Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ini Syarat Menjadi Menteri Kabinet Jokowi-Ma'aruf

4 Juli 2019   21:52 Diperbarui: 5 Juli 2019   06:03 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://foto.wartaekonomi.co.id/files/arsip_foto_2017_10_31/digital_economy_2017_10_31_113806_small.jpg

Wacana untuk mengusulkan agar orang-orang muda nan milenial untuk di rekrut oleh Jokowi menjadi menteri dalam kabinet yang akan di susun Dengan alasan untuk belajar, merupakan kesalahan besar bahkan fatal bagi perwujudan visi dan misi Presiden tahun 2019-2024.

Ini bukan persoalan si A atau si B maupun si X, tetapi menjadi seorang Menteri yang menjadi tangan kanan Presiden dalam menggerakkan pembangunan, bukanlah tempat untuk belajar atau berlatih. Tetapi seseorang di tunjuk oleh Presiden menjadi Menterinya untuk bekerja, kerja dan kerja sesuai motto Jokowi sejak 5 tahun yang lalu.

Ketika seseorang di letakkan dalam posisi Menteri tertentu, tidak ada lagi waktu untuk belajar, atau berlatih menjadi Menteri. Lha, siapa yang akan mengajarin, kapan belajar atau berlatihnya, dan kapan dia akan bekerja kalau harus belajar dan berlatih dahulu. Ini namanya cari "perkara" dan buat "persoalan" dalam kabinet baru Jokowi - Ma'aruf Amin.

Siapapun yang akan menjadi seorang Menteri Kabinet Kerja Jokowi untuk periode kedua ini, diasumsikan telah matang dan profesional sebagai seorang Leader dengan seluruh karakteristik, kapasitas dan kapabilitas yang dituntut dalam posisi sebagai Menteri.

Seorang Pemimpin atau Leader, berarti seorang CEO, Chief Executive Officer, yang memiliki kemampuan Strong Leadership dan juga Strong Managerial. Sehingga apa yang diinginkan oleh seorang Presiden yang dibantunya, harus mampu memahami dengan cepat dan mengeksekusi juga dengan lebih cepat lagi.

Jadi, kesalahan besar apabila Menteri yang berasal dari generasi milenial karena untuk belajar atau berlatih untuk regenerasi masa depan bangsa dan negera ini, sama sekali tidak bisa dibenarkan.

Saya pikir yang bisa dimengerti dari pesan Jokowi selama ini adalah mereka yang menjadi Menteri dalam kabinetnya adalah yang memiliki kemampuan yang dibutuhkan, dan bisa berasal dari berbagai sumber, seperti generasi muda yang milenial, dari Parpol, atau dari mana saja.

Memang menjadi pertanyaan menarik adalah siapa generasi milenial yang memenuhi syarat yang dibutuhkan sebagai seorang Menteri  Jokowi-Ma'aruf Amin? Adakah mereka? Dan dimana mereka sekarang berada?

Harusnya, jawabannya pasti ada dan bahkan sangat banyak pilihan yang dimiliki oleh Jokowi untuk dipertimbangkan menjadi salah satu atau dua orang menjadi Menteri dalam kabinet yang baru.

Berangkat dari pengalaman periode pertama Jokowi sebagai Presiden, beberapa menteri yang direkrut dan awet sampai akhir, dapat menjadi acuan bagaimana seorang Jokowi memilih.

Sebutkan saja misalnya Menteri Susi Pudjiastuti, Menteri Perikanan dan Kelautan, yang semula tidak banyak orang menduga menjadi salah satu orang kuat dalam kabinet Jokowi. Dia berlatar belakang seorang pengusaha yang berhasil, dan memiliki pengalaman internasional yang sangat hebat di bidangnya.

Artinya, bila bicara menteri dari generasi milenial, sangat mungkin mereka yang selama ini memimpin bisnisnya dengan sangat berhasil bahkan menglobal. Sebutkan saja misalnya sejumlah unicorn yang sudah merangsek masuk pasar Asean untuk pengembangan bisnis mereka.

Artinya, pengalaman leadership dan pengalaman manajerial menajadi pertimbangan kunci untuk menjadi seorang Menteri. Bayangkan dengan memimpin bisnis dengan ribuan karyawan, jaringan yang sangat luas, asset sampai triliunan rupiah, network yang luar biasa, dan perspektif masa depan yang keren, nampaknya itu menjadi obsesi yang nampaknya dimiliki oleh seorang Presiden Jokowi.

Masih ingat ketika salah satu sesi dalam debat Capres pada Maret yang lalu, Jokowi tegas mengatakan bahwa kemajuan suatu bangsa bukan lagi karena besarnya negara itu, tetapi kecepatan. Artinya siapa yang cepat maka dia akan memenangkan persaingan dan meninggalkan yang lambat.

Dan ini kuncinya adalah kecepatan, dan kecepatan itu kuncinya adalah teknologi, dan teknologi itu berarti penguasaan dan pengembangan inovasi yang tiada batas. Jokowi yakin, bahwa kedepan itulah yang dibutuhkan oleh negeri ini agar maju dan sejajar dengan negara lain.

Mari mengusulkan nama-nama yang kira-kira memenuhi kriteria Menteri yang siap bekerja dan bekerja dan bukan siap belajar atau siap dilatih. Demi Indonesia yang maju!

Yupiter Gulo, 4 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun