Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kegagalan Pemilu Serentak, Korban Jiwa sudah Mencapai 225 Orang

27 April 2019   11:05 Diperbarui: 27 April 2019   11:56 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jangankan jatuh korban 225 orang, satu orang korban jiwa saja tidak bisa dinilai dengan duit sekarung atau perjuangan material lainnya. Sebab, jiwa manusia tidak ada yang bisa membeli dan menggantikan dengan uang"

Walaupun proses perhitungan suara, real count oleh KPU masih terus berjalan, tetapi sangat sulit untuk mengatakan bahwa Pemilu Serentak 17 April 2019 berhasil, sementara korban jiwa terus berjatuhan.

Bayangkan saja, hingga hari ini jumlah petugas KPPS yang sudah meninggal sebanyak 225 orang, dan yang menderita sakit sudah menyentuh angka 1.470 orang. Menurut KPU angka ini akan terus bertambah.

Tanpa mengabaikan berbagai usaha dan perjuangan yang sudah dilakukan oleh semua pihak penyelenggara Pemilihan Umum untuk Pilpres dan Pileg, namun korban jiwa menjadi klimaks bagi kita untuk menyimpulkan tentang prestasi pesta demokrasi lima tahunan ini.

Jangankan jatuh korban 100 orang, satu orang korban jiwa saja tidak bisa dinilai dengan duit sekarung atau perjuangan material lainnya. Sebab, jiwa manusia tidak ada yang bisa membeli dan menggantikan dengan uang.

Jatuhnya korban jiwa yang tidak sedikit, sangat mencoreng wajah pesta demokrasi yang diapresiasi oleh dunia internasional.

Ada kesan yang sangat kuat bahwa pelaksanaan Pemilu serentak dibawah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 itu sepertinya dipaksakan, atau keteledoran yang terlalu mengabaikan semua proses yang ada, serta tidak bijak dalam implementasi proses karena "ketakutan melanggar undang-undang",  kendati oleh KPU sudah dilakukan simulasi dari semua tahapan yang ada.

KPU dengan semua petugas KPPS di lapangan sudah berusaha dan berjuang mati-matian untuk melakukan sesuai dengan aturan yang sudah dibuat. Dan dengan berbagai keterbatasan, kendala yang menghadang, serta anggaran yang sangat terbatas itu memproduksi berbagai korban jiwa dan jatuh sakit.

Apabila penerapan Sistem Pemilu serentak ini adalah efisiensi biaya penyelenggaraan, rasanya koq tidak make-sense, terutama korban jiwa berjatuhan yang merata terjadi seluruh wilayah Indonesia, tidak saja di daerah pedalaman, tetapi juga di wilayah Jawa seperti Jawa Barat misalnya.

Dana sebesar sekitar 25 trilun rupiah yang dianggarkan dalam APBN sejak tahun 2017, tidak bisa diperhadapkan dengan korban jiwa petugas KPPS yang di mandatkan oleh negara. Karena sesungguhnya jiwa manusia tidak bisa dibayar dengan uang sebesar apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun