Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

"Warning" JK tentang Kekosongan Kepemimpinan Nasional: Opini atau Fakta?

22 November 2020   09:22 Diperbarui: 23 November 2020   11:13 4583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: (PMI via kompas.com)

Tidak bisa dipungkiri kenyataan bahwa HR mempunyai pengaruh sedemikian besar sehingga kehadirannya menjadi pengikat bagi semua follower nya seperti bisa disaksikan baik sejak belum tiba maupun setelah berada di Jakarta. Terlepas dari beragam alasan setiap pengikut, tetapi fakta itu nyata dan bukan isapan jempol.

Peringatan yang diberikan oleh Jusuf Kalla berangkat dari kenyataan itu sebagai petunjuk atau indikator menilai sebuah kepemimpinan nasional. Dalam pemahaman bahwa kepemimpinan nasional tidak hadir di tengah publik dan digantikan oleh seseorang yang mampu membuat kehadirannya membawa pengaruh yang signifikan dan orang-orang mengikutinya.

Mengacu pada salah satu hukum yang ditawarkan oleh pakar kepemimpinan John C Maxwell, seperti saya kutip di awal tulisan ini, bahwa sesungguhnyq pemimpin sejati itu adalah mereka yang benar-benar hadir untuk mempengaruhi pengikutnya, sehingga tindakan mereka sesuai yang diinginkan oleh sang pemimpin.

Dalam buku John C Maxwell berjudul The 21 Irrefutable Laws of Leadership (2001), dari 21 hukum kepemimpinan yang ditawarkan, di bagian kedua di sebut dengan Hukum Pengaruh dan diringkaskan menjadi : "Ukuran sejati dari kepemimpinan adalah pengaruh tidak lebih dan tidak kurang". 

Hendak menegaskan bahwa seseorang yang menjadi pemimpin tidak berarti di dunia nyata dia memimpin. Dan sebaliknya, seseorang yang bukan ditempatkan sebagai pemimpin, tetapi sesungguhnya di dalam kenyataan dia lah yang memimpin.

Nampaknya, dalam konteks itulah peringatan JK sungguh bisa difahami. Kepemimpinan Nasional bukan hanya ada di tangan seorang RI-1, tetapi kolektif dengan seluruh unsur kelembagaan di Negeri ini, baik yang utama maupun yang tidak utama. Lalu, JK mengemas dengan sistem demokrasi yang tidak berjalan dengan benar, dan karenanya harus diperbaiki. 

Kepemimpinan Nasional, tidak hanya ada di tangan sang presiden, tetapi terutama di tangan Pimpinan lembaga perwakilan rakyat yang menjadi representasi seluruh rakyat yang memilih mereka. Dan nampaknya merekapun tidak hadir di tengah-tengah rakyatnya. Jadi disana memang ada kekosongan kepemimpinan.

JK mengingatkan, kalian ada di sana, di posisi masing-masing tetapi kalian tidak hadir di tengah-tengah rakyat. Sehingga pengaruh Anda tidak ada artinya di tengah-tengah rakyat yang Anda wakili. 

Jadi di sana ada kekosongan yang dirasakan oleh rakyat dengan segudang masalah kehidupan yang seharusnya dibantu diselesaikan oleh para pemimpin itu. Ini sebuah fakta yang memperlihatkan kecenderungan perilaku kepemimpinan atau leadership.

Oleh karenanya, ketika seseorang yang lalu hadir di tengah-tengah masyarakat dan menajawab kebutuhan mereka, maka pengaruh itu menjadi nyata adanya. Dan pada akhirnya pemimpin yang secara formal berada pada struktur menjadi tidak berfungsi dan tidak efektif tentunya. 

Betul, mereka pemimpin secara formal karena secara hukum memiliki posisi struktur tetapi tidak secara personal yang sesungguhnya lebih sejati dari yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun