Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Makna Pertanyaan Zulkifli Hasan tentang Pengibaran Bintang Kejora

30 Agustus 2019   21:40 Diperbarui: 30 Agustus 2019   22:29 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan mempertanyakan tentang pengibaran bendera bintang kejora di depan istana negara Jakarta yang seakan dibiarkan oleh pemerintah tanpa penindakan oleh keamanan. Bahkan ini merupakan kejadian pertama saetelah 15 tahun berlalu.

"Ini sejak 15 tahun terakhir, baru kali ini bendera bintang kejora berkibar. Tapi tidak ada tindakan serius dari aparat kemanan khususnya TNI-Polri," ujarnya.

Pertanyaan itu dikemukakan oleh Zulkifli Hasan untuk menanggapi kerusuhan yang terus meningkat di tanah Papua dan Papua Barat, bahkan dua hari terakhir ini memakan korban baik dari pihak kepolisian dan TNI serta penduduk sipil setempat sebagai akibat dari bentrok dan kontak senjata yang terjadi beberapa hari belakangan ini.

Zulkifli memberikan peringatan "keras" kepada pihak pemerintah khususnya TNI-Polri dalam menangani kerusuhan Papua ini, karena nampaknya sudah menyentuh multidimensi dan berbagai kepentingan. Bukan saja kepentingan tertentu dalam negeri maupun internasional.

Zulkifli Hasan sampai mengulangi kata "hati-hati" seperti diberitakan oleh kompas.com:

"Saya minta pemerintah hati hati, sekali lagi hati-hati ini Papua itu kan multidimensi. Jangan sampai salah langkah, jangan sampai salah arah," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019).

Pernyataan yang sifatnya peringatan keras dari Ketua MPR ini menarik untuk di cermati dalam konteks dinamika politik nasional maupun internasional saat ini. Sebab, nampak tidak bisa dihindari opini dan pemahaman publik, bahwa disana ada banyak kepentingan yang terlibat dalam kasus kerusuhan Papua ini.

https://www.google.com/search?q=bintang+kejora&safe=strict&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiM_pvZ6KrkAhXKuY8KHVaeC6QQ_AUIESgB&biw=1366&bih=576#imgrc=S2rtCBPWrY4ZOM:
https://www.google.com/search?q=bintang+kejora&safe=strict&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiM_pvZ6KrkAhXKuY8KHVaeC6QQ_AUIESgB&biw=1366&bih=576#imgrc=S2rtCBPWrY4ZOM:
Rentetan kejadian yang muncul dalam dua minggu terakhir ini seakan-akan muncul dengan sangat rapi dan sistematis serta terencana. Dan jauh dari spontanitas sosial dan publik. Bahkan mobilisasi sosial yang terjadipun tidak luput dari pemahaman sebuah skenario besar sedang dikerjakan dalam pentas nasional saat ini.

Betulkah pemerintah, dan juga TNI-Polri tidak hati-hati dalam menangani kasus Papua ini, yang dimulai dari soal rasis di Surabaya dan Malang? Lalu, mengapa Zulkifli Hasan seakan menuntut penindakan tegas dari pengibaran bendara bintang kejora di depan istana merdeka?

Mengamati dan mencermati dinamika yang sedang terjadi, harus diakui bahwa pemerintah sangat hati-hati untuk menanggapi semua dinamika situasi yang ada. Kendati ada Polisi dan gugur dan terluka dipihak TNI, hingga kini belum terpancing secara emosional.

Sebab, ada kesan sangat kuat untuk memancing aksi pihak keamanan atas semua kerusuhan yang dibuat oleh massa Papua. Seperti pengibaran bendera bintang kejora, seakan memancing pihak aparat untuk bertindak. Ini harus diakui sebagai strategi yang jitu.

Sebab, bila salah melangkah sangat mungkin akan terjadi bentrok dan akan jatuh korban. Bila ini yang terjadi, maka kasus kerusuhan Papua akan menjadi konsumsi internasional.

Mengikuti berbagai pemberitaan di luar negeri, harus diakui bahwa isu tentang Papua masih sangat seksi dan sensitif karena ada banyak kepentingan "bisnis" yang tidak bisa dihindari.

Kesan lambatnya reaksi pemerintahan Jokowi untuk datang ke Papua, sesungguhnya menjadi pintu masuk yang sangat baik untuk meredam nafsu massa yang berdemo untuk tidak reaktif. Istilah jalannya tidak terpancing untuk bentrok lagi antara aparat dengan massa yang berdemo.

Kecurigaan publik adanya penunggang gelap, atau meminjam istilah Jokowi saat diwawancarai oleh kompas TV adanya yang memboncengi isu Papua ini, tidak bisa dihindari. Dan nampaknya, dengan dinamika yang sedang terjadi, semakin nampak siapa-siapa gerangan yang ada dibalik kasus ini.

Langkah pemerintahan Jokowi untuk bertemu dengan semua tokoh masyarakat Papua dan Papua Barat hari ini, dan diteruskan oleh konperensi pers yang dipimpin langsung oleh Menkopolhukam, Wiranto menjadi penyejuk dan peredam awal semua kerusuhan yang terjadi.

Ada sinyal cukup jelas dan kuat bahwa pemerintah sangat memahami skenario yang sedang terjadi di Papua. Paling tidak menjelang agenda nasional tanggal 20 Oktober 2019, yaitu saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024 terpilih, maka setiap peluang akan digunakan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan yang sangat tidak nyaman dengan semua gebrakan yang dilakukan oleh Jokowi.

Apakah kelompok kepentingan yang sedang bermain, menunggangi, memboncengi dan sebagai penumpang gelap pada isu Papua akan menampak diri? Mari kita saksikan hari-hari kedepan ini.

YupG. 20 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun