Menang atau kalah merupakan hal biasa dalam sebuah kompetisi. Hanya satu orang yang menjadi pemenang dan yang lain disebut kalah. Demikian halnya Pemilihan Umum Presiden, hanya ada satu yang terpilih, kalau bukan 01 maka 02, atau sebaliknya kalau bukan 02 maka 01. Seharusnya tidak ada yang harus ditangisi apalagi harus kecewa.
Harus diakui bahwa persaingan politik untuk menjadi orang nomor satu di republik ini selama 10 bulan sungguh ketat, karena kekuatan yang ada benar-benar hadir dalam puncak pemilihan 17 April 2019. Capaian 55,50 versus 44,50% indikator kuatnya persaingan itu, dengan angka selisih sekitar 17 jutaan suara.
Dan akhirnya kompeitisi ini berakhir karena garis finish sudah dicapai, dengan MK sebagai benteng akhir sudah memutuskan dan keputusan final yang menetapkan bahwa hasil perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU sudah sah secara hukum dengan 01 sebagai kandidat untuk di tetapkan sebagai Presiden RI periode 2019-2024.
Dengan demikian, Prabowo menjadi Capres 02 yang kalah dalam kompetisi. Kekalahan yang seharusnya disikapi secara elegan dan gentle, sebagai orang-orang terbaik yang dimiliki oleh bangsa ini dalam kontestasi politik.
Sesungguhnya, kekalahan Prabowo sudah terindikasi kuat ketika terjadi perang hasil QC dari sejumlah lembaga survei. Dan angkanya relatif tidak bergerak hingga keputusan MK dua hari yang lalu. Berbagai opini, analisis pun meluncur bagaikan air mengalir untuk menjelaskan kegagalan Prabowo dan Sandi.
Sebulan yang lalu, saya menulis artikel tentang sejumlah kecolongan yang dialami oleh Prabowo dalam proses Pilpres. Dan kecolongan itu terulang kembali setelah keputusan MK diumumkan Kamis 27 Juni 2019. Kecolongannya adalah "konperensi pers Prabowo" sebagai sikap dan reaksi atas keputusan MK.
Baca Artikel Terkait : Ketika Prabowo Menghadapi Kecolongan Demi Kecolongan
Konperensi pers Prabowo yang disampaikan pada Kamis 27 Juni 2019, sekitar pukul 21.30an merupakan kecolongan terakhirnya dan seakan menyempurnakan kekalahannya sebagai Capres 02 dalam Pilpres 2019. Artinya, kekalahan yang betul-betul memperlihatkan sikap sebagai orang yang kalah dalam sebuah kompetisi.
Naskah konperensi pers yang sudah disiapkan dengan baik dan Prabowo tinggal membacanya tanpa ada tambahan-tambahan penjelasan, betul-betul menyempurnakan kekalahannya, karena :
Satu, harusnya isi konperensi pers yang disampaikan akan menjadi klimaks tentang Prabowo yang menghargai sebuah proses hukum yang sudah dilewatinya. Dengan mengucapkan selamat kepada Capres 01 sebagai pemenang dalam sidang gugatannya di MK. Publik memahami ini sebagai sikap yang hanya siap menang tetapi tidak siap kalah.
Sesungguhnya publik menunggu kata-kata pamungkas itu, memberi selamat kepada Jokowi-Maaruf Amin yang mempunyai dampak sangat besar dan luas dalam konstelasi Prabowo sebagai seorang Calon Presiden. Dan inilah kecolongannya.