Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenali Jebakan Kesia-siaan Agar Tidak Terjebak

1 Juni 2019   12:17 Diperbarui: 1 Juni 2019   12:22 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.idntimes.com/

Tidak ada orang yang mau hidupnya akan berakhir dengan sia-sia. Dan tentu saja juga tidak ada orang yang merencanakan kesia-siaan dalam hidupnya. Semua orang menginginkan hal yang berarti, berguna, bermanfaat yang akan terjadi, dicapai dan dialami sepanjang hidupnya.

Tetapi banyak orang tidak sadar bahwa hidup yang dijalani setiap hari penuh dan berakhir dengan kesia-siaan. Bekerja dengan penuh semangat dri pagi hingga malam setiap hari sepanjang tahun, tetapi merasakan hidup yang hampa dan tiada arti.

Ada banyak orang yang terus belajar tentang banyak hal, namun diakhiri perjuangan merasakan hidup tanpa arti, dan terasa sia-sia apa yang dikejar dan diperjuangkannya selama ini.

Ada banyak orang yang berjuang dengan mati-matian agar hidup keluarganya terus membaik, berkembang dan menjadi lebih maju dan maju. Tetapi menemui kehampaan bahkan keputusasaan di akhir semua perjuangannya.

Seorang penulis bernama David Graeber dalam sebuah penelitiannya menemukan hal-hal menarik tentang kesia-siaan manusia dalam bekerja, seperti hasil surveinya di Inggris.

Graeber menemukan bahwa di Inggris 1/3 dari penduduknya yang bekerja kantoran merasa melakukan pekerjaan yang tidak berarti dan tidak memberikan perubahan pada dunia sekitarnya dan karenanya merasakan hidup yang sia-sia belaka. Kenyataan serupa, ditemukan juga di Belanda yang menjelaskan bahwa sekitar 40 persen karyawan yang bekerja di negara itu berpikir bahwa pekerjaan mereka adalah tugas yang sia-sia.

Dalam laporannya Graeber menjelaskan bahwa ada perbedaan penting yang harus dimengerti,  pekerjaan yang sia-sia dan pekerjaan yang menyebalkan. Maksudnya, pekerjaan sia-sia adalah pekerjaan yang tidak memberikan kontribusi yang berarti buat organisasi dan perusahaan. Kebanyakan karyawan yang berada dalam posisi itu merasa bahwa jika mereka tidak ada, perusahaan tidak akan jatuh bangkrut atau bisa jadi berjalan lebih baik. Sementara itu, yang dimaksudkan dengan pekerjaan menyebalkan adalah pekerjaan yang dianggap memberikan penghasilan kecil dan tidak berkembang.

Inilah yang jarang disadari oleh banyak orang dalam melakukan pekerjaannya setiap hari. Karena orientasi mereka hanya sekedar untuk mencari makan saja dengan sejumlah imbalan atau gaji yang dibayarkan oleh perusahaan. Situasi ini akan disadari ketika perjalanan sudah sangat jauh dan kehampaan makna hidup menjadi siksaan yang sangata mengganggu.

Diingatkan oleh David Graeber bahwa apabila setiap hari seseorang melakukan yang dipikirkan akan sia-sia, menurut hasil riset, bisa membahayakan kesehatan emosional dan fisik. Dan akibat lebih lanjut adalah tidak saja gagal mencapai hasil kerja terbaiknya tetapi merusak dirinya sendiri lebih parah lagi.

Jadi, sesungguhnya yang menjadi sumber persoalan utama adalah mengapa orang menemui kesia-siaan yang hidup yang dijalani?

Ada sebuah kisah tentang seorang misionaris tua yang pada masa mudanya mengembara ke berbagai negara di dunia ini untuk menemukan arti hidupnya. Akan tetapi, ia tidak memperoleh makna hidup yang dicarinya itu.

Yang terjadi malah sebaliknya, Tuhan sendiri menemukan dirinya dalam pengembaraannya. Kemudian, yang terjadi selanjutnya adalah justru dengan Tuhan menemukannya, maka si tua misionaris ini menemukan makna dan arti hidupnya sendiri.

Pengalaman si misionaris tua ini menjadi cerminan dari usaha banyak orang untuk mencari jati dirinya melalui pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Melalui interaksi dan perjumpaan dengan banyak orang yang ditemui sepanjang hidupnya.

