Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Rendahnya Kelulusan CPNS 2018, Mencari Siapa yang Salah?

16 November 2018   18:35 Diperbarui: 17 November 2018   14:40 2244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
aceh.tribunnews.com

Tingkat Kelulusan Rendah 

Proses seleksi CPNS 2018 yang menargetkan rekrutmen baru sebanyak 238.000 orang, masih berlangsung, masih di pertengahan proses, namun menjadi perbicangan nasional di hampir semua lapisan masyarakat, utamanya masyarakat lapisan bawah yang sangat merindukan menjadi CPNS tahun ini.

Menghebohkan, dan mengudang pro-kontra  di mana-mana karena hasil seleksi pada tahapan kedua, yaitu SKD -- Seleksi Kompetensi Dasar, hasilnya sangat rendah dan tentu saja mengecewakan. Bahkan mengancam tidak bisa terisinnya semua posisi yang direncanakan diisi pada tahun anggaran 2019, sebanyak 238 ribuan.

Dari jumlah sekitar 4,43 juta calon mencalonkan diri, terseleksi sebanyak 3.263.981  yang mampu membuat akun di Panselnas. Dari angka ini yang lolos seleksi adminisstrasi sebanyak 1.751.661 orang.

Berdasarkan jumlah ini, maka yang berhak mengikuti seleksi tahap kedua yaitu SKD sebanyak 1.751.661 orang. Dan hasil yang dicapai tingkat kelulusan dibawah 10%. Kalau 10% saja, maka jumlahnya hanya sekitar 175.166 orang. Masih sangat jauh dari kebutuhan utama sebanyak 238 ribuan. Padahal masih ada seleksi tahap akhir yaitu SKB, Seleksi Kompetensi Bidang.

Pada tahap SKB, harusnya dibutuhkan sekitar 714.000an kandidat yang lolos SKD agar bisa dipilih yang terbaik. Namun hasilnya berbicara lain.

Walaupun data ini baru sekitar 60% dari total penyelenggaraan seleksi, karena yang lain masih terus berlangsung, tetapi sesungguhnya sudah bisa diprediksi atau disimulasi, kemungkinan hasil akhir yang akan dicapai.

Mengecewakan Kualitas Calon PNS 2018

Situasi yang dialami oleh para peserta memang menjadi sangat memprihatinkan. Di banyak daerah tingkat kelulusan tahap SKD ini sangat parah. Misalnya, peserta di satu kabupaten yang mendaftar sebanyak 3100 orang, tetapi yang lulus hanya sekitar 20 orang bahkan lebih rendah lagi.

Peserta semua merasa kecewa karena harapan yang sangat kuat bisa diterima menjadi pupus begitu saja. Kemudian mulai berhitung berapa biaya yang sudah dikeluarkan selama proses pendaftaran. Bahkan untuk bisa membuka akun saja sebuah perjuangan berat, karena yang gagal secara nasional untuk bisa buka akun sebanyak 800 ribuan orang.

Kemudian untuk lolos seleksi administrasi juga sangat sulit karena dilakukan secara online. Ada sekitar 355.733 orang yang gagal secara administrasi. Sehingga bisa dimengerti bagaimana kecewanya peserta yang gagal dalam tahap SKD.

Tetapi, apakah hanya peserta yang kecewa? Tidak juga. Pihak pemerintah juga kecewa sekali, karena dengan demikian akan muncul masalah karena tidak bisa dipenuhi diisinya lowongan kerja yang ada, yang seharusnya mulai berjalan tahun anggaran 2019. Budget sudah disediakan, harusnya tidak ada alasan untuk tidak diisi. Tetapi ketika seleksi CPNS tidak mampu menghasilkans sesuai harapan, maka lowongan itu menjadi kosong.

Pemerintah daerah yang sangat menbutuhkan pasti sangat kecewa atas tingkat kelulusan yang hanya dibawah 10% ini. Dan tentu saja menjadi pekerjaan tambahan untuk mengatasinya. Hmm sebuah kemunduran tentunya dari sisi tahapan perencanaan secara nasional dalam program  Seleksi CPNS 2018.

Kesalahan Passing Grade

Mengikuti dinamika dari semua kekecewaan para peserta, maka yang paling banyak disalahkan adalah passing grade atau ambang batas kelulusan dari 3 komponen dalam Seleksi Kemampuan Dasar ini. Semua peserta, yang gagal tentunya, menyalahkan passing grade yang sangat tinggi sehingga mereka tidak mampu mencapainya.

Bahkan saking kecewa dan kesalnya peserta yang gagal, beberapa mengatakan bahwa "Presiden saja belum tentu mampu mengerjakan soal-soal dalam KSD itu".

Sesuai peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, angka passing grade itu berda di angka total sebesar 298, dengan rincian TKP sebesar 143, TIU sebesar 80 dan TWK sebesar 75. Tentu saja yang lolos adalah yang mampu menembus angka total dan masing-masing skor itemnya. Sangat mungkin ada peserta yang lolos satu atau dua komponen tetapi komponen yang satu tidak, sama saja dia tidak lolos.

Kondisi inilah yang membuat peserta yang tak lolos merasa kecewa berat, dan sangat berharap agar passing grade ini diubah untuk diturunkan supaya banyak yang bisa melewati. Semua menyalahkan passing grade yang sangat tinggi.

Tentu saja permintaan seperti itu tidak mudah untuk diikuti. Karena ketentuan passing grade ini sudah melalui penggodokan yang matang hingga menjadi ketetapan peraturan perundang-undangan nomor PP. 37/2018 yang harus diikuti.

Ambang kelulusan merupakan takaran minimal yang harus dipenuhi oleh  seorang CPNS sebagai tuntutan bagi pelaksanan tupoksinya sebagai ASN dalam sistem birokrasi pemerintahan Indonesia. Angka ambang kelulusan ini, bukan saja sebagai syarat bagi seseorang untuk bisa melaksanakan tugas utamanya, tetapi juga untuk merespon semua dinamika pekerjaan yang dihadapi terutama di masa-masa yang akan datang yang penuh tantangan.

Kata kuncinya adalah penuh tantangan. Artinya pemerintah sedang mempesiapkan Indonesia menuju tahun 2030 dan tahun 2045, sebagai tahapan di mana Indonesia akan berhadapan dengan "bonus demografi", dan Indonesia akan menjadi salah satu negara yang ekonominya kuat di dunia pada tahun 2015.

Mimpi ini hanya mungkin apabila mulai sekarang dibackup dan dihadapi oleh sistem birokrasi berkelas dunia, dan di aparatkan oleh ASN-ASN yang memiliki kriteria SMART ASN yang mampu merespon semua dinamika dan perubahan yang terjadi secara global. Indonesia akan diperhadapkan dengan interaksi global yang semakin intens dan berdaya ledak tinggi. Kalau ASN yang direkrut sekarang kualifikasinya "memble" maka mimpi Indonesia itu tinggal mimpi saja. Malah sebaliknya, bisa saja Indonesia akan tetapi tertinggal dibandingkan dengan negara lain.

Nampaknya, hal-hal inilah yang harus disadari dan difahami dengan baik oleh setiap CPNS yang akan menjadi ASN dan pelaku birokrasi berkelas dunia nantinya.

Siapa yang Salah?

Oleh karena angka kelulusan yang rendah maka secara umum dianggap jadi masalah. Artinya, tahapa seleksi ini mampu memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh pemerintah, tetapi ternyarta tidak, karena angka kelulusan yang hanya sekitar 13% secara nasional, dibandingkan dengan yang ditargetkan.

Tanpa bermaksud menyalahkan siapaun, tetapi menarik untuk melihat di mana letak kesalahan sehingga harapan itu jauh dari kenyataan yang dihadapi.

1. Salahkah passing grade? 

Tentu saja tidak ada yang salah dengan ambang kelulusan itu. Karena itu hanya sebuah kebijakan saja. Oleh karena itu, sangat tidak benar dan bijaksana untuk menyalahkan passing grade itu.

2. Salahkah pemerintah?

Proses penerimaan CPNS menjadi kawasan domain pemerintah melalui kementerian terkait. Ada yang salahkah dalam proses yang dilakukan? Kebutuhan sekitar 238 ribuan kebutuhan CPNS yang harus diisi pada tahun 2019 dengan kriteria seleksi yang sudah dibangun, tetapi tidak memenuhi harapan dengan hanya 13 angka kelulusan secara nasional. Berarti, prediksi pemerintah tidak tepat, boleh juga dibilang salah. Harapan tingkat kelulusan sangat tinggi pada tahapan SKD, tetapi nyatanya peserta sangat jauh dari harapan.

3. Salahkah peserta?

Ketika peserta tidak lolos tahapan seleksi berarti pesertanyalah yang salah, dalam pemahaman kualifikasinya tidak memenuhi syarat yang dibutuhkan. Artinya, setiap peserta sudah memahami semua tahapan proses yang dilalui, termasuk SKD-nya dengan tiga materi ujian. Semua peserta juga sudah faham materi-materi yang diujikan itu apa saja, bahkan dapat dibeli di took-toko buku. Lalu, salahnya peserta di mana? Tidak mempersiapkan diri dengan baik.

4. Salahkah lembaga pendidikan Tinggi?

Secara jujur harus diakui bahwa semua peserta seleksi CPNS itu adalah produk dari lembaga pendidikan di negeri ini. Rata-rata mereka telah mengenyam pendidikan tinggi, apakah itu universitas, sekolah tinggi, institute, atau akademi. Dan ditangan merekalah kualitas para sarjana ini dibentuk.

Bagi saya, ini merupakan tanggungjawab moral dari setiap lembaga pendidikan tinggi, untuk melihat hasil seleksi CPNS ini sangat mengecewakan sebagai refleksi dan cerminan kualitas lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang masih rendah.

Tidak bermaksud menuduh salah satu lembaga pendidikan tinggi, tetapi secara agregat inilah cerminan dari kualitas output pendidikan di Indonesia yang untuk melewati SKD saja angkanya hanya 13% kelulusan secara nasional. Sesuatu yang sangat memprihatinkan dan menjadi keprihatinan semua pihak.

Solusi Terbaik

Ada dua kelompok masalah yang harus dilihat secara tegas dan jelas dan tidak perlu dicampuradukan agar pilihan solusinya juga tidak menjadi campur aduk dan kacau balau. Kedua masalah utama itu adalah:

Masalah-1: Tingkat kelulusan CPNS yang rendah.

Dengan mengasumsikan bahwa kualitas proses dan tahapan seleksi terjamin,  dan  sesuai kebutuhan kualifikasi minimal yang harus dipenuhi oleh setiap CPNS maka peserta memiliki kualiatas yang jauh dibawah standard.

Hasil seleksi CPSN yang sangat rendah dan mengecewakan ini, menjadi masukan bagi semua pihak untuk segera memperbaiki semua proses pendidikan, pelatihan, pembinaan yang dilewati oleh semua calon-calon peserta di masa yang akan datang. Kata kuncinya adalah memperbaiki mutu pendidikan untuk menghasilkan sarjana-sarjana yang berkualitas.

Kalau perlu, proses seleksi CPNS ini sudah dimulai seejak setahun sebelumnya, agar peserta bisa mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya.

Masalah-2: Kekosongan jabatan ASN

Dengan angka kelulusan yang hanya 13%, maka dipastikan banyak jabatan yang tidak bisa penuhi disetiap kantor Kementerian dan Lembaga, dana tau di masing-masing pemerintah daerah. Masalahnya adalah bagaimana cara mengisi dan memenuhi kebutuhan tersebut?

Menurunkan passing grade agar banyak yang bisa lolos, diakui bukan pilihan yang baik dan bijaksana. |Oleh karena itu pilihan ini sebaiknya jangan dilakukan tentunya.

Melakukan perangkingan, juga sebuah pilihan yang menurunkan kualitas sesuai passing grade yang sudah ditetapkan. Dan apabila mimpi Indonesia untuk menciptakan birokrasi kelas dunia dengan Smart ASN, pilihan inipun perlu dipertimbangkan dengan baik baik.

Pilihan yang mungkin agak soft adalah melakukan penundaan sejauh bisa ditunda setahun pengisian kebutuhan itu, sementara pemenuhan kebutuhan SDM-nya bisa dilakukan secara internal setiap K/L dan pemerintah daerah. Bahkan kalau perlu, mengkaryawan ASN yang sudah memasuki pensiunan, atau menunda setahun masa pension yang sudah harus pension pada tahun 2019.

Semoga pemerintah segera mengambil keputusan yang bijaksana dan akurat bagi Indonesia yang lebih baik menuju Birokrasi Kelas Dunia dan mewujudkan PNS dengan SMART ASN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun