Demikian pula peristiwa, musibah, yang sudah terjadi dimasa lalu itu sudah menjadi history, tidak ada gunanya disesali. Memang, jika kita berbuat salah dan sadar akan kesalahan kita, kita menyesali dan mohon maaf kepada yang dirugikan karena kesalahan kita, utamanya kita mohon ampun. Namun dianjurkan segera reframing; bangkit kembali untuk melakukan lebih baik, berkarakter lebih positif!
Acuan berkarakter baik mungkin mudah dituliskan dalam halaman ini, namun bagaimana melaksanakannya? Jawabannya: hanya kita sendiri, hanya saudara sendirilah yang dapat reframing, merubah pandangan. Merubah dan beradaptasi dari keadaan/suasana negatif menjadikan positif.
Hanya kita masing-masing-lah yang bertanggangjawab atas diri pribadi kita, jadi harus bertekad sungguh-sungguh untuk dapat merubah suasana atau keadaan negatif menjadikan positif. Darimana kita mengetahui kapan harus reframing?
Jika kita "eling" sadar, dekat dengan suara Sang Pencipta, dekat pada kebaikan Ilahi, kita akan diberikan "suara hati", suara sanubari yang membisikkan kapan harus bersikap tidak negatif, menolak karakter jelek mengambil sikap karakter positif.
Tidak perlu nasehat muluk-muluk, sesungguhnya kita masing-masing sudah mengetahui "Bertanggung Jawab pada Diri Sendiri!" Namun dengan mengikuti acuan yang telah kita baca lebih membukakan pandangan, membuka suara hati, kasarnya membuka otak -- cara pandang dari negatif yang kita sadari tidak baik dan selanjutnya kedepan mau berlaku positif! Semoga! Â
Catatan :Â Artikel kiriman dari sahabat baik, Ludwig Suparmo, Lead Trainier: Crisis, Issue, and RiskManagemenat, Conflict Management and Media Relations Management
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H