Duka mendalam kita sebagai bagian dari Nusantara ini ketika 33 orang warga Papua ini harus meninggal karena kerusuhan. Di mana kerusuhan di tanah Papua ini sudah pecah sejak Agustus yang lalu ketika kata-kata rasis menjadi trigger meluasnya kerusuhan dan menyerempet kemana-mana.
Kendati diakui oleh Presiden kalau kerusuhan disana menjadi meluas akibat KKB yang turun gunung dan melakukan pembakaran. Tetapi juga tidak terlepas dari adanya unjuk rasa sebelumnya karena dipicu oleh perkataan seorang guru yang bernada rasis pada siswanya.
Kita berduka bersama dengan anak-anak bangsa di Papua, ketika isu tentang Papua ini menjadi "komoditi" internasional yang digerakkan dengan terencana, seperti yang dicurigai dilakukan oleh tokoh Beny Wenda sebagai tokoh dibalik kerusuhan di tanah Papua.
Hal ini terkonfirmasi ketika kehadirannya beberapa hari yang lalu di Sidang Umum PBB terkait HAM dengan target meminta Dewan PBB tentang HAM untuk meninjau Papua tentang pelanggaran HAM yang dilaporkannya. Walaupun ini tidak mendapat angin dari PBB tetapi tetap menjadi kerisauan bagi Indonesia tentang eksistensi Papua ini.
Sebab sangat mungkin, dengan 33 orang meninggal dunia ini, akan menjadi kapitalisasi berita atau asset Benny Wenda untuk membuktikan dugaan pelanggaan HAM di tanah Papua. Seperti yang dicurigai oleh Kapolri sendiri, bahwa semua gerakan kerusuhan di Papua merupakan skenario menuju Sidang Tahunan Dewan PBB itu.
III.
Bencana gempa dengan kekuatan 6,5 magnitudo yang melanda Kota Ambon dan menelan korban jiwa serta kehancuran sejumlah bangunan tetapi menjadi duka yang mendalam bagi Indonesia.
Walaupun harus diakui bahwa berita tentang bencana gempa di kota Ambon ini memang "kalah" bersaing dengan berita-berita demo mahasiswa seluruh Indonesia, yang berakibat kerusuhan dan bentrok sehingga menelon korban luka, bahkan meninggal di Kendari.
Detik.com memberitakan bagaimana kota Ambon yang merupakan area terkena dampak gempa yang terjadi pada Kamis 26 Septermber 2019 yang lalu.