Musuhnya menjadi tidak nampak, tanpa wujud dan senjata yang digunakanpun tiada bentuk. Semua ada dan keluar dari pikiran dan mewujdkan perkataan, ujaran, omongan, dengan memanfaatkan kecanggihan tekonologi informasi dan komunikasi.
Jadilah musuh itu berbentuk hoaks, ujaran kebencian, penyebaran fitnah, memviralkan berita bohong. Tujuannya adalah "menghancurkan persatuan dan kesatuan" sehingga bisa mengendalikan apa yang menjadi kebutuhan dan sumber daya yang ada.
IV
Negeri ini masih membutuhkan pahlawan yang selalu siap sedia berperang melawan musuh pada abad 21, agar menjadi negara yang solid dan kuat untuk mengendalikan semua sumber daya yang dimiliki, dan bukan dikuasai dan dikendalikan oleh negara lain.
Sang pahlawan sejati masih dibutuhkan oleh Indonesia, bahkan jumlahnya harus lebih banyak lagi. Tetapi pahlawan yang dibutuhkan adalah bukan pahlawan "sontoloyo", meminjan istilah yang sedang trendi belakangan ini tentang tokoh-tokoh yang sukanya bukan membela kebenaran dan keadilan. Dalam kamus disebutkan arti katasontoloyoyakni konyol, tidak beres, bodoh.
Harus diakui bahwa banyak orang mengaku pahlawan tetapi tak paham tentang makna dan arti pahlawan itu sendiri, yaitu berani, membela kebenaran dan keadilan.
Mungkin saja saat ini banyak orang memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu bagi banyak orang, tetapi bukan kebenaran sejati yang dibela, apalagi bukan keadilan yang hakiki yang diperjuangkan.
Perjuangan yang dilakukan hanya untuk kepenitngan pribadi, kepentinagn golongan dan kelompoknya saja. Dan tidak segan segan untuk menghancurkan orang lain demi kepentingan pribadi.
Menariknya, orang lain ikut mendukung si "pahlawan" ini, tetapi karena pengikut juga memiliki kepentingan pribadi sendiri dan kelompoknya. Jadi kepentinganlah yang menyatukan mereka. Dan kalau kepentingannya sudah tidak nyatu maka bubarlah mereka.
Kejadian seperti inilah yang banyak disaksikan kini ditengah-tengah masyarakat. Tak jarang muncul ketegangan, konflik bahkan adu fisik dan saling menghacurkan. Padahal semuanya mengaku satu bangsa, satu bahasa dan satu nusa yaitu negeri Indonesia.
Disana tidak ada peran pahlawan sejati lagi karena si pahlawan sibuk untuk menikmati kepentingan pribadi, kepentingan keluarga dan kelompoknya. Yang lain yang sedang susah dan tertindas dan teraniaya tidak dipedulikan, dan berkata "emangnya gue pikirin".