Ada sebuah kisah tentang seorang misionaris tua yang pada masa mudanya mengembara ke berbagai negara di dunia ini untuk menemukan arti hidupnya. Akan tetapi, ia tidak memperoleh makna hidup yang dicarinya itu.
Yang terjadi malah sebaliknya, Tuhan sendiri menemukan dirinya dalam pengembaraannya. Kemudian, yang terjadi selanjutnya adalah justru dengan Tuhan menemukannya, maka si tua misionaris ini menemukan makna dan arti hidupnya sendiri.
Pengalaman si misionaris tua ini menjadi cerminan dari usaha banyak orang untuk mencari jati dirinya melalui pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Melalui interaksi dan perjumpaan dengan banyak orang yang ditemui sepanjang hidupnya.
Sebuah survei lain menemukan bahwa usaha orang untuk mencari makna hidup menemui kesia-siaan belaka. Perhatikan 9 fakta sederhana berikut ini sebagai indikasi kuat tentang usaha keras manusia mencari makna hidup yang umumnya berakhir dengan kesia-siaan :
- Memiliki rumah yang besar tetapi jarang jumpa dan kumpul dengan keluarga
- Memiliki saldo-saldo plus tetapi perilaku sangat minus dalam segala hal
- Suka makan yang banyak tetapi masih sering sakit-sakitan
- Memiliki daftar kontak Banyak Contact List Tapi Tak Ada Yang Bisa Dihubungi
- Sekolah Tinggi Tapi Pemikiran Sempit
- Traveling ke Mana-Mana Tapi Tak Kenal Tetangga
- Menikah Besar-Besaran Tapi Berakhir Pada Perceraian
- Belajar Hidup Layak Tapi Lupa Bagaimana Hidup Yang Baik
Tentang kesia-siaan juga di alami dengan sangat sangat dahsyat oleh seorang raja yang sangat terkenal dimasa Perjanjian Lama, yaitu Raja Salomo yang bisa dibaca dalam kitab-kitab  yang ditulisnya.
Raja Salomo yang diyakini banyak penafsir Alkitab sebagai penulis kitab Pengkhotbah menyatakan bahwa semua kegiatan manusia dan "gerakan" alam di dunia ini sesungguhnya merupakan kesia-siaan karena peristiwa itu merupakan aktivitas berulang yang membosankan.
Bila dicermati dengan seksama, nampak bahwa isi hikmat dan ajaran pengetahuan dunia ini merupakan pengulangan dari ilmu yang pernah ada sebelumnya dan yang pada akhirnya akan dilupakan oleh orang juga. Jadi Raja Salomo menyimpulkan bahwa sesuatu yang mulia seperti hikmat dan pengetahuan dunia tetap merupakan kesia-siaan.
Menarik untuk merenungkan bahwa Raja Salomo pada usia mudanya dia menulis Kidung Agung, kemudian surat-suratnya di Amsal ditulisnya pada usia setengah tua dan kitab Pengkhotbah ditulis pada tahun-tahun akhir hidupnya.
Nampak sekali bahwa disana terdapat pengaruh yang sangat kuat dan menumpuk dari kemerosotan rohani, penyembahan berhala, dan hidup memuaskan-dirinya pada akhirnya membuat Salomo kecewa dengan kesenangan dan materialisme sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan.
Dengan demikian, kita Pengkhotbah yang terkenal tentang kesia-siaan merupakan rekaman dan catatan renungan-renungan sinis dari Raja Salomo tentang kesia-siaan dan kehampaan usaha menemukan kebahagiaan hidup terlepas dari Allah dan Firman-Nya.
Inilah ironis yang bisa disaksikan dalam kehidupan manusia hari hari belakangan ini. Berpikir bahwa mungkin kesuksesan, kekayaan, kesehatan, paras cantik/tampan, kepintaran dan ketenaran dapat memberinya kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup ini. Namun, sebenarnya pandangan ini tidak selalu tepat sebab semua hal tersebut hanya memberikan kita kelimpahan materi dan status sosial di masyarakat, tetapi tidak menghasilkan kebahagiaan dan kepuasan hidup rohani yang benar.