Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Teman Ngobrol Presiden Undur Satu per Satu, Ada Apa dengan Milenial?

24 April 2020   18:40 Diperbarui: 24 April 2020   19:25 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://money.kompas.com/read/2020/04/24/142308426/mengintip-rincian-gaji-para-penasihat-jokowi-ksp-wantimpres-hingga-stafsus?page=3

"Sebagai staf khusus, mereka jadi teman diskusi saya setiap bulan, setiap minggu, atau setiap hari. Bersama mereka, saya bisa mencari cara out of the box, yang melompat, mengejar kemajuan" -- Joko Widodo (Presiden RI 2014 -- 2024)

Itulah dua kutipan kalimat Presiden Joko Widodo ketika melantik 7 orang staf khusus nya yang mewakili generasi milenial dalam jajaran 14 orang staf khususnya. Sekaligus menjadi jawaban rasa ingin tahu publik, yang terus bergelora sejak Jokowi menjadi pemenang Pilpres 2019, perihal siapa generasi milenial yang beruntung berada di samping sang RI-1.

Kalimat sederhana Presiden Jokowi sangat jelas mengapa 7 orang anak muda milenial mendominasi posisi staf khusus pada periode kedua sebagai orang nomor satu di Indonesia ini.

Paling tidak ada 4 pesan penting yang hendak di sampaikan oleh presiden mengapa harus 7 orang milenial, yaitu:

Satu, memberikan kesempatan generasi milenial untuk ikut memimpin bangsa ini. Bonus demografi sebagai sumber daya besar yang dimiliki Indonesia ada di tangan generasi muda milenial. Artinya, masa depan kemajuan Indonesia ada di tangan generasi milenial, yang diprediksi akan menjadi prosesntasi terbesar angkatan kerja produktif memasuki 2030-an.

Kedua, mempersiapkan pemimpin masa depan tidak cukup hanya dengan bersekolah saja. Tetapi harus terlibat secara langsung dalam mengelola sebuah negeri. Poros pengelolaan ada di tangan Presiden langsung. Stafsus menjadi area strategis memahami seluk beluk kepemimpinan, birokrasi, ketatanegaraan, organisasi politik dan kepemerintahaan, dan sebagainya.

Ketiga, isu yang ada ditengah generasi milenial menjadi dasar bagi Presiden untuk mengelola generasi ini akan benar-benar menjadi sumber daya penting kemajuan pembangunan Indonesia. Dan karenany, Jokowi ingin selalu mendengar langsung dari mereka. Menjadi teman ngobrol, kawan diskusi tentang semua isu yang ada di area masing-masing dan disampaikan langsung kepada RI-1 tanpa sensor.

Keempat, gaya Jokowi untuk selalu berpikir out of the box, hanya mungkin efektif kalau dia selalu di suplai hal-hal yang baru, inovatif, pandangan jauh kedepan, dan kecepatan dengan berbasis teknologi informasi, dan komunikasi. Berpikir out of the box, sudah teruji ada dalam diri ke 7 staf khusus yang direkrut oleh istana.

Jadi, hendak dikatakan bahwa harapan dengan 7 orang milenial dalam posisi staf khusus sangat besar. Tidak saja bagi lancarnya pekerjaan Jokowi 5 tahun kedepan, tetapi juga menjadi ikon, referensi dan role model bagi generasi muda nan milenial maupun anak-anak remaja yang sedang bertumbuh saat ini.

Namun sayang seribu sayang, belum 6 bulan, satu per satu mengundurkan diri dari jabatan yang sangat bergensi dan popular ini. Di mulai oleh pemilik dan CEO dari Ruangguru, Adamas Belva Syah Devara, seorang muda berusia 29 tahun. Gara-gara perusahaan nya di tunjuk sebagai salah pelaksana program Kartu Prakerja beranggaran ratusan miliar, Belva merasa ada conflict of interest.

Hanya beda beberapa hari, disusul oleh Andi Taufan Garuda Putra, seorang milenial berusia 32 tahun pendiri dan CEO dari PT Amartha yang bergerak di bidang fintech, mengundurkan diri. Karena terkait dengan surat edarannya kepada seluruh camat se Indonesia dalam rangka program penangan pandemi Covid-19.

Dengan demikian, masih ada 5 orang lagi yang tersisa, tetapi sangat mungkin akan ada yang menyusul untuk undur juga. Publik melihat beberapa sosok lain yang juga memiliki bisnis sendiri yang potensial akan mengalami hal yang sama dengan Belva dan Taufan.

Memahami harapan yang sangat besar Presiden Jokowi pada generasi milenial ini, menjadi tanda tanya besar, ada apa dan mengapa calon calon pemimpin masa depan ini tidak bisa bertahan dan mundur kembali ke bisnis mereka? Apakah mungkin karena gaji dan fasilitas yang diterima tidak berarti di bandingkan hasil bisni yang dikelola?

Sejumlah mahasiswa di dalam kelas juga mengajukan pertanyaan yang sama pada saya. Lalu, saya sendiri juga bertanya kepada mereka, sebagai generasi milenial, karena usia rata-rata mereka adalah 20-21 tahun.

Sangat menarik respond an jawaban mahasiswa ada beberapa tentang mundurnya Stafsus Presiden itu. Pertama, generasi milenial belum siap menjadi pemimpin dalam skala besar seperti negara. Hal ini dilengkapi dengan kurangnya pengalaman dalam meminpin. Bahwa mereka sukses di perusahaan rintisan, mereka menganggap itu sangat berbeda.

Kedua, mengelola bisnis jelas sangat terukur pekerjaanya, tetapi mengelola pemerintahan yang sarat dengan aspek birokrasi menjadi tidak menarik bagi mereka yang milenial. Apalagi kalau selalu di warnai oleh kepentingan yang cenderung koruptif. Generasi milenial yang sangat idealis tidak cocok menjadi stafsus Presiden.

Ketiga, pengetahuan mereka tentang pemerintahan masih sangat minim. Sehingga dalam kasus Belva dan Taufan sangat jelas, karena yang dilakukan adalah praktek bisnis yang berlaku selama ini. Itu sah-sah saja, ada jasa ada hasil, ada biaya ada keuntungan. Nah, dalam pemerintahan hal itu tidak bisa berlaku. Konflik kepentingan menjadi simpul yang membuat mereka merasa tidak nyaman berada disana.

Keempat, generasi milenial cenderung memilih indipenden dalam menjalani bisnis bahkan juga kehidupan mereka. Dan tidak suka bergantung dari orang lain. Mereka memiliki kalkulasi tersendiri yang sulit dimengerti oleh orang lain. Semacam, selalu berpikir out of the box. Dan cenderung tidak betah berada dalam kendali orang lain. Pun dalam posisi stafsus, mereka merasa tidak bebas karena sejumlah rambu-rambu birokrasi membatasi hal itu.

Kelima, harus di akui bahwa pemahaman tentang sistem nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme di kalangan milenial berbeda dengan generasi sebelumnya. Pengabdian dan pengorban bagi negara ini, tidak selalu di mengerti seperti generasi old memahaminya.

Kalau ke lima alasan diatas yang di sampaikan oleh generasi milenial, maka apakah ke lima orang stafsus lainnya masih kuat bertahan berada disamping Jokowi dengan harapan dan target yang di mimpikan oleh Presiden hingga tahun 2024?

Yupiter Gulo, 24 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun