagi seorang pemimpin kharismatik adalah "kekakaguman". Dengan segala macam cara selalu tampil dengan target agar pengikutnya terpukau dan terheran-heran terhadap setiap gerak, dan panggung menjadi kebutuhan utama untuk mempertontonkan kekaguman itu. Tidak peduli apa dan bagaimana cara mengubah keadaan para followernya dengan baik.

Baca artikel terkait : "Warning" JK tentang Kekosongan Kepemimpinan Nasional: Opini atau Fakta?

Oleh karena yang digarap dan dieksploitasi habis-habisan ada pada area emosi, mood dan perasaan maka tidak bisa di hindari kecenderungan sangat kuat akan "terbiusnya" pendengar dan pengikut. Sangat mungkin, mereka akan lupa diri tentang kondisi riil nan empiris yang di alami. 

Si pemimpin kharismatik mampu mengaduk-aduk emosi pendengar dengan segala visi dan mimpi ideal yang ditawarkan yang hanya retorika belaka saja.

Beragam dan berlapis angan-angan akan divisualisasi dengan ganasnya sedemikian rupa sehingga orang akan mampu berhalunisasi tanpa batas. Dan kalau sudah demikian, maka pengaruh itu menjadi sangat efektif dan apapun yang diinginkan si kharismatik akan mudah dicapai, kepentingan pribadi bahkan sangat pribadi. Dia akan menjadi tokoh dan pusat segala kepentingan.

Nampaknya persoalan yang dihadapi pemimpin kharismatik tidak berorientasi untuk memikirkan bagaimana memperdayakan dan mengembangkan kehidupan nyata yang lebih baik dan maju bagi poengikutnya. Karena fokusnya bukan untuk mengubah keadaan secara nyata, tetapi menggiring emosi dan mengakui dan mengagumi sang charismatic leader.

Pada tataran teori kepemimpinan tidak ada yang salah dan keliru dan sah-sah saja sebagai metode, cara bahkan strategi yang dipilih seorang leader agar tujuan yang diinginkan tercapai.

Gaya pemimpin kharismatik ini hanya salah satu bentuk bagaimana seorang pemimpin menggunakan power and influence, memainkan kekuatan dan pengaruh sebagai salah jiwa dari kepemimpinan. 

Sebab, leadership itu menunjuk pada upaya seorang leader mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan (bersama/sjared goal and vission).

Lagi-lagi Richard L Daft (2017) mengidentifikasi ada 4 gaya seorang pemimpin yang menekankan pada penggunaan power dan influence dalam menghadapi pengikutnya, yaitu :

  1. Transformational Leadership
  2. Charismatic Leadership
  3. Coalitional Leadership
  4. Machiavellian-Style Leadership

Pemimpin yang memberikan perhatian untuk mengubah dan mengembangkan pengikutnya ada pada gaya tranformasional dibandingkan dengan tipe pemimpin lainnya yang hanya berorientasi pada kepeningan individual dan pribadi bahkan mungkin kelompoknya saja.

Pemimpin tranformasional ditunjukkan oleh kapasitasnya membawa perubahan yang serius dan nyata baik untuk orang yang dipimpinnya dan terutama untuk perubahan bagi lembaga atau organisasi yang dipimpinnya. 

Transform leader punya kemampuan memimpin perubahan dengan visi, strategi dan budaya organisasi bahkan memprosikan beragam inovasi dalm produk maupun teknologi.

Untuk mengerti dengan baik transformational leadership, membandingkan dengan transactional leadership. Transactional leadership itu merupakan sebuah transaksi atau proses pertukaran. 

Pemimpin mengakui kebutuhan dan keinginan pengikut kemudian mengklarifikasikan kebutuhan itu serta mereka akan puas apabila  dapat mencapai tujuan dan tugas tertentu. Pada akhirnya pengikutnya menerima penghargaan atas kinerjanya dan pemimpin memperoleh manfaat dari tugas yang diselesaikan dengan baik.

Para pemimpin yang efektif adalah yang menunjukan kedua pola kepemimpinan, baik Transformational Leadership dan Transactional Leadership. Mereka bukan hanya menekankan kemampuan membangun visi dan memberdayakan serta memberikan energi postif, tetapi juga kemampuan untuk merancang struktur, sistem kontrol, serta sistem penghargaan untuk membantu pengikutnya dalam organisasi mencapai visi.

Hal-hal ini tidak akan ditemukan pada pemimpin yang menggunakan gaya kharismatik, koalisi dan apalagi yang namanya pemimpin machaiveli yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi dan mewujudkan keinginannya. Machiavellian memiliki daya rusak yang sangat dahsyat bagi pengikut dan juga organisasi yang dipimpinnya.

Machiavellian sering dikaitkan perilaku tidak bermoral bahkan kejam yang bertujuan meningkatkan kekuatan seseorang dari keuntungan pribadi.  Kepemimpinan bergaya Machivellian, pemimpin menggunakan cara-cara apa pun yang dibutuhkan demi mempertahankan kesejahteraan organisasi.

Tidak sulit mengenali gaya Machiavellian, sebab ciri-cirinya adalah : (i) Pemimpin berasumsi bahwa pada dasarnya orang itu berubah-ubah, serakah, penipu,  (ii) Mengingatkan bahwa berusaha menjadi pemimpin yang paling disukai bisa menjadi bumerang saat masa sulit yang menuntut tindakan keras, (iii) Pemimpin tidak memiliki masalah mempertahankan atau menggunakan kekuasaan dengan cara menipu untuk menjamin keamanan organisasi, (iv) Tidak keberatan mengeksploitasi ketakutan dan keinginan orang agar mengikuti aturan dan melakukan yang diperlukan demi kebaikan secara keseluruhan.

Untuk mengukur bahayanya sebuah gaya kepemimpinan sangat tergantung dari banyak faktor, baik aspek internal dan juga ekternal. Tetapi memahami empat gaya diatas, termasuk kharismatik itu, dapat diidentifikasi arah kencenderungan yang akan dituju. Ini sebuah pola yang dalam praktek batas-batasnya tidak selalu tegas dan sering berhimpitan. 

Tolak ukur yang sangat penting untuk menilai seorang pemimpin adalah dari sisi pengikut dan organisasi atau lembaga yang dipimpin. Sebab kedua itu harus mengalami perubahan yang signifikan lebih baik, lebih maju, lebih unggul dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang sedang dan akan terjadi. Nah, di luar itu, pasti pemimpinnya tidak benar!

Yupiter Gulo, 25 November 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun