Dengan tiga orang calon ini diharapkan akan segera terisinya posisi Sekjen yang selama ini kosong dan pasti mempengaruhi kinerja KPK keseluruhan. Walaupun ketiga semua yang terbaik dari 200 orang, namun pertanyaannya siapa yang paling cocok untuk menduduki jabatan Sekjen KPK dari ketiga kandidat ini?
Memilih satu dari dua orang yang kandidat berasal dari dalam yaitu Cahya Hadianto dan Wawan tentu ada untung dan ruginya. Paling tidak mereka tidak asing lagi dengan KPK secara internal dan akan lebih cepat melakukan penyesuaian  bila berada di posisi Sekjen.
Tetapi, bisa juga tidak memiliki sensotifitas yang tinggi terutama terhadap dinamika dan kepentingan yang lebih besar dengan dinamika dan perubahan yang begitu cepat. Sangat mungkin juga budaya organisasi KPK mempengaruhi sensitifitas dan profesional yang dituntut.
Dr. Hiskia sebagai satu-satunya kandidat dari luar lembaga KPK, menjadi pilihan yang kuat untuk dipertimbangkan untuk menduduki jabatan Sekretaris Jenderal KPK yang baru, dengan beberapa pertimbangan kritis yang perlu di uji dengan baik, yaitu :
Pertama, sebagai ASN di lingkungan LIPI dan telah mencapai level PUM/IV-d dengan pengalaman kerja dan pendidikan yang sangat baik, dan posisi sebagai Inspektur menjadi alasan kemampuannya mengerjakan tugas-tugas "dapur" dalam KPK. Sekjenlah yang akan mengolah semua "data dan informasi" yang mendukung habis proses pengambilan keputusan penting oleh Pimpinan KPK.
Kedua, apabila Sekjen KPK berasal dari luar sangat mungkin memiliki cara pandang yang berbeda yang jauh lebih bersih, jernih dan fresh dalam melihat KPK sebagai lembaga pemberantasan kejahatan luar biasa, yaitu korupsi. Ini agak sulit ditemukan apabila kandidatnya berasal dari dalam organisasi yang sangat mungkin tidak lagi objektif atau objektifitasnya kurang dan fresh melihat masalah-masalah dalam KPK.
Ketiga, Hiskia sebagai peneliti madya di LIPI tidak memiliki beban dan hambatan psikologis dalam posisi sebagai Sekjen. Artinya, ketika dia menjadi Sekjen KPK tentu tidak memiliki beban, guilting feeling, dalam menjalankan tupoksi sebagai Sekjen KPK. Sebab, bila ada beban psikologis akan menjadi hambatan penting bagi efektifitasnya menjalankan tugas.
Keempat, memilih Sekjen dari luar KPK dipastikan akan membawa kesegaran dalam budaya organisasi yang sangat dibutuhkan oleh Lembaga KPK yang terus menerus berdinamika dengan cepat. Fresh air dibutuhkan sebagai cara agar orang-orang yang lama tidak terjebak dalam comfort zone yang bisa mematikan sensitifitas dan profesionalisme yang sangat dikedepankan oleh KPK.
Tanpa mengabaikan proses dan persyaratan lainnya, nampaknya keempat pertimbangan diatas, bisa menjadi masukan bagi Pansel untuk tahapan seleksi selanjutnya, yaitu wawancara. Dengan harapan agar orang yang di pilih dapat menjadi bagian kunci untuk terus meningkatkan kinerja dan prestise lembaga anti rasuah yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.
Secara organisasional, posisi Sekjen menjadi sentral dalam gerakan organisasi, bahkan sebagai poros berputarnya semua dinamika dan perkembangan dalam organisasi KPK.Â