Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Strategi "Reframing" dalam Pengembangan Karakter Positif Anda

14 Januari 2019   00:46 Diperbarui: 14 Januari 2019   08:55 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuntutan zaman agar kita aktif, dari bangun pagi hingga siap tidur menggegam gawai media sosial. Sehari-hari di kantor atau sekolah dan kampus bergelut dengan internet dan lap-top.

Kemajuan teknologi informasi begitu capat dan memang sangat efisien memberikan kemudahan kegiatan sehari-hari kita. Ada yang berpendapat bahwa di era digital, era industri 4.0 orang menjadi "budak teknologi"; namun bila dipandang sebagai kebutuhan itulah kemajuan yang perlu kita syukuri.

Banyak sekali efisiensi dan kemudahan kita peroleh dari penggunaan bermacam gawai teknologi informasi. Namun, ada yang terimbas menjadi merasa terganggu dengan ketergantungan teknologi. Ada pula yang malah menjadi stres, namun itulah dunia yang sekarang harus kita hadapi.

Jika dikaji maka ada segi negatif dari kehidupan serba cepat dan tuntutan penggunaan teknologi informasi, ada yang menilainya sebagai "kemajuan negatif" yang dihubungan dengan disrupsi ekonomi. Sebenarnya itu tergantung dari tiap individu. Bagi mereka yang mudah beradaptasi, menyesuaikan diri bukanlah masalah; bagi mereka yang sulit atau tidak mau menyuesuaikan diri maka kemajuan zaman digital menjadi ancaman negatif.

Pengaruh media sosial begitu kuat, sehingga banyak yang terbawa oleh pengaruhnya.  Berpikir dan bertindak mengikuti arus, yang dikemukakan, ditayangkan media, lebih banyak dan lebih mudah menyiarkan yang negatif daripada yang positif. Inilah bahayanya apabila seseorang mudah terpengaruh, tidak kuat hati dan pendiriannya, tidak kuat karakternya.

Tinjauan ini mengulas bagaimana kita dapat mengatasi godaan negatif, melawan yang negatif. Bagaimana kita memperkuat diri pribadi dan mengembangkan karakter positif.

Keuntungan berpikir dan bertindak positif:

  1. Dapat menangkap kesempatan yang lebih kondusif
  2. Membangung percaya diri
  3. Menaruh percaya pada orang lain
  4. Bertindak melakukan inisiatif
  5. Sanggup mengkontrol tindakan dan pemikiran
  6. Tidak membuang enerji
  7. Tidak menabur emosi

Ini semuanya meredam stres dan menghasilkan efisiensi bertindak.

Ada teman dosen yang berpendirian bahwa di alam semesta ini selalu ada positif dan ada negatif. Bila seseorang terimbas dalam suasana negatif, apa akibatnya?

  1. Timbul keresahan
  2. Timbul emosi negatif
  3. Timbul frustrasi
  4. Timbul kemarahan
  5. Kesehatan terngganggu: tekanan darah naik, menjadi pusing, mual dan sakit perut bahkan kejang-kejang dan bahaya yang lebih serius lagi

Bagaiamana mengatasinya? "Eling" menurut faham Kejawen: "sadar dan sadarkan diri kita" lebih tepatnya sadar akan tuntutan hidup berkarakter baik. Bila kita sadar maka tindakan, cara berpikir kita diharapkan "cerah-terang" tidak diselemuti kabut kegelapan negatif; dapat "berpikir secara terang".

Bagaimana mencapai ini? Salah satu cara adalah dengan contemplation, menenangkan diri, bisa dengan berdoa, berzikir, mengambil sikap Yoga ataupun dengan latihan jasmani ringan terutama menghirup napas dalam-dalam.

Jika kita dapat mawas diri, karena berpikiran terang, lebih mudah meninjau apa penyebab suasana diri menjadi negatif, mungkin karena:

  1. "Dihantui" dead-line
  2. Dihadapkan banyak tugas
  3. Terlalu berambisi
  4. Harus menghadapi konflik (dalam pekerjaan, relasi maupun dengan keluarga)
  5. Menghadapi masalah keluarga
  6. Mengahadapi masalah finasial
  7. Kendali berkomunikasi tidak baik
  8. Kurang informasi
  9. Terjebak kemacetan

Jika kita dapat menemukan penyebab suasana "galau" yang menimbulkan suasana negatif maka fokus pada penyelesaian penyebab itu dapat menghadapi perasaan negatif yang kita sadari harus kita rubah.

Tentu tidak mudah, perlu proses, perlu kesabaran, perlu usaha sungguh-sungguh, mungkin perlu bantuan pihak lain. Namun dengan kesadaran dan berfokus menghadapi hal negatif, kita mengarah pada pandangan dan tindakan positif.

Reframing

Dalam ilmu komunikasi yang mempelajari media relations dikenal istilah "media framing"; yaitu pengarahan berita, laporan pandangan mata atau talk-show yang diarahkan agar pemirsa/pendengar ataupun pembaca mengikuti arah pandang pembuat/pemilik media (istiah lain "media setting"); baik itu media telivisi maupun media cetak.

Pengetahuan ini sesungguhnya dapat diterapkan dengan maksud baik agar diri pribadi kita juga bisa reframing, atau dalam hal untuk pribadi dapat dibuatkan istilah "brain setting" mengarahkan cara pandang/cara berpikir kita ke fokus yang positif.

Ada peristiwa atau keadaan negatif diluar kontrol kita, misalnya bila cuaca buruk, hujan angin, gelap, ataupun panas terik berdebu; yang tidak nyaman. Dalam cuaca demikian, tidak ada gunanya mengeluh, mengharapkan iklim berubah ideal seperti kehendak kita.

Mungkin cuaca tidak nyaman demikian menghambat pekerjaan lapangan kita, mengahmbat untuk tiba tepat waktu ditempat kita membuat appointment. Mungkin akibat cuaca buruk terjadi banjir atau kemacetan; bahkan cuaca matahari bersinar indah; menggoda banyak sekali manusia keluar berkendara, membuat jalan macet, gedung tempat kita akan berjumpa untuk suatu appointment, padat parker; bahkan sewaktu makan siang tidak mendapat tempat di resto/warung yang kita sudah rencanakan.

Mengapa mengeluh? Apakah kita dapat merubahnya? Secara fisik tentu tidak bisa; tetapi hati, perasaan dan cara pandang kita bisa merubahnya dengan reframing.

Maka kita ganti cara pandang: bila hujan deras kita bersyukur, petani dan hutan senang, mendapatkan air yang sangat dibutuhkan. Bila matahari bersinar terik, bersyukur mereka yang menjemur (batik tradisional, penjemuran ikan atau penjemuran kopi dan buah kakao, sangat bersyukur), mari ikut bersyukur.

Dalam usaha reframing dibutuhkan adaptasi, penyesuaian diri. Dalam mengahadapi hal-hal negatif perlu adaptasi. Bahkan bila ada seseorang dirundung duka karena anggota keluarga meninggal, anggota keluarga yang sangat dicintai; tentu normalnya kita berduka, namun kita diberi kemampuan adaptasi untuk reframing perasaan hati dan cara berpikir kita untuk tidak berlama-lama merasakan duka yang dapat menghambat bekerja kita secara normal.

Demikian pula peristiwa, musibah, yang sudah terjadi dimasa lalu itu sudah menjadi history, tidak ada gunanya disesali. Memang, jika kita berbuat salah dan sadar akan kesalahan kita, kita menyesali dan mohon maaf kepada yang dirugikan karena kesalahan kita, utamanya kita mohon ampun. Namun dianjurkan segera reframing; bangkit kembali untuk melakukan lebih baik, berkarakter lebih positif!

Acuan berkarakter baik mungkin mudah dituliskan dalam halaman ini, namun bagaimana melaksanakannya? Jawabannya: hanya kita sendiri, hanya saudara sendirilah yang dapat reframing, merubah pandangan. Merubah dan beradaptasi dari keadaan/suasana negatif menjadikan positif.

Hanya kita masing-masing-lah yang bertanggangjawab atas diri pribadi kita, jadi harus bertekad sungguh-sungguh untuk dapat merubah suasana atau keadaan negatif menjadikan positif. Darimana kita mengetahui kapan harus reframing?

Jika kita "eling" sadar, dekat dengan suara Sang Pencipta, dekat pada kebaikan Ilahi, kita akan diberikan "suara hati", suara sanubari yang membisikkan kapan harus bersikap tidak negatif, menolak karakter jelek mengambil sikap karakter positif.

Tidak perlu nasehat muluk-muluk, sesungguhnya kita masing-masing sudah mengetahui "Bertanggung Jawab pada Diri Sendiri!" Namun dengan mengikuti acuan yang telah kita baca lebih membukakan pandangan, membuka suara hati, kasarnya membuka otak -- cara pandang dari negatif yang kita sadari tidak baik dan selanjutnya kedepan mau berlaku positif! Semoga!  

Catatan : Artikel kiriman dari sahabat baik, Ludwig Suparmo, Lead Trainier: Crisis, Issue, and RiskManagemenat, Conflict Management and Media Relations Management

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun