Transportasi publik di Jakarta yang permulaan diinisiasi oleh Gubernur DKI ketika itu, Sutiyoso, terbukti membawa banyak implikasi positif dalam kehidupan masyarakat kota. Meskipun yang ideal belum tercapai agar dapat menjadi solusi mengurangi kemacetan dan kepadatan bermobil di jalan-jalan utama di kota metropolis ini, dalam perkembangan selanjutnya banyak menolong aktivitas pergerakan penduduk Jakarta dan kota satelit sekitarnya.
Artikel ini tidak bermaksud membahas masalah transportasi, tulisan ini merupakan pengalaman pribadi yang merasakan dan mengamati karakter beberapa penumpang transposrtasi publik ini, yang juga saya pergunakan setiap hari.
Dominasi Gawai
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa gawai telah menjadi identitas baru kehidupan masyarakat di kota-kota seperti Kota Jakarta. Bahkan diduga bahwa hampir semua orang di kota besar memiliki gawai yang sangat setia untuk dibawa kemana-mana. Ini bisa difahami, karena dengan sebuah gawai seseorang bisa melakukan banyak hal, termasuk terhubung dengan siapa saja.
Salah satu pengamatan saya saat naik bus Transjakarta, bahwa gawai, smartphone menguasai ketekunan sebagaian besar penumpang dan asyik dengan duniannya sendiri. Lihat bahwa ada penumpang yang mengetik, dengan tenang dan asyik mendengarkan musik dengan alat earphone, maupun melihat wajah yang mengamati dan matanya hanya pada gawai mereka yang tersenyum, bahkan ada yang tertawa kecil, seakan dunia ini miliknya sendiri saja.
Menariknya adalah fenomena yang tidak dapat dimengerti bahwa ada yang tetap menggunakan telepon atau bertelepon di dalam bus yang penuh sesak dengan penumpang, kemudian dengan berbicara keras sekali seakan orang lain tidak ada didalam bus itu, bahkan sampai membentak-bentak.
Jika diperhatikan dengana seksama siapa yang berkelakuan demikian, nampak sekali bahwa mereka yang tidak memiliki kepekaan lingkungan sosial yang baik, dan tidak mau tahu apakah orang lain disekitarnya terganggu atau senang.
Suka atau tidak suka, inilah relaitas karakter publik yang setiap hari menggunakan  Transjakarta. Sebab, nampak juga ada kelompok penumpang lain yang berkarakter baik dan sopan, ketika bertelepon didalam bus akan menjaga dengan pelan agar penumpang lain tidak terganggu.
Di suatu sore hari, ketika ikut menumpang Transjakarta, tepat disebelah saya, Â berkomunikasilah dengan smartphonenya seorang bapak. Dan antara lain terdengar oleh saya penggalan percakapannya demikian: "..lah wong cuma janji-janji melulu sejak jaman sepur lempung.." Â
Karena memicu kegelian saya mendengarnya, setelah bapak yang duduk rapat disamping saya ( karena keadaan bus penuh sesak), saya berujar : "Pak...sepur lempung...geli medengarnya!"
Sambil tersenyum bapak sebelah saya malah betanya: "Iya pak, apakah memang ada sepur lempung itu?.
Itu kiasan menunjukan "jaman kuo". Saya menjawab: "Betul pak, itu frase menunjukkan jaman lama sekali, frase khasanah bahasa Jawa, yang sangat kaya ucapan-ucapan perumpaan."
Tampaknya si bapak tetap belum puas dengan jawaban saya: "Pak, apakah betul ada sepur lempung?" Jawab saya: "Itu ketika saya kecil di tahun 45an anak-anak membuat lokomotif dan kereta api mainan dari tanah liat (lempung), dijemur dan dibuat karya tangan yang anak-anak suka mengkoleksi dan memainkan di depan halaman atau di tempat berlumpur!"
Maka terjadilah komunikasi menyenangkan antara bapak itu yang ternyata seorang Insinyur pensiunan, sekarang aktif ikut berusaha dalam pembangunan instalasi pembangkit listrik di salah satu desa.
Membaca Buku
Salah satu kebiasaan yang langka ditemukan pada penumpang transportasi Transjakarta adalah membaca buku, sesuatu yang jamak dilihat di transportasi umum di Negara Maju seperti Eropa da Jepang.
Pada suatu kesempatan lain (kali itu bus agak kosong, karena di siang hari bolong), seorang gadis sebelah saya asyik membaca buku (penumpang lain hanya tertidur "ayam" ataupun main smartphone), kenyataan demikian tidak pernah saya lihat di dalam transportasi bus di Indonesia; juga bagi saya pribadi tidak bisa membaca di dalam bus karena goyangannya terlalu intensif; lain kalau di dalam kereta api.
