Manusia akan merasa cepat lelah, habis tenaga saat merasakan dia sendiri yang menjadi sumber kekuatannya dan bukan dari Allah, Sang Bapak. Hal yang sangat berbeda ketika seseorang merasa berada dalam lingkungan, hubungan, dan interaksi dengan bapaknya, maka dia tidak akan pernah kelelahan hingga mampu menyelesaikan semua pekerjaan dan tanggungjawabnya.
Saat terhubung dengan Sang Bapak maka sumber energy ekstra tiada batas akan terus mengalir  dan mengalir sepanjang tarikan nafasmu setiap hari. Dan kelelahan yang dialami bukanlah kelelahan yang mematikan tetapi kelelahan yang merevitalisasi kehidupan selanjutnya.
Jawabannya sederhana, ketika Anda merasa kelelahan dalam hidupmu itu artinya Anda sudah lepas dari hubungan dengan Sang Bapak, Tuhan yang Anda yakini. Dan karenanya Anda harus kembali kepada Bapakmu yang setia menunggu dan siap memelukmu.
2. Mengakui dan bertobat atas segala dosa-dosanya
Kehidupan yang benar adalah yang dijalankan dengan berpedoman dan berpatokan pada norma, aturan dan hukum kehidupan yang ada. Sebaliknya, pelanggaran atas norma, hukum dan ketentuan hidup adalah penyimpangan dari apa yang seharusnya dimintakan.
Manusia harus hidup dengan norma yang memang diperuntukkan bagi hidupnya, karena menjadi jaminan keselamatan untuk bisa sampai pada tujuan ilahi dan abadi yang menjadi alasan mengapa hidup harus dijalani.
Pelanggaran terhadap norma Allah adalah dosa, dan pengampunan dosa hanya mungkin terjadi kalau ada pertobatan hidup. Pertobatan hidup artinya kembali ke jalan yang benar, sesuai norma dan aturan yang ditetapkan oleh sang pemilik kehidupan Anda.
Kembali ke jalan yang benar, berarti meninggalkan jalan yang lama yang sesak dan penuh ranjau kehancuran hidup, berarti kembali kepada Allah, Tuhan Sang Pencipta kehidupan, sebagai jaminan untuk sampai ke tujuan akhir.
Manusia, siapapun dia pasti memiliki keterbatasan sesuai yang ditetapkan dan dikehendaki oleh Sang Pencipta itu sendiri. Walaupun dalam kenyaataan ditemukan sejumlah kasus, dimana orang merasa memiliki kemampuan super yang menyamai yang disebut Tuhan. Dengan demikian maka kendali hidupnya adalah bukan ada di tangan Tuhan tetapi ada di tangan dan pikiran serta kemampuan manusia itu sendiri.
Namun, juga fakta memperlihatkan bahwa sehebat dan sepintar apapun seseorang memiliki keterbatasan, secara fisik, mental maupun psikologi kejiawaannya. Dan lihat, ketika keterbatasan itu muncul, maka yang dialami manusia adalah penderitaan yang sangat menyakitkan. Semakin merasa diri kuat dan tidak butuh Sang Pencipta maka penderitaannya akan semakin berat.