Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

50 Tahun RKUHP Tidak Juga Rampung, Ini Pertanda Apa?

20 September 2019   21:08 Diperbarui: 20 September 2019   21:54 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I. 

Setelah revisi UU KPK disahkan oleh DPR di tengah ketidakpuasan, pro dan kontra publik, muncul lagi pro dan kontra Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana direncanakan di sahkan oleh DPR beberapa hari kedepan. 

Dan situasinya menjadi betul-betul "tidak terkendali" sebab begitu banyak hal dalam RKUHP ini yang penuh kontroversi, dan akhirnya mengundang pro dan kontra baru di tengah-tengah masyarakat.

Situasinya memang sangat tidak kondusif. Sebab, seakan-akan publik mendapatkan sumber energi baru untuk melakukan "perlawanan" kepada DPR dan juga kepada Jokowi sebagai Presiden. 

Pasalnya adalah, kekecewaan sebagian besar publik atas pengesahan revisi UU KPK yang sarat dengan kontroversi. Dan publik merasa tidak pikiran, usul dan gagasan tidak mendapatkan tempat sama sekali.

Keberatan dari publik tentang RKUHP ini untuk ditunda pengesahannya datang dari mana-mana. Dan seakan semua hal yang dianggap kontroversi dari sejumlah pasal keluar semua. Ini tentu sangat baik, sebagai masukan bagi anggota DPR untuk mempertimbangkannya. 

Narasi kekecewaan sudah melebar kemana-mana bila dipaksakan di sahkan segera.  Dan sangat mungkin akan menjadi "blunder" tinggangi bila tidak direspon oleh DPR dan utama Sang Presiden.

Untung hari ini Jokowi mengumumkan sikapnya untuk menunda pengesahan RKHUP ini setelah DPR periode yang baru 2019-2024 dilantik. Semoga informasi ini menjadi berita bagus bagi publik untuk mengawal RKUHP ini agar sesuai dengan harapan bangsa dan negara ini di masa yang akan datang.

II.

Menarik untuk melihat kasus dari RKUHP ini yang baru ketahuan oleh publik merupakan barang yang sudah sangat lama disiapkan, tetapi koq tidak rampung-rampung. Bahkan di beritakan RKUHP ini sudah memasuki usia ke 50 tahun, sehingga kalau disahkan akan menuntaskan sebuah tugas panjang yang selama ini dikerjakan oleh legislatif.

Melalui detik.com dijelaskan oleh Ketua Umum Peradi Luhut MP Pangaribuan bahwa proses perdebatan tentang isi dari Rancangan UU KUHP ini telah mencapai 50 tahun dan bahkan dikuatirkan kalau ditunda dan memasuki periode DPR yang baru, maka harus dimulai lagi dari awal dan bisa jadi belum tentu bisa dituntaskan untuk disahkan. Ada harapan agar DPR periode ini mensahkannya. 

Bayangkan saja proses yang dilewati selama 50 tahun untuk menghasilkan sebuah KUHP ini, melintasi pergantian 13 kali menteri dan gonta ganti para guru besar menggarapnya bahkan sudah pada meninggal dunia. Tetapi RUU KUHP ini belum juga rampung-rampung.

Sepanjang perdebatan RUU KUHP, setidaknya sudah ada 13 kali pergantian menteri. Tim penyusun yang pernah terlibat menyusun RKUHP, sekitar 17 orang telah wafat, 7 di antaranya Guru Besar Universitas Diponegoro (alm) Prof Soedarto, Guru Besar UGM (alm) Prof Roeslan Saleh dan Menteri Kehakiman Prof Moeljanto dan (alm) Prof Satochid Kartanegara.

Pertanyaan publik adalah ada apa sesungguhnya di DPR, mengapa RUU KUHP ini tidak juga rampung dan tuntas? Adakah kesulitan yang dihadapi oleh bangsa ini sehingga tidak mampu menghasilkan sebuah KUHP bagi dirinya sendiri?

Ini sebuah ironi yang harus maknai untuk mengubag pola pikir, dan kerja para wakil rakyat dan pemerintah yang berkuasa karena memang itu domain tugas yang harus mereka lakukan setiap periode.

Sebuah tragedi hukum yang harusnya tidak terjadi. Bahwa sesungguhnya negeri masih menggunakan KUHP warisan dari negara penjajah Indonesia yaitu Negeri Belanda. KUHP yang selama ini berlaku di Indonesia merupakan peninggalan kolonial Belanda atau nama aslinya adalah Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie yang berlaku berdasarkan Staatsblad 1915:732 (detik.com).

Bukankah ini berarti bahwa republik ini masih dibawah "penjajahan" Belanda ketika KUHP masih yang menjadi warisan di Belanda itu. Artinya pula bahwa Indonesia setelah merdeka 74 tahun belum juga mampu memiliki sebuah KUHP sendiri yang dibangun berdasarkan kemajuan dan masa depan bangsa yang diidamkan?

Sangat mungkin bahwa sumber segala macam persoalan hukum karena memang KUHP yang dimiliki sudah jauh tertinggal dibandingkan dengan dinamaika kehidupan masyarakat kini dan kedepan.

Dalam catatan detikcom, rencana mengubah RUU KUHP sudah didengungkan oleh Presiden Soekarno. Rancangan itu berkali-kali diwacanakan tetapi selalu buntu. Berikut RUU KUHP yang melintasi berbagai zaman:

Dari Presiden pertama RI, Soekarno hingga Presiden ke tujuh, Jokowi, RUU KUHP terus melintasi dan juga tidak rampung-rampung. Detik.com mencatatnya berikut ini :

  1. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) 26 Jun 1960 - 15 Nov 1965
  2. DPR GR minus Partai Komunis Indonesia (PKI) 15 Nov 1965 - 19 Nov 1966
  3. DPR GR Orde Baru, 19 Nov 1966 - 28 Okt 1971
  4. DPR hasil Pemilu ke-2, 28 Okt 1971 - 1 Okt 1977
  5. DPR hasil Pemilu ke-3, 1 Okt 1977 - 1 Okt 1982
  6. DPR hasil Pemilu ke-4, 1 Okt 1982 - 1 Okt 1987
  7. DPR hasil Pemilu ke-5, 1 Okt 1987 - 1 Okt 1992
  8. DPR hasil Pemilu ke-6, 1 Okt 1992 - 1 Okt 1997
  9. DPR hasil Pemilu ke-7, 1 Okt 1997 - 1 Okt 1999
  10. DPR hasil Pemilu ke-8, 1 Okt 1999 - 1 Okt 2004
  11. DPR hasil Pemilu ke-9, 1 Okt 2004 - 1 Okt 2009
  12. DPR hasil Pemilu ke-10, 1 Okt 2009 - 1 Okt 2014
  13. DPR hasil Pemilu ke-11, 1 Okt 2014 - 1 Okt 2019 

III.

Apa yang di jelaskan oleh Ketua Umum Peradi itu memprihatinkan juga. Setiap ganti periode DPR malah harus dimulai lagi dari awal. Dan tentu saja dengan nuansa dan dinamika serta kompleksitas problem hukum yang semakin tidak pasti. 

Walaupun Lhut MP Pangaribuan mendorong hal itu, tetapi tentu saja bukan alasan sekedar mengesahkan saja, kalau di dalam setiap RUU KUHP itu ada pro kontra yang tidak produktif sebaiknya tidak dipaksakan untuk disahkan. Malah bisa menimbulkan persoalan baru.

Yang mesti di cermati adalah mengapa koq DPR kita tidak memprioritaskan penyelesaian RUU KUHP itu agar bisa segera menjawab semua tantangan yang sedang dihadapi oleh bangsa ini. Dari pada mengurusin hal-hal yang tidak prioritas dan remeh temeh dan hanya untuk kepentingan sendiri saja, tuntaskanlah RUU KUHP ini.

Bahwa saat ini beredar di kalangan publik tentang sejumlah pasal, sejumlah hal, dan sejumlah isu dalam RUU KUHP, itu sesuatu yang wajar dan tidak perlu menjadi hal yang dipersoalkan. Tetapi yang dikerjakan adalah segera membahasnya secara terbuka agar publik juga memahami semua dinamika dan jiwa serta falasafah yang ada dalam setiap pasal yang dimaksud.

https://www.google.com/search?q=kontroversi+RKUHP&safe=strict&sxsrf=ACYBGNQPMsGxLEIitENneInaEUhWvNUEUw:1568989817287&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjitNzFzt_kAhVsILcAHQ03DukQ_AUIEigC&biw=1366&bih=625#imgrc=N6ZMgKC14XM74M:
https://www.google.com/search?q=kontroversi+RKUHP&safe=strict&sxsrf=ACYBGNQPMsGxLEIitENneInaEUhWvNUEUw:1568989817287&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjitNzFzt_kAhVsILcAHQ03DukQ_AUIEigC&biw=1366&bih=625#imgrc=N6ZMgKC14XM74M:
Daripada diam-diam saja membahasnya, dan dilakukan dengan operasi senyap tanpa diketahui oleh publik. Padahal publiklah yang nantinya akan berhadapan dengan semua apa yang dipasalkan dalam RUU KUHP itu.

Penting membangun semangat negeri ini agar keluar dari penjajahan yang pernah dialami 74 an tahun lalu, dengan cara segera perbaiki dengan tuntas RUU KUHP itu sesuai dengan kebutuhan bangsa dan negara ini.

Ketidakmampuan DPR dan pemerintah menuntaskan RUU KUHP sama saja diartikan sebagai masih merasa berada di bawah jajahan negara belanda 74an tahun yang silam.

Masyarakat menunggu hasil kerja DPR terpilih dan Pemerintahan Jokowi untuk periode 2019-2024.

https://www.google.com/search?q=kontroversi+RKUHP&safe=strict&sxsrf=ACYBGNQPMsGxLEIitENneInaEUhWvNUEUw:1568989817287&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjitNzFzt_kAhVsILcAHQ03DukQ_AUIEigC&biw=1366&bih=625#imgrc=EBrE23p5mu01VM:
https://www.google.com/search?q=kontroversi+RKUHP&safe=strict&sxsrf=ACYBGNQPMsGxLEIitENneInaEUhWvNUEUw:1568989817287&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjitNzFzt_kAhVsILcAHQ03DukQ_AUIEigC&biw=1366&bih=625#imgrc=EBrE23p5mu01VM:
YupG. 20 September 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun