Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Berisiknya Koalisi antara Demokrat dengan Gerinda

9 Juni 2019   20:16 Diperbarui: 9 Juni 2019   23:28 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://klikmerdeka.com/sempat-sebut-jendral-kardus-andi-arief-tetap-dirangkul-prabowo.html

Memasuki H+5 suasana lebaran masih terasa di mana-mana, salam bersalaman, saling meminta maaf dan seakan-akan saling berlomba untuk menuntaskan semua ritual silaturahmi idul fitri yang nampaknya mulai besok akan berubah total, karena hari kerja sudah mulai kembali. Seperti biasapun hiruk pikuk arus balik mudik tidak bisa dihindari, karena pemandangan kemacetan, tersumbatnya jalan dimana-mana, serta berjam-jamnya para pemudik di kemacetan jalan menjadi berita yang sangat hot dan viral.

Tetapi hari ini pemberitaan tentang koalisi Capres 2019 menjadi topik pemberitaan yang tidak kalah menariknya dengan arus balik mudik libur lebaran yang dialami dengan tersumbatnya arus perjalanan di mana-mana. Terutama tuntutan dari Partai Gerinda kepada Partai Demokrat untuk menentukan sikap dalam koalisi yang selama ini sudah dibangun yang diketahui sebagai "Koalisi Adil Makmur" sebagai representasi dari kubu Capres 02 Prabowo-Sandiago.

Menarik untuk dicermati dengan seksama, karena hampir satu minggu ini, pemberitaan di dominasi oleh kegiatan silaturahmi yang dilakukan oleh AHY dan EBY kepada sejumlah tokoh antara lain ke Presiden Jokowidodo, Ibu Megawati Sukarnoputri, BJ Habibie, dan keluarga Ibu Nuriah Gusdur.

Walaupun kunjungan ini sungguh-sungguh silaturahmi terkait dengan meninggalnya Ibu Ani Yudhoyono dan dilanjutkan dengan momen Idul Fitri 1440H, namun publik memahami dan memaknai sebagai bagian dari dinamika politik Pilpres yang masih berlanjut ke MK dan tahapan selanjutnya.

Publik tidak bisa memungkiri, seakan ada keterpisahan yang signifikan antara Demokrat dengan Gerinda, terutama setelah Capres 02 Parbowo Subianto kembali dari perjalanan Luar Negeri sementara Sandi Uno masih berlebaran di USA bersama keluarga.  Dan nampaknya, klimaksnya hari ini menjadi konkrit ketika petinggi dari Partai Gerinda menyampaikan pesan-pesan politik yang sangat signifikan dalam konstelasi menuntaskan proses Pemilu 2019.

Pesan yang disampaikan oleh Wasekjen Partai Demokrat kepada Jokowi dan Prabowo untuk membubarkan koalisi masing-masing agar tidak terjadi benturan kubu-kubuan di antara para pendukung keduanya. Karena proses Pilpres sudah selesai dan dimenangkan oleh Capres 01. Sehingga dianggap kaolisi tidak dibutuhkan lagi.

https://nasional.kompas.com/read/2019/06/09/09084401/wasekjen-demokrat-usul-prabowo-segera-bubarkan-koalisi-pendukungnya
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/09/09084401/wasekjen-demokrat-usul-prabowo-segera-bubarkan-koalisi-pendukungnya

Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik juga mengusulkan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo segera membubarkan koalisi partai politik pendukungnya dalam Pilpres 2019. Sebelumnya, Rachland meminta calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto untuk membubarkan koalisi parpol pendukung. "Anjuran yang sama, bubarkan koalisi, juga saya sampaikan pada Pak @Jokowi. Mempertahankan koalisi berarti mempertahankan perkubuan di akar rumput," ujar Rachland seperti dikutip dari akun Twitter-nya, @RachlandNashidik, Minggu (9/6/2019)

Kemudian pesan Wasekjen Demokrat ini ditanggapi balik oleh Wasekjen Partai Gerinda dan menuntut agar Demokrat silakan menentukan sikap apabila tidak sabar menunggu proses yang sedang berlangsung. Karena bagi Gerinda, proses Pilpres belum usai karena masih harus berproses di sidang-sidang Mahkamah Konstitusi.

https://politik.rmol.id/read/2019/06/07/392201/andre-rosiade-monggo-kalau-demokrat-mau-gabung-jokowi-enggak-usah-caper
https://politik.rmol.id/read/2019/06/07/392201/andre-rosiade-monggo-kalau-demokrat-mau-gabung-jokowi-enggak-usah-caper

"Kalau Demokrat sudah enggak sabar ingin keluar, silakan, itu haknya Demokrat. Kami tidak akan menghalangi. Silakan Demokrat ambil keputusan," ujar Andre saat dihubungi, Minggu (9/6/2019).

Nampaknya Gerinda tidak ingin koalisi yang selama ini sudah dibangun dengan usah payah, kendati banyak rintangan dan cobaan, cepat-cepat dibubarkan hingga tuntas semua proses kontestasi politik ini. Persoalan menang atau kalah itu menjadi soal lain lagi dalam peta politik. Sebab, ruang untuk perjuangan politik itu masih terbuka lebar-lebar dalam segala dinamika.

Tentu sangat tidak elok dan elegan apabila koalisi bubar ditengah jalan, dan masing-masing mencari selamat sendiri.

Ini tentu menjadi ujian yang sangat berat bagi Partai Gerinda sebagai tulang punggungnya Koalisi Adil Makmur yang juga sekaligus sebagai partainya Capres 02 yang harus menuntaskan perjuangan ini dengan baik dan bertanggungjawab. Seperti diketahui bahwa Koalisi Adil Makmur ini didukung Partai Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan Partai Berkarya.

Sementara itu, opini publik yang sangat kuat menerjemahkan semua gerak-gerak dari Partai Demokrat, terutama AHY sebagai kepercayaan SBY dalam Demokrat yang memiliki interaksi yang signifikan dengan kubu Capres 01 Jokowido dengan PDIP sebagai gerbong Parpol utamanya.

Mungkinkah PD akan meninggalkan Koalisinya di dalam kubu Capres 02? Betulkah Demokrat akan bergabung dengan koalisi yang dikenal sebagai Koalisi Kabinet Kerja dari Capres 01 Jokowi-Ma'aruf Amin? Betulkah ada niat dari AHY untuk menjadi salah seorang Menteri dalam Kabinet Jokowi-Ma'aruf Amin untuk periode 2019-2024?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi isu sangat hangat ditengah-tengah publik. Tidak bisa dihindari berbagai opini muncul dalam konstelasi Indonesia membangun masa depan yang lebih baik dan lebih maju.

Berbicara tentang koalasi, berarti  berbicara tentang pilihan strategi dalam mengikuti kontestasi politik. Dan ini tentu sesuatu yang wajar dan sah-sah saja. Karena pilihan itu selalu tersedia bagi semua Parpol yang memenuhi kriteria sebagai peserta Pemilu. Bisa saja juga tidak ikut dalam sebuah koalisi dan berdiri sendiri sebagai sebuah entitas Parpol.

Dipastikan dan diyakini semuanya dirangkai dan dijalani dan juga dimaintence dalam perspektif politik, yaitu kepentingan masing-masing partai dalam konstelasi kepentingan berbangsa dan bernegara. Jadi, sesungguhnya segala sesuatu yang terjadi dalam sebuah koalisi politik diikat dan diearatkan oleh keyakinan pencapaian kepentingan masing-masing sebagai indikatir kekuatan yang akan muncul.

Pengalaman mengajarkan publik juga bahwa dalam politik tidak ada koalisi yang langgeng damai sejahtera. Karena ukurannya adalah kepentingan si partai. Kalau merasa kepentingannya baik jangka pendek maupun jangka panjang terpenuhi maka dia akan tetap berda dalam koalisi itu. Sebaliknya kalau merasa dan keyakinannya tidak lagi terpenuhi kepentingannya maka koalisi akan ditinggalkan.

Lima tahun yang lalu, ketika Pemilu juga koalisi terbagi menjadi KMP atau Koalisi Merah Putih dan KIH atau Koalisi Indonesia Hebat dengan konstelasi yang menarik sekali. Kendati KIH memenangkan Pilpres dengan terpilihnya Jokowi sebagai RI 1 dan Jusuf Kalla sebagai RI 2, tetapi di senayan wilayah Legislatif dikuasai oleh KMP dengan hirup pikuk yang luar biasa.

Dan dalam perjalanan waktu, pelan-pelan koalisi yang dibangunpun berubah dengan beberapa Partai Politik hijrah ke koalisi lainnya. Dan peta politik di senanyanpun berubah dengan sangat signifikan.

Yang dihadapi kini dengan Pemilu serentak 2019, petanya menjadi berubah total. Karena baik Pilpres maupun Pileg dikuasai oleh kubu Capres 01, Koalisi Adil Makmur. Sementara data dari KPU diketahui bahwa sekira 67% kursi di legislatif berada di pihak Koalisi Kabinet Kerja, dan sisanya adalah di kubu Koalisi Adil Makmur.

Koalisi yang dibangun sejak awal oleh kubu Capres 02 Prabowo Subianto tidak semulus yang dialami oleh kubu Capres 01. Terutama ketika mulai mencari pasangan yang akan menjadi Cawapres yang akhirnya jatuh pilihan kepada Sandiaga Uno. Diakui melewati pro kontra dalam kubu koalisinya. Sehingga isu tentang "jenderal kardus" menjadi awal yang tidak menyenangkan dalam proses awal koalisi berjalan.

Demikian seterusnya dalam proses kampanye dengan ketidak setujuan SBY konsep kampanye akbar capres 02 di GBK, lalu juga sikap yang berbeda antara PD dan Gerinda tentang hasil QC, dan sikap terhadap dugaan kecurangan Pilpres 2019.

Memang ada Parpol lain dalam koalisi ini tetapi relatif aman-aman saja, kendati petinggi PAN sudah lebih dahulu bersikap apresiatif terhadap pengumuman hasil KPU bagi kemenangan Jokowi. Tetapi agak berbeda halnya dengan Demokrat dan Gerinda, sehingga hari ini Minggu 9 Juni 2019, muncul wacana membubarkan koalisi oleh Wasekjen PD.

Kalau demikian, siapa yang betul-betul berisik dalam kubu koalisi ini, apakah Demokrat atau Gerinda? Ini akan menjadi wilayah dinamika baru yang akan dicermati oleh publik dengan seksama.

Rasanya koq lebih bijaksana apabila koalisi yang sudah dibangun sejak awal tidak boleh tercerai berai di tengah jalan apalagi saling meninggalkan. Sebab inilah sebuah role model berpolitik yang perlu dijadikan pembelajaran bagi generasi muda bangsa ini kedepan.

Walaupun dalam dunia politik semua sah-sah saja terjadi untuk masuk atau keluar, bertahan atau bubar atau yang lain.

YupG. 9 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun