I. Didalam mempelajari ilmu manajemen sumber daya manusia (SDM), yang dalam istilah kekinian sudah bertransformasi dengan nama Human Capital, tidak akan terlupakan konsep Abraham Maslow dengan Kebutuhan Hakiki manusia dalam gambaran segitiga Hirarchy of Needs.
Meskipun Abraham Maslow lahir 110 tahun lalu, konsep yang dikemukakannya menjadi acuan handal manajemen yang sangat diyakini kebenarannya dan menjadi tumpuan mengelola SDM dengan lebih baik hingga masa kini.
Konsep pemikiran Maslow tetap diikuti meskipun dalam era industri 4.0 lebih sibuk manajers dan akademisi, apalagi generasi milenial menyibukkan diri dengan berbagai gajet dan alat serta aplikasi kecanggihan digital. Selain itu beratus tahun manusia juga meyakini bahwa untuk berusaha/berdagang faktor kepercayaan lebih besar artinya.
II. Kita semua memaklumi bahwa usaha organisasi dagang, pabrik atau perusahaan harus berjalan bersama dengan "bank kepercayaan". Al Golin (2003) menulis dalam bukunya Trust or Consequences: Build Trust Today or Lose Your Market Tomorrow: "Manusia akan hidup dan dapat bekerja karena memiliki Bank Kepercayaan."
Apa yang dimaksud dengan "Bank Kepercayaan"? Dari sebutan frase tersebut, suatu "Bank Kepercayaan" meliputi pendopositoan perbuatan-perbuatan hal-hal yang baik kedalam rekening kepercayaan dari waktu ke waktu sehingga dapat ditarik bila dibutuhkan.
Demikian orang berusaha membentuk organisasi perushaan. Organisasi hendaknya melakukan perbuatan-perbuatan baik bagi karyawannya, nasabahnya atau pelanggannya dan masyarakat sekitarnya. Dalam kenyataan budaya yang baru di suatu perusahaan tentulah tetap harus dipikirkan pula kepentingan masyarakat luas, dari pembuat peraturan, pelaksana dan pengawasannya; termasuk tentunya pelaksana kebijakan negara.
Sir Geoffrey Chandler (2005), mantan direktur Shell International menulis dalam The Economist (February 5, 2005)Â bahwa terjadi ketidak percayaan publik yang berlanjut apabila perusahaan-perusahaan yang muncul dari persepsi bahwa keuntungan mendahului prinsip, bukannya berdasarkan prinsip. Prinsip-prinsip bila diinternalisasi dapat menyumbang bagi keberlangsungan jangka panjang sistem kapitalisasi.
Kapitalisme, menurut Chandler, yang sejauh ini dikenal dunia sebagai mekanisme paling efektif untuk menghasilkan barang-barang dan jasa serta penciptaan kekayaan, berada dalam ancaman bukan dari luar, tetapi dari dirinya sendiri juga karena kurangnya keteguhan prinsip-prinsip yang mendasarinya.
Lunturnya kehebatan faham kapitalisme, terbukti tiga belas tahun kemudian dari pernyataan Chandler, dengan maraknya kemajuan industri dan perdaganan Tiongkok; yang sejak diangkatnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika menjadi "momok" Â baginya.
Sementara orang bekerja dalam organisasi untuk memuaskan kebutuhan individual mereka. Tempat kerja selalu menarik orang untuk memenuhi kehidupan privatnya dan menghubungkan mereka dengan dunia ekonomi tetapi juga dunia sosial yang lebih luas.
Keterhubungan bukan hanya menjadi sarana untuk tujuan sekedar menerima penghasilan tetapi merupakan tujuan penting dari hidup masing-masing orang sendiri. Sebab pada dasarnya manusia itu egois dan umumnya salah satu sisi manusia itu mendambakan untuk menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas.
![Ilustrasi: kopywritingkourse.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/02/02/abraham-maslow-pyramid-5c55c5326ddcae32560a64a6.png?t=o&v=770)
Kepuasan di tempat kerja berkembang dari keinginan dasar manusia akan pengakuan, seperti sejak lama dikemukakan oleh Abraham Maslow dalam analisisnya bahwa setiap individu berdasarkan pada pengakuan terhadap diri sendiri, yang semula merupakan segitiga runcing (dalam perspektif "Hierarchy of  Needs"), ternyata dikemudian hari diakui bahwa sifat dasar itu ingin mendapatkan pengakuan pada diri sendiri, self actualization.
Dalam perjalanan diskusi dan analisis para psycholog dan ahli manajemen lain dinyatakan bahwa self actualization seharusnya bukan di puncak segitiga, melainkan di dasar segititga, yang merupakan kebutuhan hakiki,  dasar kebutuhan manausia.
Setiap manusia berusaha agar martabatnya diakui oleh manusia lain. Dorongan tersebut begitu dalam dan fundamental sehingga merupakan penggerak utama pada proses keberlanjutan kehidupan.
Oleh beberapa psycholog dorongan dari dalam diri manusia itu disebut ego juga dikatakan sebagai egoism yang sebenarnya merupakan keinginan diri sendiri untuk diakui dan hal demikian sesungguhnya merupakan nilai positif dalam bekerja.
Kritik terhadap konsep Hirarchy of Needs Maslow karena tidak benar bahwa kebutuhan bagi masyarakat miskin, kurang berada, harus dipenuhi terlebih dahulu agar seseorang dari golongan ini bisa maju.
Baru saja kita membaca dan mengikuti berita meninggalnya Eka Cipta Wijaya, yang seorang migran Tiongkok miskin, berjuang maju terus hingga sukses besar baik dalam materi lebih lagi dalam pengabdiannya memberikan kontribusi kemajuan ekonomi Indonesia. Ini merupakan acuan bahwa disiplin, kemauan keras dan nilai-nilai keunggulan mental disadarinya.
Bagi masyarakat Indonesia kisah nyata Eka Cipta Wijaya yang baru saja meninggal sesungguhnya merupakan konsep HOTS -- Higher Order Thinking Skills, meskipun dia tidak pernah menempuh pendidikan formal.
Dari pembahasan di Google dapat juga dibaca kritik terhadap faham Self Actualization Maslow yang berada dipuncak segitiga, di tampik dengan kenyataan bahwa banyak artis seperti Rembrant, van Gogh, yang hidupnya nestapa; juga komponis pencipta lgu klasik terkenal Ludwig von Beethoven yang hidup dalam pengungsian dari Jerman ke Austria dalam suasana  miskin.
Disini ingin dibuktikan  bahwa sesorang dengan mental kuat tidak perlu harus melalui tingkatan-tingkatan tepat menurut hidup biologisnya yang digambarkan dalam segitiga; namun sudah bisa langsung terbentuk ketika seseorang berada di tingat paling rendah; basic needs, belum terpenuhi.
Maka dari itu kritik yang diauraikan ini membuktikan bahwa sesungguhnya manusia yang berbudi itu sudah langsung merasakan kebutunhan self-actualization; Â pengakuan diri pribadi.
IV. Menurut Francis Fukuyama  (1995) dalam bukunya Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity, yang dikutip oleh William J. Byron (2010) dalam bukunya The Power of Principles, kegiatan ekonomi menampilkan bagian yang menentukan dari kehidupan sosial.
Salah satu pelajaran penting dari pengkajian kehidupan ekonomi adalah bahwa kesejahteraan suatu bangsa, yang dapat diterjemahkan dalam lingkup lebih kecil, kesejahteraan suatu perusahaan, sekaligus kemampuannya untuk bersaing, dikondisikan oleh sifat kultural pervasif yang tunggal: tingkat kepercayaan yang melekat di dalam masyarakat bangsa tersebut. Jadi dapat dikatakan sebagai tingkat kepercayaan yang melekat pada perusahaan.
Dalam perkembangan pendidikan kualitas bangsa, di Singapore baru-baru ini ditekankan pentingnya berkolaborasi, tidak lagi berdasarkan tujuan bersaing. Faham Francis Fukuyama sudah dibantah.
Apalagi di Jepang, era industri 4.0 yang mengandalkan kemajuan digital dan aplikasi teknologi informasi serta kemajuan menuju industrialisasi robotik telah dilangkahi dengan konsep era industri 5. 0 yang disebut "Society 5.0".
Konsep ini merupakan agar manusia berkonsentrasi pada nilai-nilai hidup manusia (human centered) yang berbasis teknologi. Dikatakan bahwa transformasi ini akan membantu manusia untuk menjalani hiup lebih bermakna, sebagai kearifan.
Dapat dimaknai bahwa faham "Society 5.0" tetap mementingkan pengembangan karakter yang unggul, ada semacam revolusi mental berbarengan dengan penggunaan teknologi yang juga harus lebih unggul daripada di era industri 4.0
Ini memicu kita orang Indonesia agar segera bertindak, bukan hanya mengikuti kemajuan teknologi, namun tetap menjaga budaya luhur penuh bakti, gotong-royong dan unggul secara mental.
 Artikel kiriman seorang sahabat yang baik Ludwig Suparmo; Lead Trainer:  Crisis, Issue, and Risk Management; Compliance Management; Conflict Management and No Stress Management
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI