Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengamati Beragam Karakter Penumpang Transjakarta

15 Januari 2019   21:02 Diperbarui: 16 Januari 2019   10:36 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebaliknya di suatu hari bus penuh sesak sehingga seorang wanita dapat tempat duduk, tetapi teman wanita lainnya terpaksa harus berdiri di depannya; suasana dekat saya ikut menumpang bus ini menjadi tidak tenang, karena para wanita ini bercerita dengan suara keras (agar dapat saling mendengar).

Ceritanya tentang keluhan dan cemoohan mengenai seseorang yang mereka tidak suka. Meskipun saya berusaha menutup telinga untuk tidak mau mendengarnya, karena mereka berdua ramai dengan suara keras bercerita, tidak dapat saya hindari "terpaksa mendengarnya". Saudara dapat menilai karakter seperti apa yang mereka miliki.

Empati antara ada dan tiada

Di dalam bus Transjakarta akan nampak bagaimana empati itu terjadi diantara publik penumpang umum. Ya, antara ada dan tiada. Kali lain, semua orang berempati, namun kali lain, setiap orang seperti cuek bebek dengan kesusahan orang lain.

Di suatu hari hujan, saya berlari menuju bus stop Transjakarta, dari suatu Mall yang hanya 10 meter dari bus stop itu, segera mendapatkan bus yang membuka pintunya, masuklah saya menerobos beberapa penumpang yang berdiri dekat pintu, mereka menyingkir, dan segera seorang gadis berjilbab menyilahkan saya duduk di ex tempatnya, saya berterimakasih.

Sebelah saya seorang penumpang lain yang nampak seperti peranakan Tiongkok; "oom-oom" langsung mengeluarkan sepotong handuk dari tasnya lalu berkata : "Bapak basah, ini handuk bersih!"

Harus diakui kedua orang ini, gadis berjilbab dan om-om Peranakan Tiogkok telah menunjukkan karakter yang baik tanpa kenal sekalipun dengan seseroang yang mereka tolong.

Sebaliknya di hari terang bus penuh sesak, ketika berhenti di suatu pemberhentian masuklah seorang bapak tua, tidak ada seorangpun yang rela mau "menyerahkan" tempat duduknya, hingga pengatur penumpan (dulu disebut "kondektur") minta seorang anak laki muda untuk menyerahkan tempat duduknya.

Karakter sadar lingkungan

Lain lagi pengalaman saya ikut dalam bus Transjakarta di siang hari, relatif sepi; seorang penumpang peranakan negara Asena, berkulit putih, bercelana pendek, memakai sandal jepit, lalu duduk depan saya mengambil  dua "kursi" sekaligus,  untuk salah satu  kakinya ditumpangkan di kursi lainnya, "santai - kan sepi," pikirnya.

Kemudian, si penumpang ini memperlihatkan karakter jelek lainnya yang tidak sadar lingkungan. Tanpa merasa rishi dan jijik, dia berdahak dan membuang ingusnya dilantai bus! Wuah...wuah... silahkan menilai karakter oom ini dibandingkan dengan oom yang memberikan saya handuk kering!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun