Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memiliki Budaya Risiko yang Lemah akan Berujung Maut

25 Februari 2020   00:51 Diperbarui: 25 Februari 2020   01:51 1835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://regional.kompas.com/read/2020/02/24/05100011/sempat-diperingatkan-warga-tak-susur-sungai-pembina-jawab-kalau-mati-di?page=all

Itu sebabnya, di negara-negara maju memiliki kesadaran yang tinggi terhadap risiko, sangat sensitif dan patuh terhadap setiap aturan yang sudah ditetapkan, rambu-rambu yang sudah dibuat, dan mereka rela berkorban secara material asalkan jiwa bisa diselamatkan. Hal sebaliknya yang dialami oleh negara-negara yang masih terbelakang.

Sesungguhnya, ini menyangkut kedalaman pemahaman masyarakat tentang pentingnya makna kehidupan yang mendasar, yang semata-mata bukan hanya demi material saja. Karena nyawa manusia jauh lebih utama dan penting ketimbang harta benda. Dan karenanya, seharusnya dalam segala hal, kejadian risiko harus benar-benar diperhitungkan. Paling tidak bisa di antisipasi dengan tindakan-tindakan mitigasi bila terjadi kecelakaan atau kejadian risiko.

Budaya risiko menjelaskan  nilai-nilai, keyakinan, pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang risiko secara bersama-sama oleh kelompok orang dengan memiliki tujuan yang sama dalam mengelola kehidupan yang dimiliki. Pemahaman ini berlaku tidak hanya untuk sebuah organisasi, perusahaan, tetapi juga bagi sebuah negara, sebuah kelompok masyarakat dalam segala aspek.

Artinya pula, bahwa budaya risiko yang merupakan sistem nilai dan perilaku yang harus ada dan dimiliki oleh seluruh organisasi dalam bentuk pengambilan kebijakan dan keputusan terkait dengan risiko yang diidentifikasi akan terjadi dalam dinamika organisasi. Dengan demikian, maka budaya risiko akan mempengaruhi siapapun yang mengelola organisasi dalam mengambil keputusan manajerial dengan menimbang antara manfaat yang akan didapatkan dengan risiko yang akan ditanggung.

Dalam konteks itu, sangat mungkin sebuah kegiatan tidak jadi dilakukan apabila risikonya sangat besar ketimbang manfaatnya. Seperti yang dilakukan oleh program Susur Sungai Sempor di Sleman sana. Apabila si pembuat keputusan, yang bertanggungjawab atas program ini tidak yakin akan risiko yang berat, dia harus memutuskan untuk tidak melakukan kegiatan tersebut. Harusnya dia memiliki informasi dan data yang lengkap tentang situasi yang akan dijalani oleh ratusan siswa yang mengikuti progra,  susur sungai ini. Walaupun acara ini merupakan agenda rutin tahunan, tetapi itu bukan alasan untuk mengabaikan risiko yang akan menimpa para siswa.

Membangun Budaya Risiko

Hidup dan kehidupan memang tidak ada yang bebas dari risiko. Sebab itulah hakekat sebuah kehidupan yang tidak bisa dihindari. Karena hanya orang yang sudah mati yang bebas dari risiko. Setiap langkah bahkan tarikan nafas makhluk hidup selalu diikuti oleh risiko yang akan terjadi, bisa besar atau kecil.

Namun, kejadian risiko itu terjadi dimasa depan dan bukan masa yang lalu. Artinya, sesungguhnya, karena risiko itu terjadi kedepan dan bukan ke belakang, maka risiko itu bisa dihitung, bisa diperkirakan dan karenanya bisa di antisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi. Dan inilah hakekat dari manajemen risiko itu sendiri.

Risiko yang bisa di identifikasi merupakan risiko yang bisa diukur, dan karena risiko bisa diukur maka risiko itu bisa dikelola. Sebaliknya yang terjadi, apabila risiko tidak bisa dikenali atau diidentifikasi maka risiko itu tidak bisa diukur, yang pada akhirnya juga tidak bisa dikelola. 

Hidup yang benar, kehidupan yang bertanggungjawab akan diwujudkan dalam kemampuan mengelola risiko itu sendiri. Kalau tidak, maka hidup hanya akan dijalani dalam kekonyolan saja. Dan itu berarti hidup akan menjadi sia-sia tidak ada gunanya.

Membentuk dan membangun budaya risiko dalam diri setiap orang tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Sebab ini menyangkut sistem nilai, mindset, bahkan sikap dan perilaku yang mempribadi dalam diri individual. Oleh karenanya, budaya risiko ini sudah harus mulai dibentuk sejak usia dini, baik di lembaga pendidikan dan lembaga institusi sosial lainnya, dan tentu saja terutama dalam keluarga sendiri. Paling tidak, hidup yang dijalani sungguh-sungguh dengan disiplin yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun