Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jangan Salah Memilih, Mau Cari Pekerjaan atau Mencari Gaji?

28 April 2020   16:49 Diperbarui: 28 Agustus 2021   21:27 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa bisa diharapkan dari mereka yang hanya bercita-cita jadi pejabat negeri, sebagai apapun, yang hidupnya hanya penantian datangnya gaji? "~ Pramudya Ananta Toer

Ini masalah klasik nan kuno, tetapi selalu aktual nan kontekstual. Membicarakannya tiada habis-habisnya. Kadang tiada awal dan tiada akhir. Pun tidak ada rumusan masalah dan tiada pula kesimpulan yang di buat untuk ini. Yaitu Anda mau mencari kerja atau mencari gaji? Dan tebakan saya pasti benar, Anda akan mencari dua-duanya, kerja dan gaji juga hehe..

Cari gaji atau mencari kerja, semua orang bisa memberi pendapat tentangnya. Tidak harus orang pinter sekolahan tinggi membahas kedua hal ini. Karena yang tidak sekolah bisa ikut membahasnya sampai mulut berbuih-buih. Betul, ini soal kerja dan pekerjaan, dan soal gaji atau pendapatan sejumlah atau setumpuk rupiah.

Kerja dan gaji menyentuh eksistensi manusia yang ada di muka bumi ini. Maksud saya tentu orang yang normal hidupnya. Sebab, yang tidak normal tidak berlaku hal ini. Jangankan membedakan gaji dan kerja, tentang apa dirinya saja tidak mengerti.

Sangat tepat, sesuatu yang menyentuh keberadaan hakiki setiap manusia, maka setiap orang pasti bisa memberikan pandangan, opini dan pemahaman atas hal itu. Ini bukan soal benar atau salah. Tetapi ini soal pandangan hidup yang dijiwai, diyakini dan dijadikan pedoman dalam berhidup setiap hari. Kalau tidak percaya, Anda bisa mengecek di lapangan. Tanyakan kepada setiap orang tentang hal itu. Maka Anda akan menemukan jawaban masing-masing.

Jadi, kalau demikian, mau cari pekerjaan atau mau mencari gaji? 

Inilah pertanyaan sederhana yang coba di sentil agar sedikit ada pemahaman dan bisa memberikan jawaban tentang sebuah tanya kecil. Mengapoa ada orang yang sudah bekerja dengan gaji 50 jutaan rupiah, atau bahkan lebih, tetapi masih mengeluh, masih terus protes kekurangan, dan merasa hidupnya tidak menemukan damai sejahtera.

Itu sebuah kenyataan yang bisa ditemukan di mana-mana. Bahkan sangat mungkin, Anda  dan saya juga bisa termasuk dalam kelompok yang demikian.

Ini menarik untuk direnungkan dengan cermat. Karena ada juga orang yang bekerja dengan gaji yang pas-pasan, atau bahkan sangat kekurangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, dan kebutuhan keluarganya, tetapi dia fine-fine saja, happy-happy saja, tidak pernah mengeluh, senyum slalu dan tetap bergiat dan bersemangat melakukan pekerjaannya setiap hari.

Bila demikian, apa yang salah dengan manusia ini. Orang yang pertama dengan gaji besar tetapi mengeluh melulu dan masih terus rajin berhutang misalnya? Atau orang kedua, koq aneh, selalu gembira salam bekerja, happy setiap hari dan tidak pernah mengeluh tetapi gaji serba kekurangan?

Mohon maaf, saya mau meluruskan cara berpikir saya tentang dua hal ini, antara cari gaji dan mencari pekerjaan. Paling tidak ini bagian dari pengalaman eksistensi hidup yang sudah dijalani, dan saya terapkan di sepanjang jalan kenangan hidup ini. Pengalaman ini menolong saya untuk mampu memisahkan secara sederhana tetapi mendasar antara keduanya.

Saya ingin memulainya dengan tuntunan sebuah pertanyaan sederhana. Kalau diurutkan, mana yang lebih dahulu mendapatkan gaji atau mendapatkan pekerjaan? Atau gaji dulu baru kerja? Atau kerja dulu baru gaji? Atau mana yang lebih penting gajinya atau pekerjaannya?

Dari sisi etika kepercayaan saya, yang utama dan pertama adalah kerja atau pekerjaan dahulu, baru gaji atau pendapatan. Tidak boleh dibalik urutannya. Dibalik itu artinya hanya akan merusak cara padang Anda tentang hidup dalam menjalani profesi atau pekerjaan apa saja. Dan dipastikan masalah yang dihadapi akan jauh lebih rumit.

Pada mulanya, manusia di dunia ini tidak pernah mengenal gaji. Tetapi mengenal dengan sangat baik tentang kerja. Karena hakekat orang hidup adalah kerja, kerja dan kerja. Artinya apa? Kerja itu merupakan cara manusia mengimplementasikan hidup yang sudah di anugerahkan oleh Tuhan Allah Yang Maha Kuasa nan Maha Pengasih.

Perhatikan dengan baik-baik. Mengapa Anda memiliki anggota tubuh seperti kaki, tangan, dan lain sebaginya? Itu harus terus digerakkan secara teratur dan disiplin agar tubuh Anda tetap sehat, kuat dan bertumbuh dengan baik sebagai manusia seutuhnya. Setiap manusia harus menggerakkan seluruh tubuhnya dalam bentuk bekerja untuk mengolah alam sekitar, agar bisa memenuhi apa yang dibutuhkan, makan dan minum serta yang lain.

Kemudian, manusia berubah, peradaban berkembang dan bertumbuh sedemikian dan melahirkan budaya kerja dan sistem pembayaran sehingga manusia mengenal gaji. Sebagai bagian atau dampak dari seseorang melakukan pekerjaan di bidang tertentu, dan orang lain memberikannya imbalan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya.

Oleh karena itu gaji bukan yang utama, karena hanya dampak dari sebuah pekerjaan. Pekerjaan itu sendiri sarana bagi seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia seutuhkan. Karena orang yang tidak bergerak artinya bekerja, sama saja orang tidak memiliki eksistensi hidup. Dan artinya pula, orang itu tidak memiliki arti dan makna hidup yang hakiki.

Begitulah sederhananya melihat soal car gaji atau kerja.

Dalam perspektif Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, orang rekrut untuk menduduki job atau jabatan tertentu dalam sebuah perusahaan atau organisasi, karena dia dianggap memiliki kemampuan, kapasitas, keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk jabatan atau pekerjaan itu. Dan dengan begitu, maka dia diberikan imbalan sebagai kompensasi partisipasinya untuk sebuah pekerjaan.

Persoalan berapa besar gaji yang akan diberikan kepada seseorang dalam menduduki, menjalankan pekerjaaan untuk job tertentu, itu tentu soal yang lain.

Dalam asumsi segalanya normal situasinya, maka besar gaji itu memiliki takaran yang memadai. Di kenal dengan istilah internal consistency dan external consistences. Sederhananya, ada keadilan internal dan ada keadilan eksternal. Artinya pula, setiap orang di dalam perusahaan di bayara sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Jangan ada terjadi, gaji office boy lebih besar dari gaji manajer. Ini tidak ada adil karena pasti tugas dan tanggungjawabnya berbeda.

Juga gaji yang diterima oleh seorang karyawan harus wajar. Artinya, besarannya tidak jauh berbeda dengan job yang sama di perusahaan atau organisasi lain yang sama dalam satu industri. Sebab, kalau gaji lebih kecil dari perusahaan lain, maka sangat mungkin karyawan lama kelamaan akan keluar dari perusahaan untuk pindah ke tempat lain.

Pertanyaan terakhir, mengapa ada karyawan yang sudah memiliki gaji 50 jutaan rupiah bahkan ada yang 100 jutaan, tetapi masih mengeluh. Jawaabannya sederhana juga, ada yang salah dengan orang ini dalam bekerja bahkan dalam memaknai hidupnya. Dan percayalah, orang-orang seperti ini lebih banyak membuat masalah dalam perusahaan ketimbang membangun masa depan perusahaan yang lebih baik dan maju.

Kalau Anda dalam posisi Manajer atau CEO perusahaan itu, sangat mungkin Anda akan memecat orang ini kalau tidak mampu mengubah perspektifnya tentang makna kerja itu apa dan makna gaji itu apa!

Jangan salah memilih, mencari kerja atau mencari gaji. Kalau saya, pasti bukan cari gaji, tetapi mencari kerja, atau membuat pekerjaan karena dengan kerja dan pekerjaan maka gaji atau pendapatan akan dapat !

https://jagokata.com/kata-bijak/kata-gaji.html
https://jagokata.com/kata-bijak/kata-gaji.html
Yupiter Gulo, 28 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun