Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

5 Alasan Mengapa Pelonggaran PSBB Itu Menjadi "Ide Gila"

13 Mei 2020   15:38 Diperbarui: 14 Mei 2020   08:17 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi PSBB di perbatasan Kota Bogor (Dok. Humas Jabar via Kompas.com)

Pemberitaan bahwa PSBB akan dilonggarkan atau direlaksasi yang begitu viral dan menuai pro dan kontra sama saja dengan ide gila dan tidak masuk akal, bahkan cenderung menjadi provokatif bagi masyarakat. Situasi pada level grass root menjadi kebingungan tentang opini PSBB dilonggarkan.

Paling tidak ada 5 alasan, mengapa ide pelonggaran PSBB itu termasuk ide yang gila dan tidak normal di tengah perjuangan bahkan pertarungan melawan dan menghentikan penyebaran virus Corona ini.

Pertama, kebijakan pemerintah tentang penerapan PSBB, rasanya belum genap dua bulan, sejak Presiden Jokowi mendeklarasikan keputusan ini. Bahkan, implementasinya juga masih belum merata di di seluruh wilayah Indonesia. Artinya, tidak bersamaan memberlakukannya. Sangat mungkin ada yang baru memulai.

Kemudian, tiba-tiba bermunculan gagasan PSBB dilonggarkan. Karena penerapannya saja masih menuai resistensi dari masyarakat dengan tidak mengikuti semua protokol yang sudah diatur oleh pemerintah.

Kedua, grafik pertambahan kasus masih tinggi,dan belum memberikan tanda-tanda penurunan yang serius. Walaupun angka kesembuhan terus meningkat lebih kencang dari yang meninggal, tetapi penambahan kasus positif setiap hari masih mengkhawatirkan. Jadi, mengusulkan PSBB dilonggarkan, itu sama saja bohong dengan segala perjuangan yang sudah dan sedang terus dikencangkan.

Ketiga, memasuki momen lebaran atau Idul Fitri yang menggoda masyarakat untuk mudik, menjadi titik atau area kritis munculnya klaster-klaster baru penyebaran virus corona ini bila penerapan PSBB dilonggarkan. Harus diakui bahwa, lebaran menjadi simpul penentu kemampuan Indonesia untuk menghentikan penyebaran virus ini.

Artinya, bila saja semua masyarakat mengikuti protokol untuk tidak mudik, dan lebih baik dirumah saja seperti yang sudah dijalani selama lebih dua bulan ini, maka hasilnya pasti signifikan baru penurunan grafik penambahan kasus positif setiap hari.

Tetapi sebaliknya, yang terjadi akan menjadi penderitaan yang semakin panjang kalau masyarakat tidak menjadi bagian kunci dalam melaksanakan protokol PSBB itu.

Keempat, melonggarkan PSBB ketika grafik penyebaran masih terus naik, sama saja melecehkan dan menghina para petugas medis yang sedang berjuang dengan penuh ketakutan untuk menyelamatkan para penderita yang sedang terpapar Covid-19, dan menjadi ujung tombak dalam ikut menghentikan penyebaran virus.

Artinya, melonggorkan PSBB sama saja akan menambah klaster atau pusat penyebaran dan membuat pekerjaan tim medis di negeri ini, serta tugas Gugus Tugas Covid-19 tidak ada gunanya.

Kelima, melonggarkan PSBB di tengah penyebaran yang masih sangat sporadis juga melecehkan jutaan warga yang selama hampir dua bulan setia berada di rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah hanya dengan harapan agar penyebaran virus terpotong rantai penyebarannya.

Artinya, sia-sialah perjuangan mereka ketika pelonggaran PSBB berakibat memunculkan pusat penyebaran virus yang baru di seluruh negeri ini.

Dengan kelima alasan di atas, pemikiran melonggarkan pemberlakuan PSBB harus saya sebut "ide gila" yang akan mengacaukan segala sesuatu dalam kehidupan bangsa ini. 

Seperti diamanatkan oleh ketentuan yang ada bahwa PSBB itu menyangkut hal yang sangat mendasar, antara lain:

  1. PSBB di Indonesia artinya kegiatan penduduk di suatu wilayah dibatasi yang diduga terifeksi oleh virus corona, dan harus dijaga agar tidak menyebar ke tempat lain.
  2. PSBB pada dasarnya menjadi acuan pelaksanaan karantina kesehatan di wilyah, selain di rumah, rumah sakit
  3. PSBB ini mempunyai tujuan yang sangat baik, yaitu mencegah penyebaran penyakit yang sifatnya darurat kesehatan publik yang menyentuh antar orang dan antar wilayah.
  4. Dalam praktiknya, PSBB juga menyentuh usaha untuk membatasi kegiatan sekolah dan pendidikan, kegiatanb ibadah dan juga kegiatan pekerjaan di kantor
  5. PSBB dilakukan secara berjenjang mulai dari pusat, propinsi, daerah sampai ke lingkungan masyarakat.

Semoga berita ini sungguh-sungguh menjadi pesan tegas bagi masyarakat bahwa pemerintah tidak pernah melonggarkan penerapan PSBB di Indonesia.

Tetapi, wacana yang ada adalah pemerintah sedang membuat simulasi kemungkinan-kemungkinan PSBB akan berakhir dengan berbagai pilihan yang ada, seperti yang dijelaskan oleh Moeldoko, Kepala Kantor Staff Presiden, dikutip dari kompas.com.

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memastikan pemerintah masih fokus melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ia pun mengatakan hingga saat ini belum ada relaksasi PSBB.

Moeldoko mengatakan isu relaksasi atau pelonggaran yang muncul di masyarakat ialah sebatas kajian yang disiapkan pemerintah bila nanti kurva penularan Covid-19 menurun. 

"Sebenarnya fokus kita adalah masih fokus kepada PSBB," kata Moeldoko saat berbincang dengan Kompas.com di ruang kerjanya di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa (12/5/2020).

Fokus pada PSBB artinya implementasinya akan terus dikawal di setiap wilayah seluruh nusantara Indonesia ini. Dengan kewenangan kondisional yang ada di masing-masing provinsi, kabupaten dan kota, bahkan hingga ke kecamatan dan desa-desa.

Ujung tombak implementasi ini ada di tangan para kepala daerah dengan garis komando di pemerintah pusat melalui Gugus Tugas Covid-19.

Selain fokus pada PSBB, tetapi fokus juga pada skenario ketika penyabaran sudah menurun dan terus menurun. 

Harusnya ketika fokus pada penerapan PSBB, juga lebih fokus kepada sanksi bagi mereka yang melanggar. Sebab tanpa sanksi maka akan menjadi sia-sia dan mubazir segala perjuangan yang dilakukan. Masyarakat tidak akan pernah bisa menghargai sebuah keputusan atau kebijakan yang sesungguhnya itu bermanfaat bagi hidup mereka.

Di tataran ini, pertanyaan kritis yang harus dijawab oleh seluruh kepala daerah, dan juga oleh setiap orang, seberapa siapkah melanjutkan kehidupan yang normal kembali saat penyebaran sudah dikendalikan? 

Nampaknya, jawaban pertanyaan ini akan sangat lebih penting disiapkan oleh setiap orang untuk menyambut sebuah keadaan baru setelah segala sesuatu yang terakait virus corona ini berlalu.

Apakah Anda siap? Apakah saya siap? Apakah kita siap?

Yupiter Gulo, 13 Mei 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun