Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pelajaran dari Kematian Sulli, Jangan Memaksakan Kesuksesan pada Anak

15 Oktober 2019   13:20 Diperbarui: 15 Oktober 2019   20:43 2509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memaksakan agar anak menjadi orang yang berhasil dan sukses bisa berakibat fatal bagi kehidupan si anak apabila tidak disertai dengan kemampuan untuk mengelola kesuksesan yang dicapai. Sebab, sesungguhnya, keberhasilan dan kesuksesan itu harus disesuaikan dengan kemampuan diri sendiri, kedewasaan diri untuk menerima, mengelola dan mengembangkan keberhasilan yang dicapai.

Nampaknya, itulah yang dialami oleh  Sulli, seorang artis penyanyi asal Korea yang ditemukan meninggal menggantung diri, bunuh diri, di rumahnya sendiri. Artis yang bernama asli Choi Jin-ri ini, yang merupakan mantan personel group F(x), mengalami depresi hebat karena tidak mampu menghadapi sikap publik yang sering menghakimi dan membuly-nya di media sosial. 

Artis cantik ini yang lahir pada 29 Maret 1994 telah memulai debut sebagai artis, penyanyi, model, penari bahkan juga MC ketika dia masih berusia 11 tahun. Dan akhirnya hingga dia masuk perawatan berat sejak tahun 2014, 5 tahun yang lalu dan hari ini mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri. Sungguh tragis.

Gaya hidup modern saat ini, mendorong banyak orang untuk ikut arus dalam life style yang lebih banyak merusak dan memporak-porakan hidup daripada hidup yang menyenangkan dan bertumbuh lebih kuat dan dewasa.

Meminjam nasehat Stephen Covey dalam bukunya "7-Habits Highly Effectively People," tujuh kebiasaan yang membuat hidup ini menjadi pribadi yang efektif, walaupun belakangan Covey menuliskan buku berikutnya berjudul 8-th Habits, kebiasaan yang kedelapan yang menyempurnakan seluruh pemikiran Stepehen Convey yang telah merubah banyak kehidupan orang di dunia. Pemikiran dan pikirannya menjadi sangat revolusioner dalam menata hidup yang benar dan baik serta balance.

Dalam bukunya itu, Stephen Covey menegaskan pentingnya keseimbangan dalam menjalani kehidupan. Dari begitu banyak hal yang harus dikembangkan dalam diri setiap orang, harus berjalan secara seimbang dan seiring dengan waktu yang dimiliki setiap orang. Memang tidak bisa sempurna dikerjakan sekaligus, tetapi harus diupayakan menjaga keseimbangan itu.

Kenyataan menyaksikan begitu banyak orang hidupnya tidak seimbang. Sebutkan saja misalnya, banyak orang terus mengejar karir hingga sukses, tetapi kehidupan keluarga, kehidupan sosial, bahkan kehidupan spiritual gagal di jaga. Akhirnya, keberhasilan karir menjadi sia-sia belaka. Lihat juga, ada banyak perempuan yang sukses dalam meniti karir, tetapi keluarga berantakan karena anak-anak tidak terurus, suami mungkin menyeleweng dan sebagainya.

Membangun keseimbangan hidup memang tidak mudah bagi setiap orang, bahkan bagi setiap keluarga-keluarga. Mengapa? Karena godaan gaya hidup yang menawarkan hidup hedonis sesaat yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam hidup menjadi kisah tragis setiap saat. Untuk itu, dibutuhkan kedewasaan dalam mengelola kehidupan secara benar.

Kehidupan dalam keluarga menjadi area mikro dan utama untuk membangun kehidupan keluarga yang seimbang dan kokoh. Dan harus dimulai dari anak-anak sejak kecil untuk hidup seimbang, dan mampu menahan godaan yang tidak penting dan tidak urgen yang selalu datang setiap saat.

Dalam kisah keberhasilan anak misalnya, banyak keluarga sering memaksakan agar anak-anak sukses dan berhasil. Dan memang tidak sedikit cerita yang menyaksikan keberhasilan anak-anak itu. Tetapi sesungguhnya pertanyaan dasarnya adalah apakah keberhasilan itu merupakan kebutuhan anak-anak atau kebutuhan orangtua agar menjadi bangga, bahkan menjadi sombong terhadap yang lain. 

Yang benar harus dikerjakan adalah, keberhasilan dan kesuksesan anak-anak harus dibangun dengan menyesuaikan dengan perkembangan dan petumbuhan anak-anak. Sedemikian rupa sehingga itu menjadi kebutuhan mereka. Kalau keberhasilan itu disadari oleh anak-anak, dan dia memiliki passion untuk mengejarnya, maka orangtua bertanggungjawab untuk didukung, memfasilitasi, mendorong dan sekaligus juga menjaga agar tidak mis-orientasi.

Sesungguhnya yang hendak disampaikan adalah apa gunanya anak-anak sukses dan berhasil tetapi diri si anak menjadi rusak dan tidak mampu mengelola sendiri keberhasilannya itu. Akhirnya menjadi sia-sia belaka. Biarkan anak-anak itu mengejar sendiri dengan cara perjuangan sendiri merealisasikan mimpinya. Itu akan menjadi sebuah kenikmatan sangat mahal ketika si anak mampu mencapainya.

Saya memiliki seorang sahabat yang sangat possesive terhadap anak-anaknya sedemikian rupa sehingga apa saja yang diminta anaknya dipenuhi agar anaknya berhasil. Pun ketika anak-anaknya berhasil, si kawan ini masih juga mengatur jalan bisnis dan pekerjaan anak-anaknya. Akhirnya, anak-anaknya memberontak dan marah kepada bapaknya, karena apa yang bapaknya mau dia sangat mengerti tetapi dia merasa belum waktunya, dan dia minta agar bapaknya jangan lagi mencampuri dan biarkan saya menemukan sendiri.

Inilah persoalan yang dihadapi oleh banyak keluarga modern saat ini. Ketika orangtua merasa memiliki sumberdaya yang berlimpah, maka anak dipaksakan bertumbuh sesuai keinginan orangtua, dan bukan pertumbuhan dan kedewasaan si anak itu. Akibatnya sangat fatal, terutama bagi si anak tetapi juga bagi orangtua sendiri.

Yang sangat menyenangkan adalah ketika melihat anak-anak bertumbuh dengan alamiah, dan menjadi pribadi yang dewasa sesuai dinamikanya dan menemukan dirinya sendiri sesuai passion yang diembannya. Menyaksikan anak mampu dan dewasa mengelola hidupnya, keberhasilannya menjadi puncak kenikmatan bagi orangtua.

Semoga pengalaman Sulli ini menjadi pelajaran berharga bagi banyak orangtua, maupun anak-anak muda yang terus di goda untuk mengejar mimpi mereka tanpa menjaga keseimbangan hidup.

Yupiter Gulo, 15 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun