Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Akhirnya Kisruh Perppu KPK, Antara Tokoh dan Mahasiswa Vs DPR

10 Oktober 2019   11:56 Diperbarui: 10 Oktober 2019   15:50 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewan Menolak Perppu

Pada akhirnya menjadi sangat jelas bahwa urusan Perppu KPK itu bukan lagi antara Presiden Jokowi dengan mahasiswa dan tokoh-tokoh nasional, atau antara Presiden dengan DPR, tetapi menjadi urusan antara tokoh-tokoh nasional dan mahasiswa versus DPR RI.

Kesimpulan ini semakin terang benderang setelah PDIP jelas-jelas menegaskan sikap mereka untuk menolak habis penerbitan Perppu KPK oleh Jokowi. Adalah Profesor Hendrawan menegaskan sikap Pimpinan PDPI tentang ini, seperti diberitakan sejumlah media daring. 

Cnbcindonesia.com memberitakan dengan judul "Resmi! Fraksi PDIP Tolak Jokowi Terbitkan Perppu KPK". Juga cnnindonesia.com dengan judul berita yang hampir sama yaitu "Fraksi PDIP Sepakat Tolak Jokowi Terbitkan Perppu KPK".

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menolak apabila Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menegaskan, Fraksi PDIP di DPR RI berpandangan sebaiknya para pihak yang memprotes hasil revisi UU KPK itu menempuh mekanisme judicial review (uji materi UU ke MK) dan legislative review (upaya mengubah UU melalui DPR RI).

Sikap tegas benderang PDIP ini menegaskan apa yang sudah lebih awal di sampaikan oleh Ketua Umum Partai Nasedam Surya Paloh, yang menjelaskan bahwa sudah menjadi kesepakatan dengan Jokowi dan koalisi Parpol pendukungnya untuk tidak menerbitkan Perppu KPK.

Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh buka-bukaan soal sikap partai pengusung dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Surya Paloh menceritakan soal pertemuan beberapa petinggi partai dengan Jokowi di Istana Bogor beberapa hari lalu. Menurutnya, dalam pertemuan tersebut dibahas soal kesepakatan partai-partai pengusung pemerintah atas beberapa pikiran yang cukup kritis dan aksi mahasiswa untuk terbitkan Perppu KPK.

www.cnbcindonesia.com
www.cnbcindonesia.com
Nampak bahwa suara Dewan sangat kompak tentang Perppu ini. Sampai saat ini belum ada satu suara atau berita dari anggota DPR yang mendorong penerbitan Perppu KPK ini oleh Presiden. DPR sangat konsisten dengan keputusan hak inisiatif Dewan tentang revisi UU KPK, dan disahkan setelah mendapat persetujuan dari Presiden.

Sangat lumrah kalau mereka akan mempertahankan mati-matian apa yang sudah disahkan tidak bisa lagi dicabut dengan semudah di mintakan oleh "politik jalanan" melalui demo berlapis-lapis. Termasuk ketika Presiden akan menganulir UU KPK itu melalui Perppu, pasti aka nada perlawanan, seperti yang dicerminkan dari keputusan Pimpinan PDIP.

Tokoh dan Mahasiswa Minta Perppu

Demo berhari-hari yang dilakukan oleh mahasiswa dengan  koordinasi Badan Eksekutif Mahasiswa Se Indonesia, BEM SI, serta diikuti oleh berbagai organisasi lainnya, termasuk berbagai lembaga anti korupsi, menuntut agar Presiden menerbitkan Perppu KPK. Dengan salah satu alasan utamanya, revisi UU KPK melemahkan organisasi KPK dalam memberantas korupsi.

Kalau saja hanya mahasiswa yang berdemo dan menolak UU KPK itu bisa dimengerti. Tetapi, persoalan lain muncul karena sesungguhnya penolakan ini juga datang dari publik lainnya. Terutama yang diwakili oleh sejumlah tokoh nasional yang mengajukan hal yang sama, yaitu agar Jokowi menerbitkan Perppu KPK.

Nanpaknya mencapai klimaksnya ketika Presiden Jokowi mengundang para tokoh nasional di istana untuk berdialog. Dan hasilnya sangat kuat kecenderungan akan diterbitkan Perppu oleh Presiden. Kendati bahasa yang dipakai oleh Jokowi masih sangat "menggantung", yaitu akan melakukan kalkulasi untuk mempertimbangkan menerbitkan Perppu yang diinginkan itu.

Publik menerjemahkan habis-habisan hasil pertemuan dengan para tokoh ini dengan Jokowi sebagai signal kuat kalau Presiden akan menerbitkan Perppu KPK. Namun, situasinya agak berubah, ketika penolakan dari sejumlah pimpinan Parpol mulai keras terdengar, bahkan merupakan hasil kesepakatan dengan Presiden sendiri.

Bisa dimengerti kalau para tokoh ini semakin kalau dan "curiga" akan hasil pertemuan dan janji dari Jokowi itu hanya pemanis belaka saja. Hal ini terbaca dari hasil pertemuan para tokoh-tokoh ini pada hari Jumat 6 Oktober 2019.

www.voaindonesia.com
www.voaindonesia.com
Mereka tetap sepakat untuk mendorong agar Presiden menerbitkan Perppu KPK demia "menyelamatkan" situasi, agar demo demi demo yang akan dilakukan lagi oleh mahasiswa pada tanggal 14 Oktober 2019 tidak mengantar pada situasi yang lebih buruk seperti konflik dan bentrokan lainnya.

Para tokoh ini nampaknya juga menjadi tidak lagi terlalu yakin dengan janji Jokowi, sehingga mereka tidak ada dan ingin lagi bertemu dengan Presiden terkait hal Perppu ini. Sebuah sikap "kekecewaan" bila Jokowi tidak memenuhi harapan para tokoh ini.

Memng benar juga demikian, karena sesungguhnya semua opini, pandanga, fakta dan data sudah terungkap diruang publik dan nampaknya kembali kepada Jokowi sebagai orang nomor satu di negeri ini dan yang memiliki kekuasaan dan kewenangan penuh untuk menerbitkan Perppu KPK itu.

Presiden Pilih Mana?

Pada akhirnya Jokowi harus memutuskan untuk memilih apakah tidak menerbitkan Perppu PKP atau akan menerbitkan sesuai aspirtasi publik yang berkembang.

Kalau melihat penjelasan dari sikap tegas PDIP nampaknya sulit bagi Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu KPK. PDIP sebagi pengusung utama dan pemimpin koalisi pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin menjadi Presiden dan Wakil Presiden untuk periode kedua sangat tidak mudah menolak dan "melawan" keputusan itu. Kecuali ada alasan lain yang memang sangat elegan untuk itu.

PDIP sendiri memang memberikan view hukum yang sangat baik dengan memberikan solusi agara jalur yang harus ditempuh bukan Perppu, tetapi melalui jalur MK untuk melakukan review terhadap UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, walaupun masih belum ada nomornya. Tetapi, batas waktu sesuai peraturan adalah tanggal 17 Oktober 2019 akan otomatis berlaku sebagai UU KPK yang baru.

Hendrawan yang juga merupakan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PDIP itu mengatakan langkah legislative review atau judicial review untuk menjawab polemik UU KPK memang akan memakan waktu. Namun, sambungnya, itu lebih bijak dan baik karena tak ada campur tangan kepentingan politik atau dorongan paksaan kepada presiden.
Dia pun menuding tuntutan penerbitan Perppu KPK adalah hal yang terlalu dipaksakan. "Pandangan kami, sebaiknya tetap melalui judicial review dan legislative review. Sedikit memakan waktu tetapi prosesnya lebih sehat, ada di jalur hukum, bukan dengan hasil tarik menarik kepentingan politik," katanya.

Apa yang dijelaskan oleh Pimpinan PDIP sesuatu yang sangat baik dan elegan, dan kecenderungannya inilah jalan yang akan ditempuh oleh Presiden untuk menyelesaikan kisruh tentang UU KPK ini.

Kalau ini yang akan diambil oleh Presiden, maka mahasiswa dan tokoh nasional akan "gigit jari" saja bahwa tuntutan dan harapan tidak dipenuhi.

www.voaindonesia.com
www.voaindonesia.com
Namun demikian, terlepas dari mekanisme hukum yang akan ditempuh oleh Presiden dna juga pihak tokoh dan mahasiswa, yang dibutuhkan sekarang adalah "komunikasi politik" yang intens dari pihak Presiden agar maksud dan tujuannya dapat dimengerti dengan baik oleh semua pihak.

Menjadi sangat urgent dan penting, segera melakukan dialog yang intens dengan pimpinan-pimpinan lembaga yang saling berbeda pikiran, agar sampai pada sebuah tataran yang bisa dipafahami semua.

Mungkinkah dialog itu akan dapat dilakukan sebelum tenggak waktu yang ada, baik dari sisi mahasiswa dan tokoh, pun bagi pihak Presiden yang akan segera dilantik menjadi Presiden periode kedua ?

YupG, 10 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun