"Memakai masker membuat Anda lelah" - Philip Roth.
Masker atau mask merupakan salah satu kata yang paling banyak ditulis pada masa ini setelah kata Covid-19 dan coronavirus, terutama sejak wabah virus ini terus menerjang ke 210 negara dan teritori seluruh dunia. Per 20 April 2020, grafiknya seakan terus menyodok ke atas dengan tajam.
Coba googling kata masker akan muncul 185 juta kali yang berarti khusus Indonesia. Lalu, ganti dengan kata mask, Anda akan lihat angka 1,710 miliar muncul secara global. Mainkan lagi dengan kata Coronavirus dan angka 2,080 miliar sebagai indikasi secara global, dan 1,060 miliar kali untuk Indonesia. Googling juga kata Covid-19 akan muncul angka 3,040 miliar kali.
Data sederhana ini hendak menunjukkan bahwa memang pandemi virus corona menjadi isu sangat kencang, panas dan super serius secara global. Menjadi bahan perbincangan semua orang setiap saat.Â
Dan tentu saja wajar bila penyebaran Covid-19 ini tidak boleh dianggap main-main. Terlepas dari mana sumbernya dan apa obatnya. Artinya pula, mengabaikan wabah ini, akibatnya fatal. Lihat kasus di beberapa negara, kota dan tempat.
Kali ini menjadi menarik untuk memahami sisi lain dari kata masker ini. Banyak parodi muncul dimana-mana melalui status publik disejumlah media sosial yang membuat kita terhibur, tersenyum dan tertawa sendiri. Tetapi juga sekaligus menjadi cerminan eksistensi riil yang sedang dialami oleh setiap orang.
Sebagai contoh sederhana, ada juga masyarakat yang berpikir bahwa masker itu obat dari virus corona. Sehingga dengan mengenakan masker, maka mereka akan sembuh dari virus aneh ini.Â
Aneh dan lucu, bagaimana bisa masker menyembuhkan virus. Sebuah indikasi kuat, bahwa literasi tentang masker dan virus corona tidak seindag warna aslinya di tataran grass-root.
Isu masker di negeri ini tidak lagi pada soal perebutan, atau kelangkaan maupun mahalnya masker. Itu sebuah soal diawal yang sudah terselesaikan, karena pasokan secara kreatif oleh masyarakat menjawab dengan cepat kebutuhan terus bertambah.Â
Tetapi hangat saat ini terkait dengan penerapan PSBB, Pembatasan Sosial Berskala Besar, dan salah satu syaratnya memakai masker baik yang terpapar virus maupun yang tidak ketika berada di luar rumah atau dalam sebuah interaksi sosial.
Setelah hampir dua bulan WFH, Social Distancing dan PSBB dengan mengenakan masker terus menerus, bagaimana rasanya? Nyamankah mengenakan masker setiap hari? Atau mulai merasa jenuh dan "memberontak" dengan memakai masker?
Sangat mungkin apa yang kutip dari Philip Roth diatas benar adanya, Anda dan saya mulai merasa lelah dan jenuh serta bosan, dan ingin secepatnya melepaskan masker ini untuk kembali pada kehidupan normal lagi. Tapi kapan ya akan berakhir wabah virus ini?
Tapi maaf, Roth berbicara masker yang bukan penutup mulut dan hidung menghalau virus corona. Dia menyentuh kebiasaan banyak orang yang memakai "masker lain" untuk menyembunyikan jati diri yang asli dengan maksud dan tujuan tertentu yang memberikan keuntungan bagi diri sendiri.
Hidup yang berpura-pura, mengisi hidup dengan kepalsuan serta hadir dengan kepura-puraan dalam segala hal. Hidup terus dimainkan sebagai peran yang saling timpah menimpah dengan terus mengganti masker atau topeng. Dari satu topeng ke topeng lain, dari satu masker ke masker lainnya.
Memang betul, menggunakan masker akan melelahkan sekali apalagi kalau dipakai dalam jangka waktu yang lama. Bisa jadi akan melumpuhkan sendiri eksistensi jati diri dan pada saatnya mungkin akan hilang dan lupa akan siapa dirinya sebenarnya.
Seorang Pendeta terkenal dari AS bernama Rick Warren mengatakan bahwa apabila Anda memakai masker terlalu lama maka Anda akan lupa siapa diri Anda sesungguhnya. Dan orang yang lupa siapa dirinya sesungguhnya, akan merusak kepribadiannya dalam interaski sosial di tengah masyarakat.
Kehidupan para selebriti merupakan contoh yang sangat baik untuk menjelaskan bagaimana hidup mereka sering dikendalikan oleh peran-peran yang mereka lakoni dalam sebuah cerita film misalnya.Â
Saking lamanya memerankan lakon tersebut, maka ketika dia berada dalam dunia realitas sosial, menjadi pribadi yang penuh kepura-puraan.
Tetapi, bila dicermati dengan seksama, banyak juga orang yang hidup dengan sejumlah topeng setiap saat. Apakah itu dengan tujuan baik ataupun dengan tujuan yang negatif.
Masa pandemi Covid-19 di Indonesia sudah berjalan dua bulan, dan nampaknya tanda-tanda mereda masih belum ada. Karena grafik pertambahan kasus terkonfirmasi terus merambat naik.
Secara global, hari ini 20 April 2020, angka 2,4 juta sebagai kasus terkonfirmasi, dengan 165.775 kasus dinyatakan meninggal, dan 633.391 dinyatakan sembuh. Sementara di Indonesia angka terkonfirmasi sudah berada pada 6.760  kasus, dengan  747 kasus kesembuhan, dan  590 dinyatakan meninggal dunia.
Banyak yang memprediksi bahwa Mei 2020 menjadi puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia, tetapi ada juga yang memperkirakan kalau akan berakhir pada tahun 2020 ini.
Jadi, nampaknya masyarakat Indonesia masih harus bertahan untuk terus mengenakan masker hingga beberapa bulan kedepan. Paling tidak selama PSBB belum dicabut, yang sekarang sudah ditetapkan hingga akhir Mei 2020, dan diharapkan Juni 2020 sudah tidak berlaku lagi.
Semoga cepat berlalu agar masyarakat tidak lupa diri karena mengenakan masker terlalu lama.
 "Wear a mask for so long, you forget who  you were beneath  it" -- Rick Warren
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H