Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pro-Kontra Melemahnya Nilai Rupiah Terhadap Dollar Amerika, Saatnya Kepecayaan Publik Diuji

6 September 2018   18:47 Diperbarui: 8 September 2018   07:15 3951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.co.id/amp/batam.tribunnews.com/amp/2018/09/05/kurs-tak-hanya-terhadap-dollar-as-rupiah-melemah-dari-mata-rang-regional

Pro-Kontra Melemahnya Rupiah

Rupiah melemah terhadap dollar Amerika, bahkan transaksi dalam money market telah menyentuh angka Rp 15.000 perdollar USA. Seluruh negeripun  "geger habis-habisan", seakan-akan "dunia akan kiamat" bagi Indonesia. Perdebatanpun menjadi marak dimana-mana, mulai dari kalangan rakyat "jelata" hingga para elit politik di senayan. 

Para analis ekonomipun bersuara diberbagai media dan pemerintahpun melalui para menteri bidang ekonomi dan keuangan menjadi "sibuk" memberi penjelasan dan mengambil keputusan-keputusan strategis terutama untuk jangka pendek.

Pro kontra dan perdebatanpun terpolarisasi menjadi dua kencenderungan utama, yaitu yang sangat pesimis mengkuatirkan akan situasi menjadi krisis dan yang optimis bahwa situasi akan baik-baik saja dan keadaa akan kembali normal kembali.

Perbedaan kedua kubu pemikiran ini sangatlah biasa dalam meramalkan masa depan ekonomi. Namun, oleh karena tahun ini memasuki tahun politik hingga tahun depan, yaitu Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif, maka isu tentang pelemahan rupiah terhadap dolar ini memiliki bobot politik yang sangat kuat.

Pelemahan nilai rupiah hingga nyaris menyentuh Rp 15.000 perdolar Amerika ini, menjadi amunisi yang sangat kencang untuk menyerang dan menghantam pemerintahan sekarang yang notabene juga masih menjadi calon kuat presiden tahun 2019, yaitu Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla dan Kabinet Kerjanya. 

Kelompok yang berpendapat pesimis terhadap situasi yang ada pada umumnya cenderung dari pihak yang bersemberangan dengan pemerintahan sekarang. Dan yang berpendapat positif dan optimis bahwa situasi akan baik-baik saja cenderung yang "membela atau pro" pada pihak pemerintahan. Inipun sesungguhnya sangatlah wajar adanya dalam ranah perdebatan publik, dan harus diakui menjadi sangat menarik dan bermanfaat sebagai pembelajaran publik tentang situasi "genting" atau "penting" yang dihadapi oleh bangsa dan negara ini.

Kelompok yang sangat pesimis terhadap melemahnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika ini, bisa difahami dengan baik. Mengingat peristiwa 20 tahun silam ketika terjadinya krisis ekonomi dan diikuti oleh krisis politik yang sangat berat, sehingga terjadinya kerusahan diseluruh negeri hingga tumbangnya rezm Orde Baru atau Orba, dan Presiden Soeharto yang sudah sangat berkuasa selama 32 tahun tanpa jedah, akhirnya jatuh juga dengan sangat tidak terhormat bagi negeri ini. 

Peristiwa yang dikenal dengan Reformasi ini, sungguh sebuah peristiwa traumatis yang tidak mudah dilupakan oleh setiap orang di negeri ini.  Pderistiwa kerusuhan dimana-mana, penghancuran dimana-mana, dan anak-anak negeripun berhadap-hadapan saling "membunuh" dan "merusak".

Peristiwa 12 Mei 1998 yang memakan korban anak-anak muda belia, mahasiwa dan sebagainya telah menjadi "warning" yang sangat kuat bagi publik Indonesia untuk tidak terulang lagi. Waktu itu, saat nilai rupiah melemah habis-habisan hingga menyentuh Rp 16.000an, memaksa banyak bank yang bangkrut dan usaha berantakan. 

Inilah penyebab utama sikap pesimis publik saat sekarang rupiah melemah hingga nyaris ke ngka Rp 15.000/dolar Amerika.

Publik yang sangat optimis bahwa melemahnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika ini tidak akan menyebabkan krisis apalagi kepailitan ekonomi Indoneia, dengan alasan yang juga sangat masuk akal. Yaitu, situasi saat ini sangat jauh berbeda dengan situasi pada 20 tahun yang lalu saat keluarga Cendana harus turun dari takhta kepresidenan. Publik meyakini saat ini kondisi ekonomi Indonesia masih sangat solid dan tentu kuat. Bisa dilihat dari angka-angka inflasi, pertumbuhan ekonomi, rasio hutang, dan lain-lain. Sehingga pelemahan nilai rupiah tidak akan menyebabkan collapsenya ekonomi Indonesia.

Nilai Rupiah ditentukan Pasar

Saya tidak dalam posisi  mengetahui semua data tentang ekonomi Indonesia, kecuali yang bisa dibaca dan diikuti melalui media massa yang terus tersaji dengan baik. Namun, secara teori dapat difahami dengan mudah bahwa nilai rupiah atau harga rupiah terhadap dollar, naik atau turunnya sangat ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap dolar  Amerika.