Sebuah survei lain menemukan bahwa usaha orang untuk mencari makna hidup menemui kesia-siaan belaka. Perhatikan 9 fakta sederhana berikut ini sebagai indikasi kuat tentang usaha keras manusia mencari makna hidup yang umumnya berakhir dengan kesia-siaan :

  • Memiliki rumah yang besar tetapi jarang jumpa dan kumpul dengan keluarga
  • Memiliki saldo-saldo plus tetapi perilaku sangat minus dalam segala hal
  • Suka makan yang banyak tetapi masih sering sakit-sakitan
  • Memiliki daftar kontak Banyak Contact List Tapi Tak Ada Yang Bisa Dihubungi
  • Sekolah Tinggi Tapi Pemikiran Sempit
  • Traveling ke Mana-Mana Tapi Tak Kenal Tetangga
  • Menikah Besar-Besaran Tapi Berakhir Pada Perceraian
  • Belajar Hidup Layak Tapi Lupa Bagaimana Hidup Yang Baik

Tentang kesia-siaan juga di alami dengan sangat sangat dahsyat oleh seorang raja yang sangat terkenal dimasa Perjanjian Lama, yaitu Raja Salomo yang bisa dibaca dalam kitab-kitab  yang ditulisnya.

Raja Salomo yang diyakini banyak penafsir Alkitab sebagai penulis kitab Pengkhotbah menyatakan bahwa semua kegiatan manusia dan "gerakan" alam di dunia ini sesungguhnya merupakan kesia-siaan karena peristiwa itu merupakan aktivitas berulang yang membosankan.

Bila dicermati dengan seksama, nampak bahwa isi hikmat dan ajaran pengetahuan dunia ini merupakan pengulangan dari ilmu yang pernah ada sebelumnya dan yang pada akhirnya akan dilupakan oleh orang juga. Jadi Raja Salomo menyimpulkan bahwa sesuatu yang mulia seperti hikmat dan pengetahuan dunia tetap merupakan kesia-siaan.

Menarik untuk merenungkan bahwa Raja Salomo pada usia mudanya dia menulis Kidung Agung, kemudian surat-suratnya di Amsal ditulisnya pada usia setengah tua dan kitab Pengkhotbah ditulis pada tahun-tahun akhir hidupnya.

Nampak sekali bahwa disana terdapat pengaruh yang sangat kuat dan menumpuk dari kemerosotan rohani, penyembahan berhala, dan hidup memuaskan-dirinya pada akhirnya membuat Salomo kecewa dengan kesenangan dan materialisme sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan.

Dengan demikian, kita Pengkhotbah yang terkenal tentang kesia-siaan merupakan rekaman dan catatan renungan-renungan sinis dari Raja Salomo tentang kesia-siaan dan kehampaan usaha menemukan kebahagiaan hidup terlepas dari Allah dan Firman-Nya.

Inilah ironis yang bisa disaksikan dalam kehidupan manusia hari hari belakangan ini. Berpikir bahwa mungkin kesuksesan, kekayaan, kesehatan, paras cantik/tampan, kepintaran dan ketenaran dapat memberinya kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup ini. Namun, sebenarnya pandangan ini tidak selalu tepat sebab semua hal tersebut hanya memberikan kita kelimpahan materi dan status sosial di masyarakat, tetapi tidak menghasilkan kebahagiaan dan kepuasan hidup rohani yang benar.

Sebaliknya dan inilah kebenaran yang hakiki yang sering diabadikan oleh banyak orang. Bahwa Tuhan  menjanjikan damai sejahtera dan berkat yang pada gilirannya "membuahkan" kebahagiaan serta arti hidup yang sesungguhnya. Jadi segala sesuatu dimulai dari berkat rohani, itulah kebahagiaan sesungguhnya. Dan semuanya itu tersedia bagi siapa saja yang mau menerima Tuhan itu sendiri dalam kehidupan ini.

Bersama dengan kisah hidup seorang misionaris tua, dapat di pedomani bahwa menikmati kehidupan tanpa Tuhan akan berakhir dengan kesia-siaan, sedangkan menjalani setiap menit dalam hidup ini dengan bersama Tuhan akan memperoleh kedamaian, kebahagian sejati.

Oleh karenanya setiap orang harus terus menerus membangun, memelihara dan mengembangkan hubungan dengan keintiman yang dalam dengan Tuhan dalam berkat rohani. Maka semuanya yang lain dalam hidup ini akan menggerakkan berkat kesenangan jiwani, dan menghasilkan kenikmatan jasmani.

Yupiter Gulo, 1 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun