Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gubernur Berpihak kepada Mafia Anggaran atau Transparansi?

2 November 2019   12:10 Diperbarui: 2 November 2019   12:29 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hiruk pikuk penyusunan APBD DKI Jakarta tentang sejumlah pos anggaran yang janggal, khususnya anggaran Rp 82 miliar rupiah hanya untuk membeli Lem Aibon telah menyadarkan kembali semua pihak tentang apa makna dan pentingnya transparansi dalam menyusun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah agar tujuan akhir dapat diwujudkan dengan baik, yaitu kesejahteraan bagi masyarakat.

Publik harus berterima kasih kepada politisi PSI, William Aditya Sarana yang akhirnya "membongkar" pos anggaran siluman kepada ruang publik dengan menggunakan media sosial yang dimiliki. Sehingga masyarakat menjadi mengetahui apa yang sedang terjadi disana. Bahkan juga sebagai cerminan apa yang terjadi selama ini dalam tubuh pemerintah daerah bersama dengan para anggota DPR. Tidak saja hanya di DKI Jakarta, tetapi juga di hampir semua Pemerintah Daerah, bahkan pada level pemerintah pusat hal seperti ini menjadi "mainan" para pemain.

Era Transparansi

Bukan kebetulan kalau yang membongkar anggaran siluman "asal-asalan" ini adalah seorang William Aditya Sarana yang termasuk generasi muda millenial, tetapi memang saat ini adalah era transparansi publik. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, mendorong segala sesuatu menjadi terbuka bagi publik. Nyaris tidak ada lagi yang bisa disembunyikan di depan publik. Dan berusaha menyembunyikan, hanya akan menjadi "bulan-bulanan" publik untuk diungkapkan dengan terang benderang.

Apalagi perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan kegiatan pembangunan suatu daerah harus transparan kepada publik. Dengan tujuan agar masyarakat memiliki partisipasi yang tinggi dalam menyukseskan kegiatan pembangunan itu. Dan hal itu harus dimulai ketika penyusunan rencana dan penganggaran dilakukan.

Sesungguhnya, transparansi publik bukan barang baru di dalam pengelolaan birokrasi pembangunan, karena ini merupakan upaya menciptakan sebuah sistem tata kelola pemerintahan yang baik yang didalamnya ada beberapa pilar kunci. Yaitu pilar akuntabilitas, partisipasi dan transparansi yang saling mendukung. Sebutkanlah bahwa proses yang terjadi adalah partisipasi publik, dan hasil akhirnya dikenal dengan akuntabilitas atau pertanggungjawaban.

Transparan berarti terbuka. Terbuka artinya tidak ada yang tersembunyi, sebab kalau masih ada yang tersembunyi, itu namanya tidak transparan. 

Yang terbuka adalah menunjuk pada keterbukaan informasi dari pemerintah kepada publik agar dapat digunakan oleh masyarakat untuk ambil bagian dalam proses demokrasi negara, bahkan pihak legislatif, pers, LSM dan sebagainya bisa mengikuti dan meneliti semua gerakan pemerintah dalam mengelola pembangunan.

Pada tataran lain, para birokrat seperti ASN atau pegawai pemerintah dapat mempertanggungjawabkan semua keputusan mereka dihadapan publik dengan menyediakan informasi yang lengkap tentang apa yang sedang dijalankan. 

Jadi, informasi yang mengalir dengan sangat baik dan lengkap akan menghasilkan pemerintahan yang baikm efisien dan efektif dan ikut mendukung upaya pengembangan berbagai kebijakan dan strategi yang melibatkan partisipasi publik dari waktu ke waktu.

Sisi lain yang harus dimengerti tentang transparansi itu adalah terjadinya jaminan  akses maupun kebebasan setiap publik mendapatkan data dan informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang sedang berjalan, kebijakan yang sedang berlaku, bahkan proses pembuatan kebijakan dan keputusan itu serta hasil-hasil yang dicapai.

Dengan kata lain, penerapan transparansi itu akan menjamin bahwa disana ada pengawasan terjadap pemerintah oleh masyarakat dan publik. Paling tidak 3 buah indikator kuncinya, yaitu informasi yang tersedia dalam proses penyusunan dan pelaksanaan, akses yang mudah terhadap informasi dengan cepat dan murah, mekanisme merespon tanggapan publik.

Mafia Anggaran

Pertanyaan sederhana adalah mengapa sejumlah anggota dewan dan birokrat alergi terhadap transparansi penyusunan anggaran daerah?

Jawaban sederhannya adalah karena ada kepentingan untuk "mengkorupsi" anggaran itu. Dan mengkorupsi APBD tidak bisa dilakukan sendirian, tetapi pasti dengan orang lain. Tidak mungkin hanya anggota DPR saja, tetapi harus ada kerjasama dengan pihak eksekutif. 

Inilah yang disebutkan dengan mafia APBD setiap tahun dan sepanjang tahun mereka melakukan itu dengan "rakus dan sadisnya" hanya untuk mementingkan diri sendiri.

Kalau tidak ada niat untuk mengkorupsi APBD, lalu mengapa tidak berani untuk transparan dalam segala proses dan tahapan penyusunan, pelaksanaan dan evaluasinya? Mengapa harus sembunyi-sembunyi untuk mengatur semua pos dengan berbagai anggaran siluman, seperti 82 milar hanya untuk beli lem, ratusan miliar untuk beli ballpoint, bahkan puluhan miliar untuk beli penghapus dan spidol.

Bahkan seorang mantan Gubernur mengatakan bahwa APBD itu tidak bisa dikorupsi tanpa seijin dan sepengetahuan Gubernurnya sendiri. Dan nampaknya ini benar, karena yang merencanakan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan APBD itu adalah dibawah kendali sang Gubernur. 

Sampai disini menjadi sangat jelas dan terang benderanglah persoalan transparansi dalam penganggaran daerah diseluruh negeri ini. Ada ditangan Gubernurnya, Bupatinya, Walikotanya, dan Presiden pada level nasional. Kalau Gubernurnya tidak kapabel dan kompeten maka dipastikan hiruk pikuk, anggaran siluman, korupsi sana korupsi sini, akan menjadi rangkaian cerita ironis bagi pembangunan sepajang periode yang dijalani.

Menjadi kemunduran bagi kehidupan masyarakat untuk lebih sejahtera, maju, berkembang dan hidup damai dan aman.

Transparasnsi Indikator Demokrasi

Tidak bisa disangkal lagi bagi kualitas demokrasi dalam suatu negara diukur dari sisi transparansi dalam penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi APBD setiap wilayah. Karena kata kuncinya adalah partisipasi publik atau masyarakat dalam pembangunan. Semakin tinggi partisipasi publik maka demokrasinya semakin berkualitas, dan pada akhirnya hasil pembangunan akan semakin baik dan meningkat.

Bila cara berpikirnya demikian, maka mafia anggaran sesungguhnya merupakan musuh dari demokrasi itu sendiri. Dan karena musuh demokrasi, maka mafia anggaran itu merupakan musuh masyarakat. Dia akan berhadapan dengan publik, karena hanya mementingkan kepentingan sendiri.

Menarik untuk mencermati, apakah Gubernur berpihak kepada mafia anggaran atau kepada masyarakat?

Yupiter Gulo, 2 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun