Tuntutan zaman now agar kita aktif, dari bangun pagi hingga malam menjelang tidur menggegam gawai media sosial. Sehari-hari di kantor atau sekolah dan kampus bergelut dengan internet dan lap-top. Kemajuan teknologi informasi begitu cepat dan memang sangat efisien memberikan kemudahan kegiatan sehari-hari kita. Ada yang berpendapat bahwa di era digital, era disrupsi 4.0 orang menjadi "budak teknologi"; namun bila dipandang sebagai kebutuhan itulah kemajuan yang perlu kita syukuri.
Banyak sekali efisiensi dan kemudahan kita peroleh dari penggunaan bermacam gawai teknologi informasi. Namun, ada yang terimbas menjadi merasa terganggu dengan ketergantungan teknologi. Ada pula yang malah menjadi stress, namun itulah dunia yang sekarang harus dihadapi. Nyaris, tidak ada satu orang yang bebas dari kemajuan dan kebutuhan teknologi modern ini.
Bagi mereka yang mudah beradaptasi, menyesuaikan diri bukanlah masalah; bagi mereka yang sulit atau tidak mau menyesuaikan diri maka kemajuan zaman digital menjadi ancaman yang bisa merusak sendi-sendi kehidupan pribadi maupun sosial. Pengaruh media sosial begitu kuat, sehingga banyak yang terbawa oleh pengaruh negatif, ketimbang yang positif.Â
Berpikir dan bertindak mengikuti arus, yang dikemukakan, ditayangkan media sosial, lebih banyak dan lebih mudah menyiarkan yang negatif daripada yang positif. Inilah bahayanya apabila seseorang mudah terpengaruh, tidak kuat pribadinya dan pendiriannya, tidak kuat karakternya.
Terpapar Dampak Negatif
Nampaknya dinamika perubahan dan perkembangan teknologi digital saat ini tidak ada yang bisa membendung. Artinya, tidak ada lagi kuasa dan kekuatan yang mampu menahan atau menghalau kemajuan teknologi berbasis digital saat ini.
Banyak sisi baik dan manfaat yang memudahkan hidup manusia, tetapi jauh lebih banyak dampak negatifnya, terutama Ketika masyarakat tidak atau belum siap menerima kemajuan di era digital ini. Dan di sinilah problem yang harus disadari oleh semua pihak, yaitu bagaimana mengelola dampak kemajuan dana penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam segala aspek kehidupan.
Betul, sasaran pemikirannya adalah bagaimana kita dapat mengatasi godaan negatif, melawan yang negatif. Dan ini berarti, bagaimana agar setiap orang dibekali, dipersiapkan, dimampukan untuk menghadapi dan mengelola kemajuan di era digital ini. Bagaimana kita memperkuat diri pribadi dan mengembangkan karakter positif sebagai inti kekuatan setiap orang menghadapi perubahan lingkungan yang dihadapi.
Paling tidak, perlu dikembangkan, dibangun dan dibiasakan agar setiap orang selalu berada pada posisi berpikir "positif", karena ada banyak manfaatnya ketimbang yang negatif, antara lain :
- Dapat menangkap kesempatan yang lebih kondusif
- Membangun percaya diri
- Meletakkan kepercayaan pada orang lain
- Bertindak melakukan inisiatif
- Sanggup mengontrol tindakan dan pemikiran
- Tidak membuang energi
- Tidak menabur emosi
Diyakini paling tidak ke 7 manfaat membangun dan mengembangkan karakter positif ini mampu menjadi strategi dan alat untuk meredam stres dan menghasilkan efisiensi bertindak.
Seseorang harus menyadari secara sungguh-sungguh bahwa daya rusak bila terpapar berpikir negatif itu sangat besar. Karena sebetulnya, di alam semesta ini selalu ada positif dan ada negatif. Bila seseorang terpapar  dalam suasana negatif, maka paling tidak ada 5 akibat yang langsung dirasakan oleh seseorang, yaitu :
- Timbul keresahan
- Timbul emosi negatif
- Timbul frustrasi
- Timbul kemarahan
- Kesehatan terganggu, seperti tekanan darah naik, menjadi pusing, mual dan sakit perut bahkan kejang-kejang dan bisa berdampak mengakibatkan bahaya yang lebih serius lagi
Bagaiamana Mengatasinya?Â
Jangan pernah abaikan bila sedang berada dalam lingkungan yang sangat negatif, segera sadari dan atasi. Apalagi kalau dalam jangka waktu yang sangat lama, maka dipastikan akan mempengaruhi keseluruhan dinamika hidup yang dijalani setiap hari, baik dirumah maupun ditempat kerja sendiri.
Orang Jawa bilang, cara mengatasinya sederhana, yaitu "Eling" menurut faham Kejawen, yaitu "sadar dan sadarkan diri kita", lebih tepatnya sadar akan tuntutan hidup berkarakter baik. Bila kita sadar maka tindakan, cara berpikir kita diharapkan "cerah-terang" tidak diselimuti kabut kegelapan negatif; dapat "berpikir secara terang".
Bagaimana mencapai ini? Salah satu cara adalah dengan contemplation, menenangkan diri, bisa dengan berdoa, berzikir, mengambil sikap Yoga ataupun dengan latihan jasmani ringan yaitu dengan cara sederhana, yaitu menghirup napas dalam-dalam. Jika kita dapat mawas diri, karena berpikiran terang, lebih mudah meninjau apa penyebab suasana diri menjadi negatif.
Lingkungan kerja, suasana dirumah tangga sangat mungkin menjadi sumber penyebab utama terpapar dampak negatif yang merusak itu, yang bisa disaksikan dan dirasakan setiap hari, antara lain :
- Â "Dihantui" dead-line
- Dihadapkan banyak tugas
- Terlalu berambisi
- Harus menghadapi konflik (dalam pekerjaan, relasi maupun dengan keluarga)
- Menghadapi masalah keluarga
- Mengahadapi masalah finasial
- Kendali berkomunikasi tidak baik
- Tidak cukup mengetahui informasi
- Terjebak kemacetan
Jika kita dapat menemukan penyebab suasana "galau" yang menimbulkan suasana negatif maka fokus pada penyelesaian penyebab itu dapat menghadapi perasaan negatif yang kita sadari harus kita rubah. Tentu tidak mudah, perlu proses, perlu kesabaran, perlu usaha sungguh-sungguh, mungkin perlu bantuan pihak lain. Namun dengan kesadaran dan berfokus menghadapi hal negatif, arahkan dan fokus pandangan pada tindakan positif.
Metode Reframing Hindari "Budak" Teknologi
Dalam ilmu komunikasi yang mempelajari media relations dikenal istilah "media framing"; yaitu pengarahan berita, laporan pandangan mata atau talk-show yang diarahkan agar pemirsa/pendengar ataupun pembaca mengikuti arah pandang yang sengaja dikonstruksikan oleh pembuat/pemilik media (istilah lain "media setting"); baik itu media televisi maupun media cetak.
Pengetahuan demikian sesungguhnya dapat diterapkan dengan maksud baik agar diri pribadi kita juga bisa reframing, atau dalam hal untuk pribadi dapat dibuatkan istilah "brain setting"Â mengarahkan cara pandang/cara berpikir kita ke fokus yang positif. Ada peristiwa atau keadaan negatif diluar kontrol kita, misalnya bila cuaca buruk, hujan angin, gelap , ataupun panas terik berdebu; yang tidak nyaman.
Dalam cuaca demikian, tidak ada gunanya mengeluh, mengharapkan  iklim berubah ideal seperti kehendak kita. Mungkin cuaca tidak nyaman demikian menghambat pekerjaan lapangan kita, menghambat untuk tiba tepat waktu di tempat kita merencanakan bertemu, sudah ada  appointment.
Mungkin akibat cuaca buruk terjadi banjir atau kemacetan; bahkan cuaca matahari bersinar indah; menggoda banyak sekali manusia keluar berkendara, membuat jalan macet, gedung tempat kita akan berjumpa untuk suatu appointment, padat parkir; bahkan sewaktu makan siang tidak mendapat tempat di resto/warung yang kita sudah rencanakan. Mengapa mengeluh?
Apakah kita dapat mengubahnya? Secara fisik tentu tidak bisa; tetapi hati, perasaan dan cara pandang kita bisa mengubahnya dengan reframing. Maka kita ganti cara pandang, dengan cara berpikir begini: "bila hujan deras kita bersyukur, petani dan hutan senang, mendapatkan air yang sangat dibutuhkan."
Bila matahari  bersinar terik, bersyukur mereka yang menjemur (batik tradisional, penjemuran ikan atau penjemuran kopi dan buah kakao, sangat bersyukur), mari ikut bersyukur. Dalam usaha reframing dibutuhkan adaptasi, penyesuaian diri.
Dalam menghadapi hal-hal negatif perlu adaptasi. Bahkan bila ada seseorang dirundung duka karena anggota keluarga meninggal, anggota keluarga yang sangat dicintai; tentu normalnya kita berduka, namun kita diberi kemampuan adaptasi untuk reframing perasaan hati dan cara berpikir kita untuk tidak berlama-lama merasakan duka yang dapat menghambat bekerja kita secara normal.
Demikian pula peristiwa, musibah, yang sudah terjadi dimasa lalu  itu sudah menjadi history, tidak ada gunanya disesali. Memang, jika kita berbuat salah dan sadar akan kesalahan kita, kita menyesali dan mohon maaf kepada yang dirugikan karena kesalahan kita, utamanya kita mohon ampun pada Yang Kuasa. Namun dianjurkan segera reframing; bangkit kembali untuk melakukan lebih baik, berkarakter lebih positif!
Acuan berkarakter baik mungkin mudah dituliskan dalam halaman ini, namun bagaimana melaksanakannya? Jawabannya: hanya kita sendiri, hanya saudara sendirilah yang dapat reframing, merubah pandangan. Merubah dan beradaptasi dari keadaan/suasana negatif menjadikan positif. Hanya kita masing-masing-lah yang bertanggungjawab atas diri pribadi kita, jadi harus bertekad sungguh-sungguh untuk dapat merubah suasana atau keadaan negatif menjadikan positif. Darimana kita mengetahui kapan harus reframing? Jika kita "eling" sadar, dekat dengan suara Sang Pencipta, dekat pada kebaikan Ilahi, kita akan diberikan "suara hati", suara sanubari yang membisikkan kapan harus bersikap tidak negatif, menolak karakter jelek mengambil sikap karakter positif.
Tidak perlu nasehat muluk-muluk, sesungguhnya kita masing-masing sudah mengetahui "Bertanggung Jawab pada Diri Sendiri!" Namun dengan mengikuti acuan yang telah kita baca, akan lebih membukakan pandangan, membuka suara hati, kasarnya membuka otak -- cara pandang dari negatif yang kita sadari tidak baik dan selanjutnya kedepan mau berlaku positif! Semoga!
Catatan : Kiriman artikel dari sahabat baik, Ludwig Suparmo - Lead Trainier: Crisis, Issue, and Risk Management, Conflict Management and No Stress Management.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H