Ketiga, Nadiem Makarim mengerti betul bahwa sesungguhnya Proses Pembelanjaran yang terjadi di dalam dunia kampus, sesungguhnya ada di bawah kontrol dan kendali penuh para Rektor, Dosen dan semua para ahli yang ada disana. Logika sederhananya, harusnya tidak ada alasan bagi perguruan tinggi untuk tidak bisa mencetak pemimpin yang berkarakter dalam kurun waktu 3 sampai 5 tahun.
Kalaupun selama ini, produk perguruan tinggi itu lulusan yang tidak kompeten, berarti ada yang salah dalam manajemen perguruan tinggi. Dan inilah yang akan menjadi pusat perhatian seorang Nadiem untuk mengubahnya secara "revolusioner" agar prioritas nomor satu ini dapat diwujudkan dengan jelas dan tegas.
Tantangan Tidak Mudah
Memahami agenda prioritas utama dari Mendikbud untuk mencetak lulusan perguruan tinggi sebagai pemimpin menjadi tantangan yang tidak mudah bagi dunia perguruan tinggi. Walaupun sesungguhnya mengontrolnya tidak terlalu sulit, karena Nadiem hanya akan membutuhkan output yang dicapai oleh setiap perguruan tinggi, dengan sebuah kriteria yang menjadi rujukan calon pemimpin masa depan yang mampu membawa perubahan di tengah-tengah masayarakat.
Mencermati pesan yang disampaikan oleh Nadiem Makarim di depan civitas akademika Universitas Indonesia, sejumlah tantangan yang harus dihadapi dan dikelola oleh para rektor setiap univeristas adalah:
Satu, perkembangan dan perubahan dibidang teknologi yang menyentuh seluruh dimensi kehidupan manusia saat ini, termasuk dunia perguruan tinggi. Perguruan tinggi sedang menghadapi dinamika teknologi yang semakin cepat, rumit dan tidak bisa diprediksi. Sebab yang semula sederhana menjadi rumit, dulu transaksi harus pakai uang tunai sekarang pakai fintek dengan aplikasi yang bagi banyak orang itu rumit dan sulit dipahami.
Dua, saat ini republik ini sedang memasuki perubahan orientasi praktis kegiatan. Lihat, yang dahulu dilakukan secara formal dan dengan sebuah proksi kualialitas yang sekarang menjadi pertanyaan karena kemanfaatannya tidak langsung pada output yang diharapkan.
Ketiga, mengelola proses pembelajaran dengan kemerdekaan. Yang merdeka itu bukan saja hanya murid atau siswanya tetapi juga sang guru atau dosen dalam mengelola proses pembelajaran. Ini sebagai indikasi hambatan serius mengapa selama ini lulusan itu tidak memiliki kompetensi dan karakter yang kuat. Karena tidak ada kemerdeakaan dalam belajar.
Nadiem menegaskan bahwa kemerdekaan itu harus menampak dalam setiap jenjang unit pendidikan yang dikelola, dan tidak sekedar formalitas atau mengikuti SOP saja. Sebab itu hanya kebutuhan proses tetapi output rendah. Dan dengan kemerdekaan, masing-masing memiliki otonomi dalam membuat output yang berkualitas. Dan otonomi itu cemrinan dari kepercayaan kepada setiap pengelola unit pendidikan.
 "Tapi dalam era ini ekspektasi saya adalah kemerdekaan itu harus turun terus. lembaga perguruan tinggi merdeka dari berbagai macam regulasi dan birokratis". "Para pendidik dan dosen juga dimerdekakan dari birokrasi. Dan yang terpenting mahasiswa diberikan kemerdekaan untuk belajar sesuai kemauannya, sesuai kemampuannya, sesuai interest dia," Nadiem.