I. Mega Korupsi
Setelah agak lama terpendam dan hampir terlupakan dari hiruk pikuk pemberitaan publik, akhirnya kasus mis management yang terjadi di perusahaan asuransi Jiwasraya terangkat kembali setelah Jaksa Agung turun tangan untuk menuntaskannya yang sebelumnya tidak mampu diselesaikan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Jakarta
Mega korupsi, yang karena memang jumlah kerugian bukan lagi hanya miliaran rupiah, tetapi sudah bertrilunan rupiah dan dipastikan merugikan keuangan negara dengan jumlah yang sangat fantastis dan tidak wajar.
Apa pun cerita dan alasan yang dikemukakan, dipastikan ini adalah pelanggaran compliances atau kepatuhan pihak manajemen pada prinsip pengelolaan investasi yang benar dan tepat dan diijinkan oleh peraturan perseroan. Disana pasti ada pelanggaran tata kelola perusahaan yang baik dan benar, atau dikenal dengan Good Corporate Governance - GCG, yang biasanya demi kepentingan "pribadi atau kelompok" secara material.
Nampaknya inilah yang sudah terjadi dalam PT Jiwasraya, yang merupakan satu-satu nya perusahaan asuransi milik pemerintah atau berpelat merah. Dan karenanya secara struktur organisasi, berada dalam lingkup badan atau pun kementerian yang terkait.
Akibatnya sangat fatal, karena angka Rp 13,7 triliun merupakan indikasi kerugian negara yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan profesionalisme.
Diketahui sebelumnya dari jpnn, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, korupsi ini berasal dari investasi yang melibatkan grup-grup tertentu yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2019. Dari kegiatan itu, ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun.
II. Mis Management
Seperti diberitakan oleh jpnn.com bahwa dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sendiri sudah melakukan audit, dan potensi kerugian negara yang mencapai angka Rp13,7 triliun. Sungguh jumlah yang tidak sedikit sebagai fakta kesalahan dan kegagalan manajemen yang bertanggungjawab saat itu.
"Terlalu berani atau memang lemah dalam pengawasan managerial?" menjadi pertanyaan mendasar melihat kasus yang menjadi indikasi pidana dari kasus ini. Yang oleh pihak kejaksaan agung di duga adanya korupsi di kalangan pengelola dana tersebut.
Hukum dasar investasi "high risk high return" diterapkan secara sembarangan oleh pengelola investasi. Kesalahannya sederhana, ingin hasil sebesar-besarnya tetapi di tempat atau instrument investasi yang sangat buruk. Mengapa memaksakan? Di duga ada kepentingan yang hendak diselamatkan, walaupun terpaksa harus merugikan perusahaan.