Ketika gadis itu berhenti membaca, saya sela: "Maaf mbak, bisa membaca dalam bus, ya? Tidak pusing karena goyangan bus?"
Jawab gadis itu: "Bisa pak, saya tidak bisa membiarkan otak saya "nganggur" - hobby banget menbaca!" (Pikir saya: alangkah bahagianya bisa membaca di dalam bus).
Masih mengenai pengamatan saya dalam bus melihat seorang lelaki paruh baya asyik membaca buku hardcopy, cukup tebal di pangkuannya; perjalanan itu dari kota satelit BSD ke terminal Grogol, di mana daerah sekitarnya penuh dengan universitas swasta terkenal; jadi perkiraan saya pembaca buku secara tekun dalam bus ini mungkin seorang dosen (meskipun bisa salah, karena kebanyakan dosen kerabat saya tidak suka membaca; "menyedihkan"!).
Kendati bus Transjakarta BSD-Grogol melewati jalan tol, namun karena dipagi hari, macetpun tidak dapat dielakan. Pembaca buku itu tampaknya menikmati 2 jam perjalanan macet dengan membaca sebagian banyak halaman-halaman dari bukunya. Tenang membaca, mendapatkan tambahan ilmu.
Penumpang dengan dunianya sendiri
Sebaliknya di suatu hari bus penuh sesak sehingga seorang wanita dapat tempat duduk, tetapi teman wanita lainnya terpaksa harus berdiri di depannya; suasana dekat saya ikut menumpang bus ini menjadi tidak tenang, karena para wanita ini bercerita dengan suara keras (agar dapat saling mendengar).
Ceritanya tentang keluhan dan cemoohan mengenai seseorang yang mereka tidak suka. Meskipun saya berusaha menutup telinga untuk tidak mau mendengarnya, karena mereka berdua ramai dengan suara keras bercerita, tidak dapat saya hindari "terpaksa mendengarnya". Saudara dapat menilai karakter seperti apa yang mereka miliki.
Empati antara ada dan tiada
Di dalam bus Transjakarta akan nampak bagaimana empati itu terjadi diantara publik penumpang umum. Ya, antara ada dan tiada. Kali lain, semua orang berempati, namun kali lain, setiap orang seperti cuek bebek dengan kesusahan orang lain.
Di suatu hari hujan, saya berlari menuju bus stop Transjakarta, dari suatu Mall yang hanya 10 meter dari bus stop itu, segera mendapatkan bus yang membuka pintunya, masuklah saya menerobos beberapa penumpang yang berdiri dekat pintu, mereka menyingkir, dan segera seorang gadis berjilbab menyilahkan saya duduk di ex tempatnya, saya berterimakasih.
Sebelah saya seorang penumpang lain yang nampak seperti peranakan Tiongkok; "oom-oom" langsung mengeluarkan sepotong handuk dari tasnya lalu berkata : "Bapak basah, ini handuk bersih!"
Harus diakui kedua orang ini, gadis berjilbab dan om-om Peranakan Tiogkok telah menunjukkan karakter yang baik tanpa kenal sekalipun dengan seseroang yang mereka tolong.
Sebaliknya di hari terang bus penuh sesak, ketika berhenti di suatu pemberhentian masuklah seorang bapak tua, tidak ada seorangpun yang rela mau "menyerahkan" tempat duduknya, hingga pengatur penumpan (dulu disebut "kondektur") minta seorang anak laki muda untuk menyerahkan tempat duduknya.
Karakter sadar lingkungan
Lain lagi pengalaman saya ikut dalam bus Transjakarta di siang hari, relatif sepi; seorang penumpang peranakan negara Asena, berkulit putih, bercelana pendek, memakai sandal jepit, lalu duduk depan saya mengambil  dua "kursi" sekaligus,  untuk salah satu  kakinya ditumpangkan di kursi lainnya, "santai - kan sepi," pikirnya.
Kemudian, si penumpang ini memperlihatkan karakter jelek lainnya yang tidak sadar lingkungan. Tanpa merasa rishi dan jijik, dia berdahak dan membuang ingusnya dilantai bus! Wuah...wuah... silahkan menilai karakter oom ini dibandingkan dengan oom yang memberikan saya handuk kering!
Program Pemerintah yang akan digalakan yaitu Pengembangan Karakter untuk Meningkatkan Kualitas SDM bangsa, semoga juga menyentuh masyarakat luas, demikian harapan banyak orang.
Catatan : Artikel ini dikirim oleh sahabat yang baik, Ludwig Suparamo, penulis sebuah buku dalam proses, memasuki tahap editing buku Bunga Rampai Pengembangan Karakter Bangsa; penyusun buku TidakStres dan Manajemen Krisis, Isu, dan  Risiko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H