Ketika harga dolar Amerika terus naik menuju ke angka Rp 15.000 perdolar, itu artinya banyak orang membeli atau mengejar dan mengumpulkan dolar Amerika. Saking besarnya permintaan dolar, maka harganya menjadi naik, dan orang melepaskan rupiah dan menyimpan dolar itu.

Memang menjadi pertanyaan mendasar, mengapa orang mau memburu dolar itu ? Dan itulah yang menjadi penyebab utama mengapa rupiah terus melemah terhadap dolar.  Para ahli meyakini ada begitu banyak faktor yang menyebabkannya, baik yang faktor-faktor yang datang dari dalam Negeri Indonesia sendiri, dan terutama dan maupun  faktor yang datang dari luar negeri, atau penyebab faktor globalisasi, sebagai konsekuensi dari Sistem Perekonimian Indonesia yang "sangat" terbuka dari berbagai pengaruh dunia diseluruh muka bumi ini.

Saya pikir, pemerintah Indonesia, terutama Menteri Keuangan, Menteri Perekonomiannya dan menteri lainnya, sungguh sangat faham tentang ini dengan data-data yang tentu sangat akurat. Dan oleh karenanya mereka juga faham betul bagaimana menyelesaikannya segera, baik dan terutama untuk jangka pendek, maupun untuk jangka panjang.  

Sehingga keputusan pemerintah naikan pajak 1.147 barang impor merupakan keputusan yang sangat strategis untuk segera meredam laju pelemahan nilai rupiah terhadap dolar Amerika. Dan saya pikir mungkin akan segera dikeluarkan berbagai keputusan strategis lainnya untuk memulihkan keadaan nilai rupiah.

Masalah Trust Publik bagi Pemerintah

Bagi saya, melemahnya nilai rupiah terhadap dolar hingga rp 15.000, merupakan ujian kepercayaan atau trust publik bagi perekonomian Indonesia. Bahkan menjadi batu ujian bagi kepercayaan dunia kepada Republik Indonesia untuk mampu mengelola masalah nilai rupiah ini.

Artinya, sejauh publik dalam negeri memiliki keyakinan dan kepercayaan kepada pemerintah Indonesia, maka situasi pasti akan terkendali dengan cepat dan baik. Masyarakat hanya memiliki pemahaman dan persepsi yang sama terhadap masalah ini. Artinya pula bahwa apapun yang terjadi, maka akibat dan dampaknya akan dirasakan oleh semua rakyat Indonesia.  Untuk itu, bila semua satu bahasa untuk mendukung semua keputusan yang diambil oleh pemerintah maka ujian ini akan bisa dilewati dengan selamat.

Dan justru masalah yang dihadapi oleh Negeri ini adalah "perebutan kekuasaan" memasuki tahun politik 2019. Setiap kesempatan akan menjadi sumber tenaga untuk saling merebut kepercayaan publik bagi Pemilu tahun depan. Difahami, tentu sangatlah tak mudah bagi pemerintah untuk mendorong agar semuanya satu bahasa adanya. 

Kendatipun demikian, kejadian melemahnya nilai rupiah, sangat mungkin menjadi moment emas bagi public untuk meyakini dan trust kepada kemampuan Pemerintahan Jokowi untuk mengetasi masalah ini. Karena pada masa-masa yang lalu, nampaknya semua masalah mampu diselesaikan dengan sangat bak oleh Prersiden Jokowi.

New-Equilibirum : Indonesia Naik Kelas

Saya meyakini, ujian yang dihadapi saat ini bagi perekonomian Indonesia menjadi sarana untuk naik level atau naik kelas menjadi lebih kuat dan lebih hebat lagi ekonomi Indonesia. Keadaan sekarang boleh disebut sebagai gangguan yang menggocang situasi ekonomi Indonesia dengan tujuan pada akhirnya dia akan naik kelas atau mencapai yang disebut "new-equilibrium", atau mencapai keseimbangan yang baru. Keseimbangan yang baru lebih tinggi dari keseimbangan yang lama.

20 tahun yang lalu ketika terjadi krisis ekonomi, saya selalu berpendapat bahwa Indonesia sedang mengalami ujian naik kelas. Dan ternyata setelah 20 tahun Indonesia sudah naik kelas lebih tinggi dari yang diharapkan. Bayangkan kalau tidak terjadi krisis 20 tahun silam, bisa jadi Indonesia masih diperintah oleh Soeharto, dan ini artinya Indonesia tidak kemana-mana.

Mari kita bersyukur ketika ada masalah yang dihadapi oleh bangsa dan negeri ini. Karena itu menjadi kesempatan bagi anak-anak bangsa ini untuk bersatu dan bersama-sama naik kelas lebih tinggi lagi.

Mari kita bermimpi bersama dengan Jokowi bahwa tahun 2045 Indonesia akan menjadi salah satu dari 10 negera terbesar di dunia ini. Apakah Anda punya keyakinan seperti saya ?

Yupiter Gulo

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun