Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kegagalan Pemilu Serentak, Korban Jiwa sudah Mencapai 225 Orang

27 April 2019   11:05 Diperbarui: 27 April 2019   11:56 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://citraindonesia.com/pamilu-2019-banyak-makan-korban-kpps-dan-polisi-mashadi/

Sehingga yang terjadi didalam bilik TPS beberapa kemungkinan, yaitu :

  1. Pemilih langsung memilih calon-calon legislatif yang memang dia sudah kenal
  2. Tidak kenal, tetapi harus memilih salah satu caleg, maka kemungkinannya adalah (i) Memilih parpol yang dia kenal dan sembarang memilih caleg, atau (ii) Memilih parpol dan mengenal nama dan foto orangnya, kalau sesuai selera dia akan pilih.
  3. Karena tidak kenal sama sekali caleg-caleg itu, dan juga tidak antusias terhadap sebuah parpol maka dia memutuskan untuk tidak mencoblos para Caleg.

Nampaknya fakta tentang jumlah Golput yang menyentuh angka 30% untuk Pileg menjadi indikasi tentang berbagai kemungkinan diatas, tentang Pemilu serentak khususnya Pileg.

Di bagian ini, harus dipertanyakan tentang kualitas Pileg itu seberapa mencapai sasaran yang diinginkan. Untuk sementara, harus diduga bahwa Pemilu Legislatif-pun kita gagal, hanya kerana pemaksaan sistem yang serentak.

Betul, bahwa kita menghasilkan sejumlah Anggota Legislatif, tetapi apakah sungguh-sungguh mewakili aspirasi pemilih, ini yang harus direview habis-habisan.

Sebagai pebanding dengan Pemilu yang sebelumnya, yang terpisah, maka kualitas mungkin lebih baik dari sekarang.

Pertanyaannya menjadi begini, apakah sistem pemilu serentak itu baik Pilpres maupun Pileg hanya menghemat anggaran APBN saja tetapi kualitas Anggota Legislatifnya memble, bahkan golput meningkat, partisipasi pemilih menurun.

Harusnya tidak lagi hanya karena pertimbangan biaya yang murah. Sebab, yang hendak dicapai untuk Pemilu adalah mencari dan memilih "Pimpinan-pimpinan Negeri" selama 5 tahun kedepan. Dan efeknya akan berlangsung untuk jangka panjang kedepan.

Anggota komisioner KPU, mengatakan bahwa biarlah sistem serentak ini pertama dan terakhir menjadi refleksi pemahaman tentang beratnya pelaksanaan Undang-undang Nomor 7/2017 ini yang tidak setimpal dengan hasil yang dicapai keseluruhan. Ini menjadi perenungan seluruh komponen bangsa dan negeri ini.

Bangsa yang besar dan maju adalah bangsa yang terus belajar dan pengalaman masa lalu, dan tidak mengulangi kesalahan fatal di masa yang lalu, tetapi mampu membuat sistem yang jauh lebih baik dan maju untuk membawa perubahan penting bagi kehidupan seluruh manusia dalam negaranya.

YupG., 27 April 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun