Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Adakah Capres 2019 yang Machiavelis?

17 Januari 2019   12:55 Diperbarui: 21 Januari 2019   17:54 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memahami pengertian demogog seperti ini, nampak bahwa tidak bisa dipungkiri lagi bahwa demagog merupakan salah bentuk menghalakan cara untuk meraih keuntungan pribadi karena kecenderungan yang sangat kuat untuk memanipulasi orang lain. Ini tentu metode yang sangat membahayakan.

Mahfud MD pernah menuliskan pengertian Demagog di Majalah Gatra tahun 2007 silam, demagog adalah agitator, penipu yang seakan-akan memperjuangkan rakyat padahal semua itu dilakukan demi kekuasaan untuk dirinya. Demagog biasa menipu rakyat dengan janji-janji manis agar dipilih tetapi kalau sudah terpilih tak peduli lagi pada rakyat, bahkan dengan kedudukan politiknya sering mengatas namakan rakyat untuk mengeruk keuntungan.

Dilihat dari sejarahnya, sesungguhny bukanlah sesuatu yang baru, mungkin saja baru popular saat ini, bahwa demagog telah muncul sejak zaman Yunani kuno sampai hari ini. Meskipun sebagian besar para demagog ini memiliki kepribadian yang berbeda-beda tetapi taktik yang mereka gunakan tetap sama sepanjang masa.

Dikisahkan bahwa sejumlah tokoh dunia dimasanya termasuk yang dalam kelompok demagog ini, yaitu Cleon of Athens, Adolf Hitler, Benito Mussolini, Huey Long, Father Coughlin, dan Joseph McCarthy.

Berdasarkan sejarah panjang yang dilewati, perilaku para demagog ini bisa muncul dalam sejumlah bentuk atau metode yang juga terus berkembang dari waktu ke waktu. Paling tidak diyakini ada 11 metode yang digunakan yaitu :

  1. Mengkambing Hitamkan. Menyalahkan suatu masalah pada satu kelompok tertentu, yang biasanya berujung kepada etnis, agama, atau kelas sosial yang berbeda.
  2. Fearmongering/Scaremongering. Penyebaran desas-desus yang menakutkan dan berlebihan yang secara sengaja untuk membangkitkan rasa ketakutan publik tentang suatu masalah.
  3. Berbohong. Memilih kata-kata yang menimbulkan efek pada emosi audiens atau publik tanpa memperhatikan kebenaran faktual atau data yang akurat.
  4. Orasi yang menggugah hati dan pribadi yang berkarisma. Menunjukkan keahlian luar biasa dalam menggerakkan dan menggugah hati publik ke kedalaman emosional yang besar saat berpidato.
  5. Menuduh lawan terlalu lemah dan tidak loyal. Terus-menerus menganjurkan kebrutalan untuk menunjukkan kekuatan dan berpendapat bahwa belas kasihan adalah tanda kelemahan yang hanya akan dieksploitasi oleh musuh.
  6. Menjanjikan ssuatu yang mustahil. Membuat janji-janji hanya untuk efek emosional pada para penontonnya tanpa peduli cara mewujudkannya.
  7. Kekerasan dan intimidasi fisik. Sering mendorong pendukungnya untuk mengintimidasi lawan, baik untuk memperkuat kesetiaan di antara pendukungnya
  8. Penghinaan dan ejekan pribadi.  Banyak demagog telah menemukan bahwa dengan menghina lawan adalah cara sederhana untuk menutup pertimbangan pemikiran dari ide-ide yang bersaing.
  9. Perilaku vulgar dan keterlaluan. Orang-orang mungkin menemukan demagog melakukan sesuatu yang vulgar atau keterlaluan diluar norma-norma kehidupan akan merasa jijik melihat tingkahnya.
  10. Penyederhanaan yang berlebihan. Mengkambing hitamkan adalah salah satu bentuk penyederhanaan yang berlebihan: menangani masalah yang sebenarnya rumit, yang membutuhkan penalaran dan analisis yang dalam, seolah-olah solusi dari permasalahannya sangat sederhana.
  11. Menyerang media massa. Karena informasi dari media massa dapat menggerogoti "mantra" para demagog atas pengikutnya, sering menyerang media massa yang menentang mereka secara gencar, mengklaim bahwa media massa secara diam-diam telah melayani kepentingan suatu kelompok.

Machiavelis: Capres#01 atau Capres02?

Kembali pada topik artikel kali ini, yaitu siapa Calon Presiden RI 2019, yang termasuk Machiavelis?

Dalam debut kusir yang sangat ramai di GWA, saya menjelaskan bahwa untuk menemukan seseorang yang menganut atau pengikuti salah satu gaya kepemimpinan yang tidak mudah lagi secara 100%. Tidak ada lagi yang murni sebagai pengikut salah satu gaya kepemimpinan.

Yang ada adalah kecenderungan yang terdapat dalam diri setiap calon pemimpin itu sendiri. Dengan melihat berbagai ciri atau karakteristiknya, maka setiap pemimpin mempunyai kadar yang berbeda-beda dalam memimpin sebuah organisasi.

Kita ambil contoh misalnya, hoaks atau berbohong. Mari melihat apakah ada capres RI 2019 yang ber-hoaks atau berbohong dan memfitnah? Mungkinkah keduanya sama sekali tidak melakukannya, atau keduanya melakukan hoaks dan berbohong? 

Bila dicermati, maka kedua capres RI 2019 ini melakukan kedua-duanya, hanya saja kencenderungannya yang berbeda. Yang satu sangat kuat melakukan hoaks misalnya, sementara yang lain tidak. Atau capres yang satu terang-terangan, sementara capres lainnya tidak nampak atau tersamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun