Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Memaknai Risiko Politik, Isu, dan Krisis dalam Pemindahan Ibu Kota Negara RI ke Kaltim

29 Agustus 2019   17:12 Diperbarui: 31 Agustus 2019   07:36 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga kata ini yaitu risiko politik, isu dan krisis begitu akrab bagi semua orang akhir-akhir ini, bahkan menjadi pelaku yang setia dalam dinamika kehidupan masyarakat yang nyaris hampir setiap hari menghadapinya.

Tetapi, apakah semua orang memahami makna dasar dari ketiga hal itu, dan karenanya mampu mengelola dan mengendalikannya demi kemanfaatan yang optimal, paling tidak untuk dirinya sendiri. Atau paling tidak, tidak menjadi korban dan terjerambat di dalamnya hanya karena ketidaktahuan semata.

Perhatikan frasa ataupun kalimat pendek yang berisi seperti "Isu sosial, political issue, ethical issue, legal issue, isu berkelanjutan, project management issue dan surviving issue. Merupakan frasa yang sering sekali dipakai oleh para petinggi dan tokoh publik dalam dinamika keseharian di dalam masyarakat.

Project issues sering timbul pada saat mengerjakan suatu projek, seakan-akan tiba-tiba timbul masalah; yang mungkin sesungguhnya bukan masalah, namun merupakan sesuatu yang dipermasalahkan.

Pemecahan segera perlu diselesaikan melalui situation analysis dan jika memang masalah yang timbul itu kompleks perlu diadakan matrix untuk memilih options penyelesaiannya.

Akan sangat menarik membicarakan tiap kelompok isu, dan sesungguhnya isu memang berkelanjutan, tidak pernah habis, tidak pernah orang akan bebas dari isu. Dan karenanya juga tidak perlu menjadi terganggu apalagi sangat tidak nyaman hanya karena berbagai isu yang muncul.

Maksudnya adalah bahwa hakekat dinamika interaksi sosial kemasyarakatan itu diwarnai oleh isu dan berbagai isu. Isu sendiri menjadi penanda bahwa ada sesuatu yang tidak baik, tidak normal dan ada masalah yang muncul. Bagi yang memahaminya, lalu segera menanggapi dan mengantisipasi agar situasinya tidak semakin krisis dan kritis yang pada akhirnya tidak bisa dikendalikan.

Oleh karena itu, maka isu merupakan risiko; risiko hidup, risiko usaha, risiko mengerjakan suatu projek, isu pengambilan keputusan baru yang significant. Jika isu tidak cepat ditanggapi berarti:

  • Terlewat dan terbuang waktu/enerji untuk mendapatkan resolusi, issue resolution wasting, (keputusan meyelesaikan masalah menjadi menggantung)
  • Terjadi sikap menyembunyikan atau sikap tidak acuh untuk menyelesaikan  

Risko demikian membawa orang/instansi/perusahaan pada bahaya timbulnya krisis. Dan krisis itu merupakan situasi yang berada pada titik persimpangan, selamat atau kejeblok di dalam jurang sehingga bisa hancur berkeping-keping.

Risiko yang banyak dikaji dan diamati adalah Political Risk, dimana dua tahun terakhir ramai diperkirakan bagaimana dampak Brexit misalnya, yaitu niatan dari  Great Britain -- Inggris -- keluar dari Uni Eropa. Contoh konkrit lainnya yang nyata berdampak keseluruh dunia, disebut juga dampak geopolitik, adalah kebijakan Donald Trump "America First".

Kedua geoplitic political risk tersebut menimbulkan gejolak ketidakpastian, bagi sejumlah negara di dunia ini. Khususnya di bidang ekonomi, bisnis dan perdagangan sebagai bidang yang langsung terkena dampaknya, dan bidang langsung secara tidak langsung sebagai side atau multiple effects.

Pengertian Political Risk sebagai risiko politik yang berhubungan dengan partai politik atau pemilihan presiden dan pemilihan legislatif, ataupun jika dimengerti sebagai risiko berpolitik sebenarnya ambigu, atau maknanya tidak jelas. 

Sebab, sesungguhnya frase Political Risk ternyata lebih banyak muncul dalam dunia/bidang berinvestasi, risiko penanam modal dan risiko yang dapat di cover oleh asuransi. Tentu juga keadaan politik dalam negeri dan hubungannya dengan dunia luar menjadi kajian dalam pengertian Political Risk seperti yang sejak referendum keluarnya Britania Raya (UK) dari European Union (EU) yang .sudah 2 tahun lebih berjalan akhir-akhir ini  menjadi gawat. Artinya pula bahwa  secara politik kepemimpinan PM Teressa May tidak mendapat dukungan penuh dari dalam negerinya sendiri.

Dalam kajian Polical Risk keadaan ekonomi dan geopolitik dicermati yang bisa menimbulkan berbagai ketidakpastian bagi stakeholders, maupun bagi negara-negara tertentu.

Oleh karenanya, kemudian di mengerti bahwa Risiko Politik berhubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi atas kebijakan menjalankan bisnis, juga berhubungan dengan faktor eksternal yang berdampak pada bisnis dalam negeri.

Contoh klasik yang umum terjadi adalah bila terjadi kebijakan baru dalam menaikkan pajak, maka dampaknya bisa sangat serius dalam mengelola operasi sebuah perusahaan.

Demikian pula bila dampak harga ekuitas yang menurun akan mengakibatkan dampak tinggi terhadap political risks factors, yang dapat mengurangi atau menurunkan habis dorongan penanaman modal asing secara signifikan.

Kemudian, maka domino efek-nya melambatkan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh; bahaya berikutnya menimbulkan isu-isu sosial.

Berlanjut ke isu kepemilikan modal, memberi dampak perlambatan pembayaran hutang Negara, sehingga berdampak pada pasar modal. Parahnya menjadi berlebih, isu akan menyebabkan turunnya nilai mata uang, menurunnya daya ekspor dan kembali lagi berimbas menjadikan lebih parahnya pertumbuhan ekonomi.

Situasinya menjadi tidak bisa lagi dihindarkan, maka Political Risks berdampak pada Government Risks dan Instability Risks. Government Risks merupakan akibat tindakan/kebijakan Pemerintah. Misalnya menaikkan rasio pajak menjadikan Government Risk; karena sebenarnya tindakan demikian ambigu dalam elemen legal. Instability Risks, risiko tidak stabilnya keadaan pemerintahan dan keadaan ekonomi, sering merupakan dampak dari perebutan politik karena perebutan kedudukan politik sehingga dapat menimbulkan kerusuhan massa.

Yang sekarang menjadi buah mulut dan kabar hangat di semua media adalah perpindahan ibu kota negara Republik Indonesia yang sudah diumumkan oleh Presiden Jokowi pada Senin 26 Agustus 2019 yang lalu. Peristiwa ini membawa dampak "turbulent" pro dan kontra ditengah-tengah masyarakat Indonesia.

https://nasional.tempo.co/read/1239864/3-implikasi-ketatanegaraan-versi-dosen-up-jika-ibu-kota-pindah/full&view=ok
https://nasional.tempo.co/read/1239864/3-implikasi-ketatanegaraan-versi-dosen-up-jika-ibu-kota-pindah/full&view=ok
Lokasi yang Ibu Kota Negara yang baru di Kalimantan Timur ini, dari ibu kota baru itu nantinya orang dapat memandang gemerlapannya kota Balikpapan, yang konturnya berbukit-bukit bercampur dengan lampu di pinggir pantai, dengan pantulan cahanya diatas air laut.

Lokasi ibu kota negara yang baru meliputi dua kabupaten Penajem Paser Utara dan Kutai Kartanegara, berarti tepat di lengkung teluk yang indah di Balikpapan itu. Tidak perlu membangun bandara baru karena sudah tersedia bandara Balikpapan, juga sudah dibangun jalan tol ke Samarinda yang juga memiliki bandara.

Nah, apakah keindahan dan pemilihan ibu kota yang baru ini sudah dikomunikasikan dengan baik, internal maupun eksternal?

Keputusan orang nomor satu di republik ini, Presiden Joko Widodo, dianggap berani dan dikatakan bahwa sudah dipelajari dengan sunguh-sungguh, namun sekarang sudah timbul isu-isu yang bias berimbas menjadi krisis.

Ada wacana kekhawatiran yang timbul dari sebagian ASN atau Aparat Sipil Negara yang sudah terbiasa tinggal di "comfort zone" di Jakarta yang enggan pindah, adanya isu perusakan pelestarian hutan, bahkan rumor berbau politik tidak sedap.

Jika tidak berkembang tentu tidak menjadi masalah, namun apakah risiko yang sudah terdeteksi dibiarkan? Disinilah perlunya pengetahuan dan pelaksanaan Manajemen Isu, Risiko dan Krisis.

Dalam keadaan sekarang sudah sangat mendesak instansi mana dan siapa pemimpinnya  atau lead communicator yang harus melaksanakan komunikasi ini? Apakah Kementerian Kominfo, Kementerian Dalam Negeri atau Bapenas?

Usulan diskusi ilmiah berbasis ilmu komunikasi perlu segera dilaksanakan untuk turut serta memberikan solusi secepatnya dari bidang akademisi maupun praktisi.

Catatan, artikel reflektif ini dikirimkan oleh sahabat terbaik saya Ludwig Suparmo, seorang profesional  Lead Trainer Crisis, Issues, and Risks Management in Communication

YupG. 29 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun